Pak Atase Pendidikan
dengan Botol Plastiknya
Oleh Haidir Fitra Siagian
Penggunaan plastik di
seluruh dunia hingga dewasa ini cukup mengkhawatirkan. Kekhawatiran ini
disebabkan plastik yang sangat sulit terurai, dapat membahayakan lingkungan
sekitar. Plastik memiliki sifat yang sangat sulit terurai atau terdegradasi
(non-biodegradable). Sampah plastik yang tertanam atau tertimbun akan
mengurangi kesuburan tanah dan dapat pula mengganggu ekosistem di lautan.
Beberapa waktu lalu, berbagai media memberitakan bahwa seekor paus diketahui
mati akibat memakan sampah plastik. Dalam
perut ikan tersebut ditemukan tumpukan sampah plastik.
Sampah plastik yang
menumpuk dan dibuang sembarangan, pun dapat menyebabkan terganggunya saluran
air yang dapat menyebabkan terjadinya musibah banjir terutama di lingkungan
perkotaan. Mengapa Kota Makassar sering banjir atau tergenang air di musim
hujan? Salah satunya karena drainase atau kanal pembuangan air tersumbat oleh
sampah plastik.
Sedangkan pembakaran
sampah plastik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Bau asapnya menimbulkan
gangguan kesehatan bagi orang yang secara tidak sengaja menghirupnya. Mulai
dari penyakit sesak napas sampai kepada berbagai penyakit kronis lainnya. Asap
yang dihasilkan dari pembakaran sampah plastik mengandang zat-zat kimia yang
menyebabkan polusi udara.
Polusi udara ini terjadi akibat pembakaran sampah plastik yang
tersebar di seluruh permukaan bumi ini, dimana asapnya berubah menjadi partikel
zat yang merusak lapisan ozon. Dampaknya adalah mengakibatkan gas rumah kaca
akan meningkat dan memengaruhi terjadinya pemanasan global. Inilah sebabnya
suhu bumi semakin panas dan terjadinya cuaca ekstrim serta tidak teraturnya
kedatangan musim hutan dan musim kemarau.
Mengapa daerah pegunungan
yang awalnya sangat dingin, sekarang menjadi kurang dingin lagi. Misalnya di Malino Kabupaten Gowa
atau Kota Sipirok Tapanuli Selatan. Dua puluh hingga tiga puluh tahun lalu
daerah tersebut sangat dingin. Mandi pada pagi hari sangat dingin rasanya. Perlu
ditambah dengan air panas. Tetapi sekarang tidak sedingin yang dulu lagi. Hal ini
antara lain disebabkan oleh rusaknya lapisan ozon akibat pembakaran sampah
plastik di berbagai belahan dunia. Demikian juga dengan tidak teraturnya jadwal
musim, bergesernya kedatangan musim hujan dan semakin lambatnya musim kemarau
serta kondisi suhu yang tidak teratur, pun adalah bagian dari rusaknya lapisan
ozon.
Berbagai negara telah
berusaha mengurangi pemakaian plastik dalam kehidupan sehari-hari. Di
negara-negara maju, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya sampah plastik
sudah cukup tinggi. Di Australia misalnya, tingkat partisipasi masyarakat dalam
mengurangi pemakaian plastik plastik sudah cukup tinggi. Dalam pengamatan saya,
beberapa hal yang sudah dilakukan secara pribadi oleh rakyatnya antara lain adalah
:
- 1. Ketika berbelanja ke pasar, mereka membawa keranjang sendiri. Ini tentu mengurangi plastik sebagai tempat barang belanjaan.
- 2. Membeli makanan, misalnya nasi atau makanan, cukup tempat atau kotaknya saja, tak perlu tambahan plastik jinjing. Mereka tidak malu membawa makanan atau roti dalam keadaan terbuka.
- 3. Membawa minuman sendiri dari rumah, disimpan dalam botol kaca atau botol plastik permanen, tidak perlu membeli minuman yang tempatnya dari botol plastik yang sekali pakai.
