Jenderal Spoor, Letnan Sahala
Muda Pakpahan dan Wapres Adam Malik
Oleh : Haidir Fitra
Siagian
Sebenarnya beberapa tahun
lalu saya sudah pernah membaca artikel yang berjudul “Misteri Kematian Jenderal
Spoor” yang dimuat dalam https://tirto.id/misteri-kematian-jenderal-spoor-bKYQ
edisi 16 September 2016. Kemarin (Rabu, 16 September 2020), seorang teman dari
Jakarta, mengirimkan kembali linknya kepada saya. Beliau mengirimkan itu
sebagai respon atas postingan saya dalam media sosial pada hari yang sama,
tentang perang gerilya di Sipirok yang dipimpin oleh Letnan Sahala Muda
Pakpahan.
Saya sengaja membuat
postingan demikian sebagai salah satu wujud dukungan saya terhadap gerakan atau
upaya yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Sipirok, untuk menjadikan Letnan
Sahala Muda Pakpahan sebagai Pahlawan Nasional. Gerakan ini bergema dalam media sosial sejak
awal bulan ini. Salah satu yang menjadi penggeraknya adalah Saudara Budi
Hutasuhut. Beliau telah menerbitkan sebuah buku berupa kumpulan puisi tentang
perjuangan Sahala Muda Pakpahan dalam memimpin perang gerilya mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia di sekitar Sipirok dalam kurun 1945-1949.
Ditembak Pasukan Panggabean
atau Diracun
Artikel “Misteri Kematian
Jenderal Spoor” tersebut di atas, antara lain menyebutkan bahwa berdasarkan
sumber resmi, kematian Jenderal Simon Hendrik Spoor adalah diakibatkan serangan
jantung, pada tanggal 25 Mei 1949. Jenderal Spoor adalah pimpinan tertinggi tentara
Belanda yang begitu keras menghantam pasukan tentara republik di seluruh
wilayah Indonesia.
Dalam artikel ini juga
menyebutkan bahwa sesuai dengan Notula
Sidang Dewan Menteri 23 Mei 1949 (NIB XVIII: 701) yang ditulis oleh Jaap de
Moor dalam bukunya Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara
Belanda Terakhir di Indonesia (2015), bahwa Spoor kena serangan jantung.
Masih dalam artikel ini, bahwa surat kabar di Belanda edisi 24 Mei 1949
mengabarkan Spoor mendadak sakit dan butuh waktu yang lama sembuhnya. Meski
dilaporkan sakit, Spoor masih dipercaya
sebagai Panglima tentara Belanda di Indonesia.
Namun demikian,
faktor-faktor penyebab dan dimana Jenderal Spoor mati, hingga saat ini masih belum
pasti. Belum ditemukan dokumen yang valid tentang hal
ini. Yang ada adalah berbagai spekulasi, yang hingga sekarang belum dapat diyakini
kebenarannya. Bahkan terdapat beberapa pihak mengklaim tentang kematian
jenderal berusia 47 tahun ini. Dalam artikel dimaksud mengemukakan beberapa
spekulasi. Saya coba ringkaskan sebagai berikut :
Pertama, adalah Muhammad
To Wan Haria yang menulis buku
berjudul “Jenderal Spoor Tewas di Tapanuli Tengah Sumatra Utara “(2006).
Dalam buku ini disebutkan adanya laporan dari
bekas anggota KNIL pribumi, Justin Lumbantobing, kepada
Maraden Panggabean. Pada penghadangan TNI tanggal 24 Mei 1949, dia bertugas
mengawal Spoor. Dia mengaku sebagai saksi mata bahwa Spoor bukan tewas karena
serangan jantung, tetapi karena luka-luka akibat serangan penghadangan antara
Aek Maranti dengan Sibolga. Ada juga bekas anggota KNIL lainnya yang
bernama Tumanggor, juga mengaku pada
Mayor Bedjo. Spoor mengalami penghadangan di Tapanuli Tengah dan tewas. Dalam
buku “Bedjo Harimau Sumatera dalam Perang Kemerdekaan” (1985), yang ditulis Edi
Saputra, orang-orang kampung percaya jenderal tinggi Belanda tewas oleh pasukan
Republik.
