About Me

Nilai-nilai Religius dalam Sepakbola

(Bersama jamaah di salah satu masjid di Adelaide, Australia Selatan. Peci, pakain, jilbab, bukanlah ukuran kealiman yang sesungguhnya)



 


                Meskipun bekas pemain Real Madrid,  Kaka,  tidak lagi memperlihatkan permainan yang gemilang dalam setiap pertandingan sepak bola setelah bergabung kembali ke AC Milan, namun saya termasuk penggemar berat beliau. Selain karena beliau pernah menjadi pemain terbaik dunia, paling tidak, ada dua alasan mengapa saya menggemari Kaka. Pertama, setiap selesai mencetak bola ke gawang lawan, Kaka, senantiasa mengangkat telunjuknya ke atas. Maknanya adalah ia tahu bahwa golnya itu adalah berkat karunia Tuhannya. Oleh itu, ia menunjukkan kesyukuran dengan cara menganggat telunjuk ke atas. Kedua, saya pernah membaca bahwa dia termasuk pemain sepak bola yang menjaga “keperjakaannya” hingga menikah secara resmi dengan calon isterinya. Bandingkan dengan pemain bola lainnya, yang sudah memiliki anak sebelum menikah. Menurut Kaka, agamanya melarang permainan seks sebelum menikah. Kedua alasan tersebut, bagi saya sangat membekas. Ini menunjukkan adanya nilai-nilai agama dalam pemain bola.
                Beberapa pemain sepak bola internasional lainnya, menunjukkan bahwa dirinya masih memiliki nilai-nilai agama. Messi dan Alba, dua pemain Barcelona yang pernah saya lihat di televisi berdoa dengan cara agamanya, Nasrani,  sebelum main bola dan ketika mencetak gol.  Tak ketinggalan pula pemain Muslim. Mba Ba, pemain Chelsea, misalnya tidak jarang melakukan selebrasi sujud syukur di lapangan seusai mencetak gol. Sedangkan Yaya Toure, pemain Mancaster City menolak minum sampanye ketika merayakan kemenangan timnya. Alasannya, karena agama Islam yang dia anut, tidak membolehkan meminum minuman beralkohol. Sedangkan Mesut Ozil, gelandang energik dari Jerman yang sekarang memperkuat Arsenan, selalu menengadahkan tangannya berdoa sebelum pertandingan. Tidak sampai di situ saja, media massa pernah memberitakan bahwa, gara-gara sepakbola, beberapa stadion sepakbola di Inggris, sekarang terpaksa menyiapkan mushalla atau ruang shalat. Kenapa? Untuk memenuhi keinginan pemain Muslim yang akan menunaikan ibadah shalat. Sesuatu yang patut diapresiasi.
Bagaimana dengan Indonesia?
                Awalnya saya tidak terlalu tertarik nonton bola, Timnas Indonesia. Kenapa? Biasalah. Permainan bola di Indonesia tidak murni pertandingan, selalu kental dengan hal-hal di luar sepakbola, termasuk upaya pencitraan dari salah satu partai politik. Selama ini, prestasi Indonesia juga masih berkisar di runner-up saja. Dari segi permainan, harus diakui bahwa selama ini, pemain-pemain Indonesia tidak ada yang menonjol. Padahal Timnas sudah “membeli” pemain dari luar negeri melalui program naturalisasi. Namun hingga sekarang, prestasinya belum sesuai dengan harapan. Selain itu, perseteruan pengurus PSSI yang hampir tidak selesai (maknanya sudah selesai...heheheee), menambah ketidaktertarikan saya nonton Timnas. Manalagi setiap pertandingan bola, tidak pernah absen dari mafia perjudian.
                Namun ketika mendengar cerita teman-teman sesama pelajar UKM di Malaysia dan membaca berita tentang prestasi timnas PSSI usia 19 tahun, menggugah hati ini untuk mengikuti perkembangan bola di tanah air. Beberapa kali saya ingin nonton Timnas U-19, selalu ada gangguan internet via Mivo.Com. Nanti saya boleh menonton tayangan ulang melalui youtube.
