Cerita tentang Penjual Gas
Betapa pentingnya penjual gas bagi
saya pada hari ini. Sehabis pulang dari surau, saya singgah di warung beli
udang dan sayur bayam. Rencananya bikin sayur bening dan sambal udang. Tiba di
rumah, saya segera membersihkan udang dan bayam. Sambil memasak air panas,
terasa lama tidak mendidih. Saya periksa ternyata gasnya sudah habis. Saya
tidak bayangkan jika hal ini terjadi pada subuh dini hari nanti, disaat mau
masak untuk makan sahur, untuk puasa hari kamis esok. Sebab sekitar dua bulan
lalu, kami pernah kehabisan gas tengah malam, disaat memasak rendang untuk
acara esok paginya. Saat itu, saya dengan teman keliling kompleks Hentian
Kajang mencari gas ke beberapa kedai, tetapi tidak ada yang menjual gas dengan
tabung warna kuning. Ada yang menjual, tapi tabungnya warna hijau. Dia tidak
menerima tabung kami yang berwarna kuning. Akhirnya, untuk memasak rendang,
kami terpaksa meminjam gas seorang rekan, diambil dari rumahnya, tengah malam.
Kembali ke kejadian tadi siang ini.
Saya agak terkejut. Soalnya, rumah kami di lantai lima. Mencari gas dan
mengangkatnya ke lantai lima, bukan persoalan mudah bagi saya. Untungnya
kemarin pagi, saya mendapat selembar kertas pamplet penjual gas, tercecer di
pinggir jalan. Kertas tersebut saya ambil dan saya tempel dekat kulkas. Dalam
pikiranku, siapa tahu bermanfaat. Sebab saya, sudah menduga gas kami akan
segera habis, karena terakhir gas di beli adalah pada bulan Juni 2014 yang
lalu, sudah setengah tahun.
Lalu saya menelepon nomor penjual gas
tersebut dan menyampaikan alamat lengkapku. Saya meminta segera diantarkan,
karena saya sedang memasak. Karena saya sudah lapar, sambil menunggu gas tadi, saya
makan saja nasi dan sambal sisa yang tadi pagi. Belum sempat selesai makan,
seseorang sudah mengetuk pintu. Ternyata penjual gas. Oh, begitu cepatnya,
kurang dari lima belas menit. Lalu kupersilahkan masuk dan memasang gas
tersebut.
Setelah itu, saya tanyakan berbagai
hal kepada dia. Dia adalah bapak setengah tua, perawakan hitam dan saya
perkirakan berusia 45-50 tahun. Ya, Allah. Saya bawangkan dia mengangkat gas
tersebut dari lantai 1 ke lantai 5, dengan berat dua puluh enam kilogram. Saya
pernah mengangkatnya sekitar satu tahun lalu, tetapi bersama dua orang teman,
kami gantian mengangkatnya. Setengah mati rasanya.
Bapak ini bernama Deward Hossin,
keturunan Banglades. Dia mengaku baru saja membuka toko, Zahro Enterprise, No.
7, Jalan Tenaga 1, Taman Tenaga 43000, Kajang Selangor, Telp. 0132415845.
Ternyata tokonya berada di bawah flat teman saya yang bernama Dedy Sulfriadi
Aslam, jalananku menuju surau Asy Syakirin.
Sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah flat kami, sekitar dua ratus
meter. Tetapi karena flatku berada di lantai lima, tetap saja saya rasa itu
adalah berat jika saya yang harus mengangkatnya. Dia mengaku baru membuka usaha
tersebut. Dulunya dia bekerja di kedai orang India, dengan tugas utama
mengantar gas ke rumah pelanggan. Sekarang dia buka warung sendiri. Selain gas,
dia juga mengatakan menjual barang-barang lain seperti bawang, sabun, dan gula.
Dia mempromosikan supaya saya belanja di kedainya. Saya menyanggupinya untuk
akan ke kedainya belanja.
Ketika saya tanyakan berapa harga
gasnya, dia bilang RM 31. Dia juga mengatakan, ketika dia bekerja di kedai
India, harga gasnya adalah RM 32. Dalam hatiku ini, justru lebih murah. Karena
pernah saya membeli gas tahun lalu, harganya adalah RM 28. Itupun dengan
mengangkat sendiri dari kedainya. Jika diantar, maka ditambah RM 5. Padahal
tadi, dalam hatiku, walaupun harganya sampai RM 40, saya akan tetap
membayarnya. Karena tidak mungkin saya menolak. Ketika saya membayar RM 35, dia
begitu sumringah dan senang sambil mengucapkan terimakasih.
Lalu, Bapak ini pun keluar dari
flatku, sambil kuperhatikan, dia memangku gas kosong di pundaknya. Begitulah,
dia tadi memangku gas yang berisi dari lantai satu ke lantai lima. Oh, betapa
beratnya hidup ini. Untuk mencari kehidupan dan menghidupi anak-isterinya,
tidak mengenal lelah. Dari lantai lima, saya sengaja mengambil kamera, siapa
tahu akan menemukan bapak ini di bawah. Benar saja, dari lantai lima, kulihat
bapak ini mendorong gerobak besinya berisi tabung gas kosong. Saya memotretnya
beberapa kali. Sehingga dia sampai di kedainya. Mungkin dengan sengaja pula, sesampai
di kedainya, dia memandang ke arah saya di lantai lima yang sedang memotretnya.
Dia senyum dan melambaikan tangan kepadaku. Saya pula membalas lambaian
tangannya.
Awal tahun 1990-an, ketika saya
dengan kakak membuka kedai di Jalan Gunung Lompobattang No. 201-A,
Ujungpandang. Di antara dagangan kami adalah menjual gas. Jika ada orang yang
membeli gas, maka saya akan memangkunya di pundakku. Tidak ada gerobak kami
waktu itu. Umurku masih enam belas tahun. Harganya kalau tidak salah, adalah Rp
12.000,00. Keuntungan dari menjual gas adalah Rp 1.500,00. Jadi untuk
mendapatkan uang Rp 1.500,00 saya harus memangku tabung gas seberat lima belas
kilogram ke rumah pelanggan, dengan jarak sekitar dua ratus hingga tiga ratus
meter, bahkan ada yang dilantai dua. Bukan hanya itu, beberapa kali, tabung gas
yang saya antar itu, tidak cocok dengan selang tabung gas milik pelanggan. Jadi
saya harus kembali ke warung kami, mengganti gas yang cocok ukurannya dengan
selang gas mereka. Itu tidak terjadi satu dua kali, berkali-kali. Tidak jarang
pula, saya setengah di marahi oleh pelanggan, karena dianggapnya kedatangan
saya mengantar gas terlalu lama. Padahal mungkin saat itu, saya baru pulang
dari sekolah atau masih meladeni pembeli lainnya.
Kalau saya ingat pekerjaan saya dulu
menjual mengantar gas, maka saya begitu terharu dengan bapak yang mengantar gas
tadi ke flat kami. Saya setengah menjerit membayangkannya, yang sudah tua,
masih bekerja mencari kehidupan dengan pekerjaan yang berat seperti ini.
Makanya saya tak ragu menambah uang bayaran gas tadi dari harga RM 31 yang dia
bilang menjadi RM 35. Walaupun lebih mahal, tapi saya senang membayarnya, dan
dia juga begitu sumringah. Sebab kalau ada isteriku di sampingku, saya yakin
dia akan membayar lebih dari apa yang saya bayar.***
Flat Hentian Kajang
Lantai V No. 13-3B Jl. Hentian Lima Kajang
Selangor Darul Ehsan, jelang Ashar.
0 Comments