(Salah satu Kota Kajang, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. Umat Islam di sini dilarang berjudi. Pejabat Pemerintahannya pun dilarang berjudi).
Apa
dampak kekalahan Timnas Italia melawan Timnas Spanyol dalam perebutan Piala
Eropa tahun 2012 lalu bagi pejabat di negeri ini? Ada satu contoh kasus yang pernah
saya dengar. Seorang anggota DPRD salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Barat mengadakan taruhan dengan seorang Pejabat Kodim (TNI) masih dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Barat. Bukan main tahurannya Rp 500 Juta bagi pemenangnya.
Anggota dewan memegang Italia dan si oknum TNI tadi memegang Spanyol. Ternyata
yang menang adalah Spanyol. Dengan demikian si anggota dewan mesti membayar Rp
500 Juta kepada oknum tentara tadi. Karena tidak punya uang cas, disepakati satu
unit mobil fortuner menjadi “uang mukanya”. Singkat cerita, sang anggota dewan
baru dapat melunasi “hutangnya” itu setelah meminta bantuan atau meminjam ke
sana ke mari, bahkan kepada sanak saudaranya.
Cerita
di atas sulit untuk diverifikasi kebenarannya. Tapi saya sangat yakin bahwa
kejadian-kejadian seperti ini banyak terjadi di negeri ini. Oknum pejabat,
mulai dari staf PNS kantor gubernur, tentara, polisi, jaksa, hakim, PNS
lainnya, tidak sedikit yang gemar melakukan perjudian. Bahkan dalam pemilihan
kepala daerah, ada diantara mereka yang melakukan taruhan. Setiap ada
pertandingan sepak bola, baik di dalam maupun di luar negeri, menjadi ajang
bagi mereka untuk berjudi. Tentu tidak semua pemimpin di negeri ini ikut
berjudi, akan tetapi jumlah yang gemar berjudi, saya pikir tidak sedikit.
Adakah pengaruh tertinggalnya pembangunan di negeri ini dibandingkan dengan
negara-negara lain akibat perjudian yang dilakukan oleh pejabat tersebut?
Hari
ini koran online yang terbit di Makassar memberitakan bahwa seorang oknum
polisi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, ditangkap sedang pesta sabu-sabu di
sebuah kamar hotel. Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi di negeri
ini. Polisi, tentara, jaksa, hakim, dan PNS lainnya yang tertangkap pesta
sabu-sabu. Bahkan pernah juga diberitakan seorang kepala satuan narkoba justeru
ditangkap karena dia menjual narkoba dengan nilai puluhan juta rupiah. Demikian
pula seorang jaksa yang mengisap ganja. Uniknya lagi ganja yang dia hisab
tersebut, diambil dari barang bukti yang diperlihatkan di dalam persidangan.
Ada juga oknum sipir, penjaga tahanan, yang menjual narkoba kepada narapidana
di penjara.
Kawan
saya yang seorang mantan camat di salah satu kecamatan di Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan, menceritakan bahwa ketika dia menjadi camat, ada kenalannya
seorang perwira TNI yang suka minum-minuman keras. Bahkan setiap minggu, oknum
TNI ini memanggil anak buahnya untuk ikut bersama-sama pesta minuman keras di
rumah dinasnya. Hampir setiap kota-kota besar di Indonesia, selalu ada pabrik
minuman. Beberapa waktu lalu dikabarkan, bahwa di Kabupaten Gowa Sulawesi
Selatan, ada pabrik minuman keras. Bupatinya berang, karena ada oknum polisi
yang membekingi pabrik minuman keras tersebut.
Dalam
beberapa hari terakhir ini, Komisi Yudisial sedang menyidangkan seorang hakim
yang sudah bersuami dilaporkan melakukan perzinahan dengan seorang pengusaha.