Kedua, surat kabar Fries Kourier edisi 24 April 1969 atau dua puluh tahun kemudian, mencatat sebuah
berita yang beredar Indonesia, menyebut Jenderal Spoor tertembak dalam sebuah
penghadangan konvoi militer Belanda di jalan antara Sibolga-Tarutung. Penghadangan
dilakukan pasukan di bawah komando
Maraden Panggabean. Pada saat berita tersebut terbit, Maraden Panggabean sedang menjabat sebagai
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Republik Indonesia. Tetapi Maraden Panggabean
sendiri tidak secara lugas mengakui hal ini.
“Biarlah sejarah yang bicara,” kata Maraden Panggabean, dalam
bukunya “Berjuang dan Mengabdi” (1993). Beliau menyebut, ada desas-desus perwira yang terluka
oleh penghadangan pasukan Republik itu adalah Jenderal Spoor.
Ketiga, terdapat pula
laporan tentang kematian Spoor karena keracunan (atau diracun?). Di bagian awal
bukunya, Jaap de Moor menyinggung sebuah rumor Spoor keracunan. Dalam
tulisannya di buku Een Stem Uit Het Veld (1988), Kapten Smulders,
yang menemani makan siang di sebuah restoran di kawasan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat siang
20 Mei 1949, menyebut Spoor hanya sedang murung tak banyak bicara. Beberapa
hari setelahnya, kondisi Spoor menurun, lalu meninggal dunia. Spoor dimakamkan hari Sabtu tanggal 28 Mei di
Ereveld Menteng Pulo Jakarta. Artikel ini juga menyebutkan bahwa berkas-berkas
kesehatan Spoor yang dihancurkan, dibenarkan oleh de Moor. Soal siapa di balik
pembunuhan Spoor yang beredar di kalangan orang Belanda sendiri menimbulkan spekulasi. “Ada
yang mengatakan bahwa pelaku-palaku mungkin terdapat di kalangan perwira yang
diduga terlibat perdagangan senjata dan korupsi, dan merasa dikejar-kejar
Spoor. Yang dimaksud ini adalah para perwira KNIL dan KL yang dikiranya
terlibat pembunuhan Vandrig Rob Aernot,” tulis de Moor.
Buku TNI Angkatan Darat
Saya juga menemukan
literatur lain tentang tewasnya Jenderal Spoor oleh pasukan di bawah komando Maraden
Panggabean. Dalam buku yang berjudul “M.
Panggabean Jenderal dari Tano Batak” yang
diterbitkan Dinas Kesejarahan Angkatan Darat tahun 2011, dalam bagian isinya
menyebutkan bahwa :
“Pada masa pasca
proklamasi kemerdekaan RI, beliau memimpin pasukan gabungan terdiri dari TRI,
Kepolisian dan laskar rakyat Tapanuli dalam pertempuran Medan Area menghadapi
pasukan Sekutu. Ketika terjadi Agresi militer Belanda I, mendapat tugas
meledakan batu lubang (terowongan) serta jembatan yang terletak sekitar 8 km
dari Parapat dan berhasil. Kemudian pada saat agresi militer Belanda II,
sebagai Komandan Sektor IV Tapanuli Tengah berhasil menghadang konvoi pasukan
Belanda yang bergerak dari Sibolga menuju Tarutung dan diduga menewaskan
Jenderal Spoor.”
Saya menggarisbawahi kata
“diduga”. Artinya masih dalam tahap dugaan saja. Bisa juga diartikan sebagai
sebatas pengakuan atau klaim semata. Belum tentu memiliki kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. Dapat
pula ditafsirkan bahwa, pihak TNI sendiri sampai sejauh ini belum meyakini bahwa
Jenderal Spoor ditembak oleh pasukan Panggabean. Sebab jika pihak TNI yakin, maka kata “diduga” dalam buku tersebut,
tentunya tidak muncul.
Keyakinan Masyarakat
Sipirok
Sementara itu, bagi
masyarakat Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, meyakini bahwa
Jenderal Spoor meninggal dunia dalam sebuah pertemuan di Aek Kambiri, sekitar
Bukit Simago-mago, jalur utama Padangsidempuan - Sipirok. Atau sekitar enam
kilometer dari pusat Kota Sipirok. Pertempuan tersebut terjadi pada tanggal 23
Mei 1949 dibawah pimpinan Letnan Sahala
Muda Pakpahan. Keyakinan ini sudah turun-temurun diceritakan oleh para orang
tua. Selain cerita dari orang tua, memang belum ditemukan data yang valid
tentang kebenaran peristiwa yang menewaskan pemimpin tertinggi tentara Belanda
tersebut.