                Ada memang hal yang sangat menarik ketika pemain Indonesia mencetak bola. Mereka langsung sujud syukur. Bukan hanya pemain yang mencetak gol yang melakukan selebrasi sujud syukur, para pemain lainnya juga melakukan hal yang sama. Demikian pula pelatihnya, Indra Sjafri, selalu sujud syukur ketika pemain mencetak gol.  Sedangkan pemain yang beragama Nasrani yang mencetak gol, juga merayakan golnya dengan cara mengingat Tuhannya. Misalnya, Yabes Roni Malaifani yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, ketika mencetak gol melawan Filipina, dia duduk sambil mengeratkan tangannya. Artinya dia sedang berdoa.
                Apa makna dari sujud syukur dan doa yang dipanjatkan para pemain Indonesia setelah mencetak gol tersebut? Dalam pandangan saya, itu dapat dimaknai dengan dua hal. Pertama, agar para pemain yang mencetak gol tidak sombong. Merayakan gol dengan caya yang berlebihan adalah menunjukkan kesombongan yang nyata. Kesombongan dapat merusak konsentrasi dan memberi peluang kepada lawan untuk membalas. Untuk menghindari kesombongan tersebut, cara yang paling baik adalah mengembalikan segala urusan itu kepada Tuhan. Kedua, dengan cara sujud syukur dan berdoa kepada Tuhan, pemain merasakan bahwa apa yang dia lakukan itu  bukanlah atas usahanya sendiri, bukan pula karena taktik dan strategi pelatih semata. Mereka harus diyakinkan bahwa segala sesuatu bisa terjadi atas campur tangan Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh pelatihnya, tidak ada yang tidak bisa dikalahkan kecuali Tuhan.
Elit negara yang tidak bersyukur
                Hari ini kita menyaksikan dengan baik betapa perayaan mencetak gol yang dilakukan dengan cara sujud syukur dan berdoa kepada Tuhan, adalah bagian dari satu dakwah yang pantas untuk ditiru. Saya tidak tahu, apakah hal ini atas perintah pelatihnya atau bukan. Yang jelas, pelatihan Indra Sjafri memang selalu mengingatkan pemainnya untuk tidak melupakan Tuhan. Kita sebagai penonton, serta seluruh bangsa Indonesia sebagai umat beragama, secara tidak sadar sebenarnya kita telah diajak untuk mengingat Tuhan. Kita sepatutnya malu dengan kelakukan kita sendiri. Apakah dalam setiap prestasi yang kita raih, kita sudah melibatkan Tuhan dalam urusan tersebut?
                Pejabat kita, mulai dari elit nasional hingga di tingkat bawah saat ini, tampaknya, sekali lagi ini adalah tampaknya, sudah mulai lupa kepada Tuhan. Beberapa pejabat, pengusaha, elit politik dari berbagai umat beragama, saat ini sudah mendekam di penjara. Kenapa? Mereka terlibat dalam kasus rasuah; suap, tipu, penyelewengan dan sebagainya. Tidak ketinggalan pula perilaku pejabat lainnya yang suka selingkuh atau berzina. Termasuk aparat penegak hukum; polisi, hakim, dan jaksa. Demikian pula aparat negara lainnya, termasuk dosen, guru, bahwa ada juga ustadz atau ulama. Kita semua sedih dengan perilaku tersebut. Mereka sadar atau tidak, telah menyeleweng dari amanah yang diberikan rakyat kepada mereka.
                Kalau ditelusuri, apa yang menyebabkan mereka berperilaku seperti itu? Paling tidak adalah karena mereka tidak mau bersyukur. Dan yang paling bahaya adalah mereka tidak percaya lagi kepada Tuhan. Mungkin dalam penampilannya, dia itu adalah orang yang alim. Namun dalam hatinya adalah keserakahan. Wallahu ‘alam.
(Lantai 5 Pusat Hentian Kajang, Selangor, D.E....13 Oktober 2013 jelang tengah malam).

Post a Comment

0 Comments

close