About Me

Syiar, Kemewahan, dan Ongkos Dakwah

Muhammadiyah genap berusia 100 tahun diperingati secara semarak di berbagai daerah. Di Jakarta diadakan di stadion GBK, serta di beberapa provisi lainnya. Memang kelihatan bahwa peringatan ini memberikan kenikmatan tersendiri, kita akan terpesona melihat ramainya warga Muhammadiyah berbondong-bondong menghadiri milad. Di Makassar juga sekitar dua puluh ribu warga Muhammadiyah dari seluruh Sulawesi Selatan memenuhi kampus Unismuh Makassar untuk mengikuti milad dan teleconferensi dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dari Jakarta.

Saya sendiri termasuk orang merinding jika melihat warga Muhammadiyah begitu antusias mengikuti acara-acara yang melibatkan massa dalam jumlah besar, seperti Muktamar, Musywil dan milad ini. Ada kegairahan muncul dalam benak dan memberikan rasa percaya diri bahwa kita akan memenangkan kompetisi dakwah dalam berbagai bidang di tengah kehidupan masyarakat.

Sejatinya, segala bentuk pengumpulan massa Muhammadiyah memiliki nilai lebih. Tidak sekedar berkumpul, foto-foto, temu-kangen, pulang dan tidur. Pertanyaannya adalah: setelah terjadi pertemuan akbar itu, apakah akan meningkatkan gairah berdakwah kita? Apakah intensitas dakwah bagi kalangan masyarakat awam akan semakin berhasil? Apa tolok ukurnya? Inilah sesungguhnya yang kadang menjadi keprihatinan saya. Tentu saya tidak menolak adanya pertemuan-pertemuan akbar seperti ini. Jelas ada manfaat dan hikmah di dalamnya.

Dengan biaya besar yang mencapai milyaran rupiah hanya dihabiskan dalam tempo satu hari saja, seharusnya dapat dibayar dengan perbaikan moralitas atau akhlak masyarakat. Dengan milad atau muktamar misalnya, harus ada jaminan, dengan sekecil apapun namun dapat dirasakan manfaatnya, bahwa masyarakat akan semakin baik pengamalan ajaran agamanya. Jika tidak, maka saya kadang menduga bahwa acara-acara seromonial seperti itu hanya meninggalkan kegembiraan semu, capek dan mungkin sia-sia jika dilihat dari satu aspek.

Saya tidak bisa bayangkan ongkos dakwah di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang begitu besar tak sanggup kita tutupi. Rakyat miskin yang mungkin saja termasuk warga Muhammadiyah semakin menderita. Muballigh yang perlu dana untuk berjuang di pedalaman dalam rangka menyiarkan Islam, mencerahkan masyarakat, menjadi terbengkalai. Mereka setengah mati berusaha membujuk dan merayu umat untuk datang ke masjid. Pembangunan sekolah yang terhenti, masjid-masjid yang bocor atau tidak ada aliran listrik, banyaknya anak-anak yang putus sekolah. Apakah dengan milad yang besar-besaran ini, akan berdampak langsung kepada mereka?

Post a Comment

0 Comments

close