Berdasarkan cerita para orang
tua yang pernah saya dengar, paling tidak, terdapat tiga alasan penting
sehingga masyarakat Sipirok meyakini bahwa Jenderal Spoor meninggal dalam
pertempuran dengan pasukan Sahala Muda Pakpahan atau Mamang Sahala.
Pertama, sesaat setelah
pertempuran tersebut, begitu cepat datang bala bantuan untuk mengevakuasi mayat
seseorang, termasuk pesawat tempur Belanda menyerang balik pasukan gerilya.
Kedua, perlakuan terhadap
jenazah tersebut dianggap sangat istimewa, karena tentara Belanda sempat
meminta kain dan kasur kepada warga
sekitar, juga meminta warga menaikkan bendera setengah tiang sepanjang Sipirok
sampai Padangsidempuan.
Ketiga, setelah
pertempuran ini, tentara Belanda sangat gencar mencari Sahala Muda Pakpahan.
Hingga beliau ditangkap dan ditemukan tewas setelah ditembak tentara Belanda
pada 20 Agustus 1949.
Disebut-sebut oleh Wakil
Presiden Adam Malik
Dewasa ini, berberapa
literatur telah menyebutkan bahwa Jenderal Spoor memang tewas dalam pertempuran
dengan pasukan Letnan Sahala Muda Pakpahan. Hingga saat ini saya mencoba
mencari literatur tentang hal ini.
Seorang putra kelahiran
Padang Sidempuan tahun 1963 yang sekarang bekerja sebagai peneliti dan pengajar
di Universitas Indonesia, Depok, yang
bernama Akhir Matua Harahap, dalam artikelnya yang terbit tanggal 24 Juni 2012
berjudul : “Letnan Sahala Muda Pakpahan (‘Jenderal Naga Bonar’) vs Letnan
Jenderal Simon Hendrik Spoor (Sipirok, 1949): Lahirnya Tokoh-Tokoh Militer
Utama di Indonesia”, menuliskan sebagai berikut :
“Tepat pada tanggal 23
Mei 1949, konvoi yang membawa rombongan Jenderal Spoor tiba-tiba diserang oleh
laskar gerilya yang tergabung dalam AGS (Angkatan Gerilya Sipirok) pimpinan Letnan
Sahala Muda Pakpahan. Penyerangan yang telah direncanakan dengan matang oleh
laskar AGS dilaksanakan tepat di jembatan Aek Horsik, Simagomago--suatu lokasi
strategis untuk penyergapan. Dalam pertempuran pencegatan itu, cukup banyak
pasukan Belanda yang tewas termasuk Jenderal Spoor (Simon
Hendrik Spoor lahir di Amsterdam, 12 Januari 1902). Namun
setelah itu sempat beredar berita sumir bahwa kematian Jenderal Spoor adalah
akibat serangan jantung. Ini tampaknya digunakan pemerintahan militer Belanda
untuk meredam munculnya euforia kemenangan di kalangan pasukan pribumi. Karena
itu, Panglima tertinggi tentara kerajaan Belanda di Hindia Belanda (1945–1949)
dilaporkan meninggal tanggal 25 Mei 1949 di Batavia dan dimakamkan di pekuburan
Menteng Pulo. Boleh jadi kalangan elit Belanda ketika itu malu seorang jenderal
bisa dibunuh dalam sebuah pertempuran hanya oleh seorang pemuda militan yang
masih berumur 23 tahun yang dijuluki sebagai ‘Jenderal Naga Bonar’ dari Sipirok”.
Sementara itu, Cipto Duwi
Priyono, seorang dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP-UGN
Padangsidempuan dalam artikelnya terbit bulan Februari 2020 berjudul : “Perjuangan
Angkatan Gerilya Sipirok (Ags) Dalam Perang Kemerdekaan Di Tapanuli Selatan
(1949-1950)” menyebutkan bahwa : “
“Bekas anggota AGS
Abdurrahman (91 Tahun) menuturkan “Informasi tentang perjalanan Jenderal Spoor
dari Medan ke Bukittinggi, laskar AGS bersiap-siap melakukan penghadangan di
Bukit Simago-Mago. Penyerangan direncanakan dini hari, namun konvoi belanda
baru melintas sekitar Jam 9.00 WIB dari arah Pal-XI. Kemudian dalam jarak 15
Meter, kami melakukan serangan pertama. Sasaran kami sesuai dengan Insturksi
Mayor Bejo adalah Panser yang membawa Jenderal Spoor. Kami kemudian terpaksa
mundur karena musuh dari arah Sipirok memberikan tembakan perlawanan ditambah
serangan udara, pesawat Belanda yang datang dari Batangtoru. Kedua Panser
tersebut hancur tetapi kami tidak tahu berapa persisnya Belanda yang tewas.
