About Me

Demonstrasi Dosen VS Mahasiswa, Buruh dan Petani



Jika Dosen Harus Demonstrasi

Apa yang menyebabkan seseorang itu melakukan demonstrasi atau unjuk rasa? Sejatinya, adalah karena dia merasa diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Boleh jadi pula karena dia melihat ada ketidakadilan yang diperlukan oleh orang lain kepada orang lain. Lebih dari itu, seseorang melakukan demonstrasi untuk memperoleh perhatian dari orang lain. Ataukah ia ingin mendapatkan pembenaran dari orang lain atas apa yang menimpa dirinya.

Pada umumnya, mereka yang mengadakan demonstrasi adalah dari pihak yang lemah atau kalah, atau merasa tidak dihargai. Mengapa mahasiswa suka demonstrasi? Karena mereka merasa dirugikan atas suatu kebijakan. Atau katakanlah, mereka merasa ada pihak yang merugikan rakyat. Jadi mereka membela rakyat. Katanya. Pernahkah seseorang melakukan demonstrasi setelah menang atau diuntungkan atas suatu perkara? Mungkin saja pernah, dalam hal melakukan syiar atau publikasi atas apa yang mereka peroleh. Dalam kasus tertentu, pihak yang menang juga pernah “pura-pura” melakukan demonstrasi. Dalam hal politik, itu sering terjadi. Apakah yang tidak bisa dilakukan dalam perkara politik?
 (Foto ini berada di Kampus UKM Bangi, Selangor Darul Ehsan. Tak pernah mendengar ada mahasiswa atau dosen yang demonstrasi).


Selama saya menuntut ilmu di Malaysia, sudah memasuki tahun keempat, belum pernah melihat adanya demonstrasi besar-besaran sebagaimana sering terjadi di negeri kita. Seingat saya, dua kali saya melihat mahasiswa demonstrasi dalam bentuk penyampaian orasi dalam waktu berbeda di tempat yang sama, yakni di Masjid Pusat Islam Universiti Kebangsaan Malaysia, seusai shalat Jum’at. Demo pertama adalah terkait isu Kristenisasi di Malaysia. Kedua, kalau tidak salah dengar, tentang pembayaran uang praktikum bagi mahasiswa yang akan mengikuti bengkel industri. Bukan pembayarannya yang mereka protes, tapi waktunya yang tidak tepat. Selain kedua, demo tersebut, saya tidak pernah melihat ada demonstrasi dalam kampus UKM. Memang pernah diberitakan ada demonstrasi partai politik di Kuala Lumpur, tapi saat itu saya tidak lihat.  Sedangkan demonstrasi para dosen, sama sekali tidak pernah.

Di negara kita, Indonesia, ada tiga komponen pihak yang paling sering dan paling besar melakukan demonstrasi; mahasiswa, buruh, dan petani. Mahasiswa melakukan demonstrasi karena membela rakyat kecil. Buruh biasanya demonstrasi untuk menuntut kenaikan bayaran upah kerja. Petani, sering melakukan demonstrasi karena sawahnya digusur tanpa ganti rugi yang memadai. Selain itu, komponen yang cukup sering melakukan demonstrasi dalam jumlah besar adalah guru dan aparat desa. Kedua profesi ini pada umumnya melakukan demonstrasi untuk menuntut diangkat menjadi pegawai negeri sipil atau memperoleh tunjangan. Terakhir kita mendengar adalah dokter yang melakukan demonstrasi secara massal di seluruh Indonesia. Mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh lembaga pengadilan.

Dalam sejarah demonstrasi di negeri ini, sangat jarang kita mendengar demonstrasi yang dilakukan oleh dosen dan guru besar atau professor, baik dalam jumlah kecil maupun besar. Jikapun pernah mereka ikut demonstrasi, biasanya ikut dengan komponen lain. Misalnya mendampingi atau memantau mahasiswa atau mengadvokasi masyarakat lainnya.

Apa masalahnya jika sejumlah dosen dan guru besar melakukan demonstrasi? Sebenarnya tidak ada masalah. Sebab demo adalah wahana penyampaian aspirasi atau keinginan yang belum tersalurkan kepada pihak-pihak tertentu, utamanya pemegang kebijakan atau penguasa. Demonstrasi para dosen, dalam pandangan saya, dapat diterima bila itu adalah menyangkut kemaslahatan masyarakat secara umum. Misalnya, sekitar tahun 2002, sejumlah guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Makassar, ikut demonstrasi di Lapangan Karebosi Makassar, mengutuk serangan Amerika Serikat ke Irak.

Bagaimana jika materi yang didemonstrasikan adalah persoalan pribadi atau jabatan? Boleh saja dan itu hal yang wajar. Menuntut keadilan dan persamaan hak, adalah manusiawi. Namun demikian, dalam pandangan saya, dosen dan guru besar sebaiknya jangan melakukan demonstrasi secara terbuka, apalagi dilihat orang, mahasiswa dan mengundang wartawan untuk meliputnya. Mengapa?

Pertama. Dosen adalah kelompok masyarakat paling terpelajar di negeri manapun. Demonstrasi secara terbuka, bukanlah tabiat dosen. Jika dosen juga ikut melakukan demonstrasi untuk mencapai keinginannya, apa bedanya dengan kelompok masyarakat lainnya? (mahasiswa, buruh, dan petani). Sejatinya dosen memiliki pemikiran yang jernih, maka menyampaikan aspirasi pun harusnya dengan pikiran dan cara-cara yang jernih pula. Demonstrasi, dimanapun dipandang sebagai cara yang kurang jernih dalam menyampaikan aspirasi.

Kedua. Dosen mesti melakukan tindakan yang sesuai hukum dalam menyampaikan aspirasinya. Misalnya adanya dugaan korupsi di satu universitas, mestinya dilaporkan ke penegak hukum. Bila ada surat keputusan dekan yang dianggap salah, boleh diajukan gugatan ke pengadilan, dan seterusnya. Atau melaporkan hal itu ke pimpinan yang lebih tinggi secara berjenjang dan profesional. Bagaimana jika pimpinan paling atas tidak memberikan jawaban sesuai keinginan para dosen tersebut? Ya seharusnya, sabar saja dan menerima keadaan dengan jiwa besar. Bukankah itu lebih baik daripada memprovokasi orang lain ikut mengadakan demonstrasi?

Ketiga. Dosen yang melakukan demonstrasi setelah kalah dalam pertarungan misalnya dalam pemilihan dekan atau pembantu dekan, adalah kurang baik. Mereka terkesan mau menang sendiri, tidak sabar, dan tidak tahu cara yang lebih elegan menyampaikan keinginan. Mudah-mudahan di kemudian hari, saya tidak pernah ikut melakukan demonstrasi atas sebab saya kalah dalam satu pertarungan jabatan.

Keempat. Dalam kapasitas pribadi saya, misalnya sebagai seorang dosen, dalam hal apa saya harus melakukan demonstrasi? Saya lebih memilih sabar daripada ribut, jadi tontonan mahasiswa, dan cemoohan karyawan. Kecuali memang saya diperlakukan sangat-sangat tidak adil, dan saya memiliki alasan kuat atas perlakuan tersebut. Jika pun saya harus demonstrasi, adalah atas pemikiran dan keinginan saya sendiri, bukan karena provokasi orang lain. Kalaupun saya tetap kalah, ya, sabar saja.

Wassalam.
Lantai II Bangunan PTSL, Kampus UKM, Bangi, jelang Ashar, 30 Januari 2014

Post a Comment

0 Comments

close