(Paradise Intercange, Australia Selatan. Pemerintahnya dalam melaksanakan pembangunan benar-benar dilaksanakan secara jujur, adil dan profesional)
Ba’da subuh, sebagaimana biasanya saya melakukan
joging dan jalan-jalan di sekitar lapangan Taman Tenaga, Kajang, Selangor Darul
Ehsan. Lepas itu, untuk mengetahui perkembangan terkini di tanah air, coba buka
beberapa berita yang aktual di negeri ini. Saya amat tertarik judul berita dalam media
online ini: http://www.tribunnews.com/nasional/2013/10/12/dinasti-ratu-atut-dituding-abaikan-salat-subuh-tapi-kerjakan-salat-duha/.
Inilah dua
kalimat terakhir dari berita itu: “Kroni
dinasti ini sebagian besar tidak memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur
yang berguna bagi masyarakat. Sebanyak 62 persen jalan di Banten, kata Danhil,
rusak."Jadi ibaratnya salat subuh enggak dikerjakan, salat duha dikerjain.
Yang primer diabaikan yang sekunder yang mendatangkan keuntungan banyak malah
dikerjakan," ujarnya.”.
Kutipan berita
tersebut semakin menunjukkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh elit politik
dan pejabat di negeri ini, hanyalah untuk kepentingan mereka sendiri. Jauh dari
kepentingan rakyat yang sesungguhnya. Banyak argumentasi yang disebutkan oleh
elit politik dan pejabat negara untuk memberikan bumbu penyedap terhadap
program pembangunan yang mereka canangkan. Misalnya, untuk meningkatkan
produktifitas perekonomian, membuka lapangan kerja, membuka akses bagi
masyarakat, meningkatkan kinerja aparat dalam melayani masyarakat. Dan
seterusnya. Jika dirujuk lebih jauh, argumentasinya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Argumentasi yang sangat baik, tampaknya.
Sesungguhnya
apabila dicermati dengan baik, benar bahwa semua program pemerintah itu adalah
untuk kepentingan rakyat. Pertanyaannya adalah (1) apakah itu merupakan
kebutuhan yang mendesak? (2) apakah itu benar-benar dibuat dengan perencanaan
yang matang (3) apakah sudah mempertimbangkan segala aspek yang terkait di
dalamnya, (4) dan yang paling penting untuk ditanyakan adalah apakah ada atau
tidak ada kepentingan tertentu yang menyelimuti pelaksanaan proyek tersebut?
Hari ini kita
juga mendengar berita bahwa pemerintah merencanakan akan membangun jalan tol di
atas laut yang membentang di sepanjang pesisir utara pulau Jawa. Alasannya untuk
mengurai kemacetan di Pulau Jawa. Bagi saya, alasan tersebut adalah sangat
masuk akal dan rasional. Namun demikian, tetap saja ada beberapa pertanyaan
dalam benak ini. Apakah itu betul-betul kebutuhan yang sangat mendesak bagi seluruh
rakyat Indonesia? Apakah itu sudah mempertimbangkan kesetaraan pembangunan?
Apakah itu tidak akan menyerap anggaran nasional dengan mengabaikan anggaran
untuk pembangunan bidang lain dan di daerah lain? Sementara di Sulawesi dan
Sumatra, keperluan yang mendesak saat ini antara lain adalah kebutuhan akan
listrik, yang sangat sering padam. Mengapa pemerintah tidak serius memikirkan
itu? Belum lagi jalanan nasional yang mirip buah durian. Berduri di sana-sini.
Di Desa Aek
Latong, Kecamatan Sipirok, sekitar tiga minggu lalu, saya melihat sendiri ada
jalanan nasional yang hampir longsor. Saya khawatir kalau tidak segera
diperbaiki, maka jalan itu akan jatuh dan bisa jadi menyebabkan korban jiwa.
Melalui media sosial, saya sudah sampaikan hal ini kepada seorang anggota DPR
RI, Ali Wongso Sinaga. Beliau menjawab akan menyampaikan hal itu kepada Balai
Besar Jalan Nasional. Mudah-mudahan sudah diperbaiki. Saya juga teringat dengan
pembangunan jalan raya di Sulawesi Selatan, mulai dari Kota Makassar hingga ke
Kota Parepare. Kalau tidak salah, sudah hampir lima tahun dimulai, sebagian
sudah selesai, dan sebagian lagi belum. Artinya hingga saat ini belum rampung.
Kenapa? Tentu banyak alasannya. Akan tetapi dalam benak saya, jawabannya adalah
kurang perhatian atau kurang profesional dalam pelaksanaannya. Wallahu’alam.