Namun berdasarkan informasi yang beredar bahwa yang tewas adalah Jenderal Sporr”.
Setelah pertempuran dengan Pasukan Belanda di Simago-Mago tanggal 23 Mei 1949.
Sahala Muda Pak-Pahan menjadi buronan yang sangat dicaricari dan dikejar oleh
pasukan Belanda. Ternyata setelah kurang dari 63 hari (Agustus 1949) setelah
pertempuran dengan pasukan Belanda di
Simago-Mago Sahala Muda Pak-Pahan di tangkap hidup-hidup di Sabatolang”.
Kemudian, seorang Dosen IAIN Padang Sidempuan, yang
bernama Lazuardi, dalam bagian catatan
kaki disertasinya yang berjudul “Sistem dan Orientasi Pendidikan Pesantren
Muhammadiyah di Sumatera Utara” pada Program Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Sumatra Utara tahun 2018, menulis
sebagai berikut :
“Syawaluddin Hasibuan dan
Khairuddin Siregar, tokoh Muhammadiyah, wawancara, Sipirok, Mesjid Taqwa
Muhammadiyah, Ahad 18 Desember 2016, pukul 16.00-18.00 Wib. Syawaluddin
Hasibuan, tokoh Muhammadiyah Sipirok, agen koran Harian Mimbar Umum yang turut
mendengar ceramah dan sempat bersalaman dan berphoto dengan Waki Presiden H.
Adam Malik pada saat itu. Dalam penuturannya “saya masih ingat bapak Wakil
presiden dalam selingan ceramahnya menyatakan bahwa Panglima Besar Belanda
se-Indonesia yaitu Jenderal Simon Hendrik Spoor tewas ditembak oleh Letnan Sahala
Muda Pakpahan Pimpinan Angkatan Gerilya Sipirok (AGS) di Aek Kambiri Sipirok
tahun 1949”.
Dalam bagian lain,
Lazuardi juga menulis bahwa, kedatangan Wakil Presiden Adam Malik ke Sipirok
ini adalah pada tahun 1979. Beliau datang bersama dengan Gubernur Sumatra Utara,
EWP Tambunan. Kehadiran Wakil Presiden ini
sebagai rangkaian kunjungan sekaligus
peresmiaan Makam Pahlawan dan peresmian pemancar transmisi TVRI di Simago-mago.
Diketahui bahwa Adam
Malik adalah seorang tokoh perjuangan yang pernah memelopori berdirinya kantor Berita
Antara pada tahun 1937. Sebagai seorang
wartawan, diyakini bahwa beliau banyak mengetahui berbagai hal. Sebelum menjadi
Wakil Presiden, beliau pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet dan
Polandia, pernah menjadi Ketua Sidang PBB di Amerika Serikat, dan pernah pula
menjadi Menteri Luar Negeri.
Pernyataannya tentang Jenderal
Spoor ditembak oleh pasukan Sahala Muda Pakpahan, sebagaimana ditulis dalam
disertasi Lazuardi di atas, sebenarnya
dapat dipandang sebagai pengakuan negara. Karena kapasitasnya sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia. Hal ini perlu ditelusuri dengan cermat dan
sebaik-baiknya.
Perlu Penelitian yang
Komprehensif
Berdasarkan data-data
yang telah saya kemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa kematian Jenderal Spoor hingga saat ini masih menjadi
misteri. Pihak Belanda mengatakan meninggal karena serangan jantung. Ada pula
pihak yang mengatakan diracun karena persaingan sesama perwira Belanda akibat kasus
korupsi penjualan senjata. Dari pihak masyarakat Tapanuli Sumatra Utara, ada
yang mengatakan ditembak oleh pasukan Maraden Panggabean dalam perjalan dari
Sibolga ke Tarutung, ada pula yang mengatakan ditembak pasukan Sahala Muda
Pakpahan di Aek Kambiri dekat bukit Simagomago, Sipirok, yang sempat disinggung
oleh Wakil Presiden Adam Malik. Sedangkan dari pihak dinas sejarah TNI menuliskan
“diduga” ditembak di Sibolga.