- 4. Memisahkan sampah plastik yang masih bisa digunakan dengan sampah lainnya. Hal ini untuk memudahkan petugas kebersihan dalam mengatur pembuangan sampah, khusus sampah plastik dikemas kembali didaur ulang.
Empat partisipasi
tersebut telah dilakukan oleh rakyat Australia secara menyeluruh. Boleh dikatakan
hal ini sudah menjadi kebiasaan mereka. Sudah mendarah daging bagi sebagian
besar mereka. Saya biasa melihat dosen-dosen atau pegawai di University of
Wollongong yang membawa makanan yang demikian, tanpa kantongan. Atau membeli
kopi di café dengan membawa gelas sendiri. Sebagian lainnya menenteng botol
berisi air minum. Selain karena kesadaran pribadi, ada pula denda yang cukup
besar bagi mereka yang membuang sampah secara sembarangan.
Pada hari Sabtu tanggal
21 Desember 2019 lalu, ada satu peristiwa yang sangat menyentuh hati saya. Saat
itu sedang berlangsung pengajian JPI (Jamaah Pengajian Illawara) dan pertemuan
PPIA (Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia) Wollongong, di kampus UoW. Turut
menghadiri acara ini adalah Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kantor
Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) untuk Australia di Canberra, Dr. H. M. Imran
Hanafi, M.A., M.Ec.
Atase adalah jabatan yang
diemban seseorang yang ahli dalam bidang tertentu untuk membantu Duta Besar dan
Menteri terkait pada satu negara. Jika Atase Pendidikan dan Kebudayaan, maka
dia menjadi wakil negara kita terkait dengan bidang pendidikan dan kebudayaan
di negara tempat dimana dia ditugaskan.
Pada saat memberikan
sambutan, oleh panitia disediakan air mineral dalam botol plastik. Ternyata Pak
Atase tidak minum dari botol tersebut. Ketika dalam acara makan siang, saya
sempat menghampiri beliau. Menawarkan untuk mengambilkan air minum. Ternyata
beliau menolak. Sebab dia telah membawa sendiri botol plastik yang berisi air
minum. Dibawa langsung dari kantornya di Canberra. Jadi selama acara makan
siang, beliau memegang sendiri botol plastik minumannya. Bagi saya, ini adalah
contoh teladan dalam hal mengurangi penggunaan bahan-bahan yang terbuat dari
plastik.
Hal ini sudah menjadi
bagian dari kebiasaan orang-orang Australia. Karena kita berada di Australia,
sehingga ikut mengamalkan hal ini. Demikian pula kami orang Indonesia, ketika
akan bepergian, selalu berusaha untuk membawa minuman dalam botol permanen yang
bisa diisi ulang. Senantiasa menghindari penggunaan bahan-bahan yang terbuat
dari plastik yang sekali pakai. Ini adalah bagian yang sangat berharga untuk
meminimalisir sampah plastik yang mencemari lingkungan hidup.
Di Indonesia, upaya
mengurangi sampah plastik sudah sering dikampanyekan. Para akademisi di
perguruan tinggi banyak meneliti tentang upaya ini. Memberikan kesimpulan
tentang bahaya sampah plastik. Di beberapa kampus dan bandara, sudah ada
perbedaan tempat sampah biasa dengan sampah plastik. Akan tetapi hal ini belum
dilaksanakan secara maksimal. Tingkat kesadaran masyarakat masih rendah. Berbagai
faktor menjadi penyebabnya. Misalnya sarana yang belum memadai. Tidak bisanya
pejabat terkait memberi contoh teladan. Mereka hanya menghimbau masyarakat,
tetapi mereka sendiri tidak mampu melaksanakannya. Pun biasanya, hanya ramai
dibicarakan dan dilaksanakan saat ada program kerja saja, setelah itu lupa,
hilang ditelan kegelapan malam.
Wallahu’alam.
Wollongong, 29.12.19
qabla Ashar
0 Comments