Bayangkan, seorang “Wakil Tuhan” rela berzina? Berzina dengan sukarela adalah
tindakan yang paling buruk daripada seorang pelacur. Manakala seorang pelacur
adalah bekerja untuk mendapat imbalan berupa uang. Sedangkan “wakil tuhan” yang
berzina adalah untuk memuaskan hawa nafsunya. Beberapa waktu lalu, juga
dikabarkan seorang PNS yang merupakan ada dari seorang oknum pejabat di
kabupaten dalam wilayah Sulawesi Selatan, melarikan seorang perempuan yang juga
PNS juga. Setelah dicari, ternyata mereka sudah satu minggu berada dalam sebuah
rumah melalukan kumpul kebo. Berkumpul seperti kerbau. Saya juga pernah
mendengar cerita dari teman, bahwa seorang bupati tidak segan-segan mengangkat
seorang perempuan menjadi PNS yang telah “dipakainya” beberapa kali. Pada
peristiwa lain, ada oknum dosen di sebuah perguruan tinggi di Makassar, terpaksa
menikah dengan seorang mahasiswanya sudah hamil.
Tentang
korupsi. Ini adalah perkara yang paling menarik perhatian masyarakat dalam
minggu ini. Seorang pejabat negara, Ketua Mahkamah Konstitusi, ditanggap oleh
Komisi Pemberantasan Korupi (KPK) ketika menerima suap atas perkara yang dia
tangani. Soal korupsi ini, luar biasa dan terjadi pula di semua level. Tidak
hanya pejabat pemerintah, tentara, polisi, PNS, hakim dan lain-lain, termasuk
pula tokoh masyarakat, ulama atau ustadz, guru besar atau professor dalam
sebuah perguruan tinggi juga terlibat dalam kasus korupsi? Adakah ulama yang
korupsi? Paling tidak seorang pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), ikut
ditangkap KPK karena menyuap Ketua MK. Walaupun saya yakini, bahwa perbuatannya
itu tidak terkait dengan statusnya sebagai pengurus MUI. Namun hal ini sangat
disayangkan. Beberapa media massa juga menyayangkan adanya oknum pengurus MUI
yang tertangkap karena menyuap.
Dari
kasus-kasus tersebut di atas, kembali ada pertanyaan dalam benak saya; adakah
hubungan antara perilaku para pemimpin yang sangat-sangat tidak terpuji tersebut dengan tingkat
kesejahteraan rakyat di seluruh negeri ini yang masih tertinggal dibanding
dengan negara-negara lain?
Pertama, darimana uangnya untuk berjudi,
berzina, miras, narkoba? Saya rasa bukan dengan gajinya. Tentu dia akan mencari
uang tambahan di luar gajinya. Jadi untuk melampiaskan hawa nafsunya, mereka
melakukan korupsi.
Kedua, habis waktunya untuk melakukan
judi, zina, miras dan narkoba. Waktu yang seharusnya dipakai untuk memikirkan
rakyat, habis untuk memenuhi nafsu bejatnya. Tak ada lagi waktunya untuk
memikirkan rakyat, kecuali bagaimana menguras uang rakyat untuk dipakai
foya-foya.
Ketiga, pemimpin yang berperilaku buruk
tersebut, tidak memiliki niat baik untuk membangun negara ini. Kenapa? Karena dibenaknya
hanya kepentingan sesaat, bagaimana memenuhi ambisi dan keinginan pribadi
supaya bisa cepat kaya dan memenuhi keingin hidup sesuai dengan kemauannya.
Keadaan
seperti ini memanglah sangat memprihatinkan. Kita sedih dengan kelakukan para
pejabat di negeri ini. Kita tidak tahu apa sebenarnya yang salah dalam negara
ini? Saya tidak tahu, apakah masih ada pemimpin yang prihatin sebagaimana
prihatinnya saya? Kalau ada pemimpin yang prihatin, sejauh mana dia prihatin?
Apa yang dia lakukan untuk mengatasi masalah ini? Atau si pemimpin ini juga
menjadi bagian dari keprihatinan saya?
Bagaimana
mengatasinya? Apa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah kelakukan
pemimpin yang tidak terpuji? Mari kita pikirkan bersama.***
(Ruang Pelajar Siswazah, Mention, FSSK, UKM –
Bangi, Selangor Darul Ehsan, ba’da Dzhuhur jelang Ashar, Senin, 7 Oktober
2013).
1 Comments
Sebaiknya judulnya seperti ini: Pemimpin di Negeri Kita: Mulai dari Judi, Narkoba, Miras, Zina hingga Korupsi. Tak apalah, sudah terlanjur diupload. Gambar yang dicantumkan adalah untuk memberi warna atau perhatian lain dalam artikel ini.
ReplyDelete