Saya juga teringat
dengan pembangunan jalan tembus di atas perbukitan di Kecamatan Sipirok,
Tapanuli Selatan Sumatra Utara. Masih di kampung kelahiran saya. Ada jalan yang
dibuat itu membentang dari Kampung Jawaan hingga Kampung Salasa, sekitar tiga
hingga empat kilo meter. Tahun 2011, saya sempat menyusuri jalanan itu. Masih
baru dibuka, jalanan tanah, belum diaspal. Tanah yang dilalui merupakan
perkebuhan dan persawahan milik rakyat. Beberapa anggota keluarga dan famili
saya, memiliki tanah yang diambil untuk jalanan itu. Diambil tanpa ganti rugi.
Katanya untuk kepentingan negara, sehingga tak perlu diganti. Pemerintah
berapologi bahwa jalanan itu penting untuk memudahkan angkutan hasil bumi dan
menghindari bus-bus besar melintas di Kota Sipirok. Pertengahan bulan lalu, saya
ke Sipirok. Saya sempat menatap ke perbukitan melihat jalan itu sudah dipenuhi
ilalang dan kayu-kayuan. Tak ada kelanjutannya. Hingga sekarang dibiarkan
begitu saja.
Di berbagai
tempat di negara ini, pembangunan dengan kasus seperti itu banyak terjadi.
Pembangunan dilaksanakan karena ada proyek. Pokoknya buatlah proyek dengan
anggaran besar. Dengan proyek itu, sebagian bisa ditilep untuk kepentingan
pribadi oknum pejabat atau elit negara lainnya, atau bahkan juga politisi.
Banyak sekali keperluan masyarakat yang sangat mendesak, namun tidak menjadi
urusan atau perhatian pemerintah. Misalnya, persoalan sampah. Dimana-mana di
negeri ini, yang namanya sampah selalu banyak berserakan. Kenapa itu tidak
diperhatikan? Karena kurang anggaran yang bisa ditilep dari proyek persampahan,
selain karena proyek tersebut dianggap sebagai proyek “kacangan” saja.
Sedangkan
untuk pembangunan yang dapat memberikan keuntungan bagi pejabat, dapat
dilaksanakan dengan sekali prioritas, karena apa? Ada kepentingannya di situ.
Bisa jadi untuk mendapatkan fee atau mungkin saja dalam bentuk pencitraan
sebagai modal politik nantinya. Tentu tidak semua pembangunan itu mubazzir atau
mengada-ada, atau tidak penting. Kita menghargai niat baik pemerintah yang
benar-benar melakukan pembangunan untuk kepentingan rakyat. Apalagi jika dalam
pelaksanaannya, jauh dari kongkalikong dengan penguasa, politisi, dan calo-calo
anggaran.
Kita berharap
sebenarnya, agar pembangunan dalam negara ini dibuat dengan memperhatikan aspek
kepentingan warganegara secara keseluruhan. Tidak
terkontaminasi dengan kepentingan pribadi, kepentingan pengusaha, kepentingan
golongan dan seterusnya. Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang
bermanfaat bagi rakyat dalam arti yang sebenarnya. Untuk mewujudkan pembangunan
seperti itu, paling tidak ada hal yang mesti dipertimbangkan.
Pertama,
pemerintah harus jujur, adil, dan profesional. Jujur dalam arti bahwa pembangunan
dilaksanakan dengan tanpa tendensi apapun. Adil bermakna bahwa pemerintah dalam
menentukan rencana pembangunan mesti memikirkan keperluan bagi sebagaian besar
warganegara, bukan hanya di kawasan tertentu yang menjadi prioritas.
Profesional bermaksud bahwa pembangunan memang ada mekanisme resmi yang perlu
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa harus ada campur tangan dan
kepentingan dari oknum-oknum tertentu yang mengambil keuntungan pribadi atas
pembangunan tersebut.
Kedua, mengikutsertakan warganegara
dalam segala aspek pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan dan evaluasi. Pemerintah harus mengajak warganegara berdialog
tentang pembangunan. Dilaksanakan dengan serius dan jujur. Tidak hanya
formalitas belaka, seperti Musrembang. Masyarakat harus dijadikan sebagai objek
dan sekaligus sebagai subjek pembangunan. Masyarakat harus tahu apa yang akan
dilaksanakan, apa manfaatnya bagi mereka, apa yang harus mereka lakukan,
bagaimana melakukannya dan mereka tidak dijadikan sebagai justifikasi semata
dalam proyek tersebut. Pelibatan warganegara dalam pembangunan akan memberikan
kemudahan dan mempercepat terlaksananya pembangunan. ***
(Lantai V Apartemen Pusat Hentian
Kajang, Selangor Darul Ehsan, Sabtu, 12 Oktober 2013 pagi jelang siang).
0 Comments