Dengan semikian hingga
sekarang, kepastian tentang tewasnya Jenderal Spoor masih belum jelas. Oleh
karena itu, perlu ada penelitian mendalam tentang sejarah ini. Pemerintah
Indonesia seyogiyanya memberikan perhatian besar atas hal ini. Membentuk tim
peneliti yang independen, kredibel dan objektif. Jangan membiarkan hal ini
menjadi polemik yang berkepanjangan bahkan menjadi “dosa warisan” terhadap sejarah
perjuangan para pahlawan bangsa. Penelitian ini pun sangat penting sebagai pelajaran
berharga bagi generasi muda bangsa pada masa yang akan datang.
Wassalam
Keiraville, 17 September
2020
Penulis adalah putra
daerah kelahiran Sipirok tahun 1974, bekerja sebagai Dosen UIN Alauddin
Makassar, saat ini sedang bermukim di Wollongong, New South Wales, Austalia.
Bahan bacaan :
Dinas Kesejarahan
Angkatan Darat. 2011.“M. Panggabean
Jenderal dari Tano Batak”. (http://maradenpanggabean.com/images/JENDERALDARITANOBATAK.pdf)
(diakses,
16 September 2020);
Harahap, Akhir Matua,
2012. “Letnan Sahala Muda Pakpahan (‘Jenderal Naga
Bonar’) vs Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor (Sipirok, 1949): Lahirnya
Tokoh-Tokoh Militer Utama di Indonesia”. http://akhirmh.blogspot.com/2012/06/letnan-sahala-muda-pakpahan-jenderal.html
(diakses, 16 September 2020);
Lazuardi. 2018. “Sistem dan Orientasi Pendidikan Pesantren
Muhammadiyah di Sumatera Utara” (http://repository.uinsu.ac.id/4636/6/BAB%20IV.pdf)
(diakses, 16 September 2020).
“Misteri Kematian
Jenderal Spoor”. 2016. https://tirto.id/misteri-kematian-jenderal-spoor-bKYQ
edisi 16 September 2016 (diakses, 16 September 2020);
Priyono, Cipto Duwi.
2020. “Perjuangan Angkatan Gerilya
Sipirok (Ags) Dalam Perang Kemerdekaan Di Tapanuli Selatan (1949-1950)”. Jurnal
Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan. Vol.8 No.1 Edisi
Februari 2020
Foto (dokumen pribadi) : Taman makam pahlawan Simagomago Sipirok, di sini Letnan Sahala Muda Pakpahan dimakamkan.
1 Comments
Sangat terkesan membaca artikel Haidir Fitra Siagian termasuk meta analisis tentang kepastian Jenderal Spoor ? meninggal ditembak oleh siapa dan dimana lokasi penembakan ?. Wajar saja opini saat itu muncul dari berbagai kalangan yang nota benenya ada kepentingan politiknya.? menurut analisis kami dari Tim Peneliti Bahasa dan Sastra dari Balai Bahasa Prov. Sumtera Utara, tentu analisis ini juga bisa ditinjau dari meta analisis linguistik-nya. Terbukti dari beberapa hasil temuan kita beberapa tahun terakhir ini yang menjadi fenomenal saat ini adalah (1) Bahasa Indonesia bermula dari kota Kuno Barus pada abad 18 dimana Bahasa Melayu Kuno sebagai Lingua Pranca saat itu. (2) Pencetus Rekonstruksi Pemikiran Ke-Indonesiaan kita adalah Sanusi Pane di Sumpah Pemuda tahun 1928 poin ke-3 untuk melahirkan bahasa persatuan kita adalah Bahasa Indonesia, berawal dari putra Sipirok yaitu sastrawan kita Sanusi Pane salah satu tokoh sebagai pengerakan kemerdekaan RI. Dan Maret 2021 sudah kita usulkan sebagai Pahlawan Nasional. (3) Kita bergerak terus menuju pahlawan kita Sahala Muda Pakpahan yang kita banggakan putra Tapanuli Selatan, sebagai calon pahlawan nasional kita, mohon bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. (Syaifuddin Zuhri Harahap)
ReplyDelete