About Me

Keterbelakangan Kita Akibat Hilangnya Keteladanan di Negeri ini


Putriku, Mada Fauziah Hanum Siagian, saat sekolah di Cowandilla Primary School, dikunjungi oleh Menteri Pendidikan Australia. Dia tetap belajar sebagaimana biasanya tanpa harus terganggu dengan kedatangan sang menteri.
            Dalam berbagai aspek kehidupan, kita sebagai warga negara Republik Indonesia seharusnya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT kepada seluruh rakyat Indonesia.  Mengapa? Karena kita semua masih dapat hidup dan berusaha untuk keluar dari berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini. Rakyat masih memiliki semangat dan keinginan mencari kehidupannya dengan segala persoalan yang melingkupinya.
            Namun demikian, kita juga merasa sedih dengan berbagai masalah yang terjadi di negeri ini. Kemiskinan dan kemelaratan sebagai dampak pengangguran yang melanda hampir seluruh pelosok negeri. Setiap saat di kota-kota besar terjadi  demonstrasi dari berbagai komponen masyarakat atas ketidakpuasan terhadap satu hal, konflik horizontal antar warga; peperangan antar kampung yang bertetangga, serta perseturuan politik yang dilakonkan oleh para elit politik mulai tingkat pusat hingga ke daerah-daerah. Adapula yang berselisih atas pendirian rumah ibadah, dan penolakan terhadap suatu kebijakan pemerintah atas klaim dari pemahaman dari ajaran agama tertentu.
            Setiap kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden hingga pemilihan gubernur dan bupati/walikota, berjanji untuk membawa rakyat keluar dari krisis, menciptakan kesejahteraan rakyat, dan berbagai janji manis lainnya. Akan tetapi janji yang diucapkan teramat sulit untuk direalisasikan. Bahkan sebagian pejabat justru terpuruk ke dalam perilaku yang tidak terpuji dengan melakukan korupsi hingga perilaku amoral lainnya. Mulai dari seorang menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur hingga bupati saat ini sudah banyak yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, bahkan ada yang sudah divonis masuk penjara. Dari perilaku amoral, lihatlah adanya “Wakil Tuhan” atau seorang hakim yang berzina dengan suami orang, polisi dengan bawahannya, jaksa, hingga aparat pemerintah lainnya. Bahkan belakangan ini, dikabarkan ada anggota DPR yang berperilaku kumpul kebo  akan ditetapkan menjadi salah satu unsur pimpinan dalam komisi DPR RI.
            Terhadap pejabat yang melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji sebagaimana dicontohkan di atas, tentu menimbulkan keprihatinan sendiri. Bagaimana mungkin mereka dapat memimpin rakyat di negeri ini ke arah yang lebih sejahtera secara jasmani dan rohani manakala perilaku yang mereka perbuat adalah suatu kesalahan besar? Rakyat diminta untuk bahu-membahu membantu pembangunan nasional sesuai kapasitas mereka; membayar pajak, disiplin dalam bekerja, menghargai orang lain, toleransi, menjadi persatuan, dan lain sebagainya, sedangkan mereka justru berbuat sebaliknya.
            Ada benarnya pandangan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Ma’arif yang mengatakan bahwa di negeri ini sudah hilang keteladanan yang utuh dari seorang pemimpin.   "Tidak ada keteladanan dari (pemerintah) puncak hingga ke bawah. Ini yang membuat orang berperilaku liar," katanya. (http://www.tempo.co/read/news/2013/09/30/083517687/Buya-Syafii-Maarif-Beri-Kesempatan-Lurah-Susan). Tidak hanya pemerintah, termasuk para ulama juga sudah kehilangan keteladanan. Buya Syafi'i pesimistis dengan keberadaan ulama yang mampu menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat. Dia menilai banyak ulama yang bermain-main dalam berdakwah. Dia mencontohkan, perilaku ulama yang sering bercanda dan mengeluarkan lelucon keterlaluan adalah contoh ketidakseriusan dalam menyampaikan pesannya.
            Jika umara (pemerintah) dan ulama sudah tidak bisa diteladani, lantas siapa yang harus menjadi contoh bagi rakyat di negeri ini? Siapa yang akan jadi rujukan dalam mengambil suatu sikap? Mungkinkah rakyat akan ikhlas mengikuti perintah seorang pemimimpin atau bahkan seorang ulama yang tidak memiliki kredibilitas, yang dalam benaknya adalah untuk mencari harta tanpa mengindahkan etika, norma, budaya dan ajaran agama itu sendiri?
Lihatlah di negara-negara maju, sikap keteladanan dari pemimpin menjadi salah satu faktor penting bagi negara itu agar tumbuh dan  berkembang sebagai sebuah negara maju. Ada satu pengalaman saya ketika berada di Adelaide, Australia Selatan. Suatu ketika,  Menteri Pendidikan Australia, Jennifer Rankine, datang ke sekolah dimana anak-anak saya bersekolah, yakni di Cowandilla Primary School bulan April 2013 lalu, untuk suatu urusan. Pagi hari ketika mengantar anak-anak ke sekolah tersebut, saya tidak melihat ada tanda-tanda akan datang seorang menteri, sebagaimana layaknya di Indonesia. Misalnya ada umbul-umbul atau spanduk ucapan selamat datang.  Tidak ada penyambutan istimewa.
Bandingkan bila hal itu di Indonesia. Bila seorang menteri akan datang, mulai dari gubernur hingga bupati sudah sibuk mempersiapkannya dengan segala hal yang dibuat untuk menyenangkan hati menteri. Bahkan anak-anak diliburkan, bila perlu disuruh berjejer di pinggir jalan dengan mengayun-ayunkan bendera sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Hal ini ada baiknya. Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa pengorbanan waktu, tenaga, biaya yang dikeluarkan untuk menyambut kedatangan menteri jauh lebih besar daripada hasil yang diperoleh dari kehadirannya. 
Ada lagi satu kasus yang saya dengar dari seorang sahabat. Seorang gubernur di salah satu provinsi di Pulau Jawa. Karena posisinya sebagai gubernur, diminta untuk mencanangkan program keluarga berencana tingkat provinsi. Ketika memberikan sambutan, yang isinya adalah agar masyarakat ikut program keluarga berencana, dua anak cukup. Sementara semua hadirin paham bahwa isteri sang gubernur saat itu kelihatan sedang mengandung anaknya yang ketuju. Secara pribadi bagi penulis, hal ini sebenarnya tidak jadi masalah. Yang menjadi persoalan adalah, sang gubernur tidak dapat menjadi contoh, tidak sama antara apa yang dia sarankan kepada masyarakat dengan apa yang dia alami. Kalau dia saja tidak bisa dicontoh, lantas siapa lagi yang akan dicontoh rakyatnya?
Cukup banyak kasus di negara ini yang menjadi aneh, dimana kasus ini memperlihatkan tidak bisanya seorang pemimpin dijadikan contoh teladan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Antara lain inilah yang menjadi penyebab sehingga rakyat juga berperilaku liar atau tidak patuh terhadap ketentuan maupun peraturan yang sudah ditetapkan oleh negara.***

Lantai V Apartemen Pusat Hentian Kajang, Selangor Darul Ehsan, ba’da Isya, 1 Oktober 2013.

Post a Comment

0 Comments

close