About Me

Dialog dengan Prof. Thomas Djamaluddin

Dialog saya dengan Prof. Thomas Djamaluddin melalui FB beberapa waktu lalu mendapat apresiasi dari banyak kalangan, antaranya dari mahasiswa ITB. Berikut saya ingin berbagai dengan teman-teman. Salam:
Jawaban Peran Astronomi Mempersatukan Ummat (Bagian 1)
Ada tanya jawab mengenai posisi ilmu Astronomi dengan ilmu Syar’i dan hubungannya dengan persatuan umat di akun Facebook Prof. Thomas Djamaluddin dengan Haidir Fitra Siagian. Karena redaksi menganggap tanya jawab tersebut edukatif, kami memuatnya di situs ini. Kami muat tanya jawab tersebut dengan sedikit penyesuaian.
Tanya (1): Jika masalah ini hanya dapat ditangani oleh para astronom, apakah Prof. akan mengenyampingkan posisi ilmu falak yang ada di Fakultas Syariah?
Jawab: Secara sains, masalah kriteria hisab adalah urusannya astronomi. Tetapi untuk memahami penerapannya dalam penentuan kalender Islam, astronom juga harus belajar ilmu fikih. Ilmu falak sebagai gabungan astronomi posisi (hanya mengkaji posisi dan perubahan posisi bulan dan matahari) dan syar’i tetap perlu, tetapi dengan wasasan astronomis yang diperluas. Saya mengajar dan membimbing mahasiswa S2 dan S3 Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang yang ditugasi memperluas wawasan astronomi dan astrofisika mahasiswa.
Tanya (2): Prof mengakui sebagai ahli dalam bidang astronomi. Terkait dengan Q.S. 36:40 yang sempat Prof. katakan dijadikan sebagai alat pembenar sahaja. Pertanyaannya adalah, dari sisi keilmuan, siapakah yang paling valid menafsirkannya? Pakar astronomi atau pakar tafsir Qur’an?
Jawab: Tafsir Al-Quran memerlukan ilmu bantu dalam menafsirkan ayat-ayat terkait kauniyah. QS 36:40 yang berbicara tentang bulan dan matahari, serta pergantian siang malam memerlukan astronomi dalam menafsirkannya. Tafsir Al-Quran harus multi disiplin. Saat ini pun saya menjadi anggota Tim Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI yang dikoordinasikan oleh Lajnah Penstashih Al-Quran.
Tanya (3): Dari beberapa komentar Prof sebelumnya, bahwa ada pihak yang memakai sistem yang sudah usang kerana tidak lagi dipakai oleh para astronomi. Pertanyaannya adalah apakah jika ada pihak yang tetap memakai sistem ini, itu dianggap tidak sah? Artinya, apakah Prof. ingin mengatakan bahwa puasa dan idul fitri yang dilaksanakan umat Islam dengan memakai sistem ini, nilai ibadahnya tidak diterima oleh Allah SWT.?
Jawab: Soal sah tidaknya suatu ibadah, tergantung keyakinan masing-masing. Keyakinan itu diamalkannya sendiri. Tetapi ketika itu diumumkan kepada publik dan berdampak pada kebingungan masyarakat, semestinya sistem usang itu disesuaikan dengan sistem baru yang digunakan secara umum di masyarakat agar persatuan ummat terjaga. Sistem usang yang sering membingungkan masyarakat karena berbeda dengan keputusan pemerintah dan sebagian besar ormas Islam adalah sistem hisab WH oleh Muhammadiyah, rukyat pasang air laut oleh An-Nadzir, dan sistem hisab urfi oleh beberapa kelompok tarekat.

Post a Comment

1 Comments

close