(Foto: komentar salah seorang teman di media sosial, yang memprotes
pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus narkoba)
Perhatian Australia
terhadap Warganya
Dalam
satu pekan terakhir ini, media massa di Indonesia sibuk dengan pemberitaan
tentang pembebasan seorang perempuan terpidana kewarganegaraan Australia
bernama Schapelle Leigh Corby, dari Lembaga
Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar, Bali. Wanita cantik dari Queensland ini,
dibebaskan secara bersyarat oleh pemerintah Indonesia. Dia
ditangkap pada tahun 2004 lalu di Bandar Udara Internasional Ngurah
Rai dengan 4,1 kilogram ganja.
Banyak
pihak yang tidak setuju dengan pembebasan secara bersyarat tersebut. Menurut
pihak yang tidak setuju, pembebasan ini adalah bentuk diskriminasi pemerintah
Indonesia. Mengapa hanya dia yang dibebaskan, sedangkan yang lain tidak? Ada
juga indikasi ketakutan pemerintah Indonesia terhadap tekanan pemerintah
Australia yang menginginkan agar warganegaranya tersebut dapat dibebaskan dari
penjara.
Sebelumnya, dia yang divonis selama 20 tahun
penjara, tapi baru 9 tahun sudah dibebaskan. Presiden SBY pernah memberikan
grasi lima tahun kepadanya pada 15 Mei 2012. Namun demikian saya meyakini
bahwa, pemerintah RI tentu masih memiliki banyak pertimbangan sehingga
membebaskannya. Menurut Ketua DPR Marzuki Ali, pembebasan tersebut sudah sesuai
aturan.
Terlepas dari itu semua, sesungguhnya pun saya kurang
setuju dengan pembebasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut. Terhadap
kasus ini, saya ingin memberikan dua catatan. Pertama. Adanya perhatian
Pemerintah Australia terhadap warganegaranya. Saya meyakini sepenuhnya bahwa
pembebasan tersebut, tidak mungkin tidak, pasti ada campur tangan pemerintah
Australia. Seberapa besar campur tangan tersebut, saya juga tidak tahu persis.
Yang jelas bahwa sulit membantah bahwa pembebasan Corby merupakan salah satu
contoh bagaimana diplomasi yang dilakukan oleh Australia dalam melindungi
warganegaranya. Memang sudah menjadi
kewajiban sebuah negara untuk melindungi atau memperhatikan warganegaranya, dan
semua negara pasti akan melakukan hal yang demikian. Pemerintah Indonesai juga
beberapa kali telah mencoba melakukan pembelaan kepada warganegaranya yang
mendapat hukuman di luar negeri, seperti di Malaysia dan di Saudi Arabia,
utamanya tenaga kerja yang bermasalah.
Catatan yang kedua adalah, soal pemberian grasi dan
pembebasan bersyarat. Bahwa kedua hal ini adalah sesuai dengan Undang-Undang,
tentunya kita boleh sepakat. Akan tetapi, dalam pandangan saya, terhadap
beberapa kasus yang besar dan memiliki dampak terhadap masyarakat secara luas
dan kehidupan bernegara, pemberian tersebut perlu dipertimbangkan dengan lebih
cermat. Salah satu pertimbangan yang mesti dipahami oleh pemerintah adalah
perasaan masyarakat Indonesia. Jangan sampai pemberian grasi dan pembebasan
bersyarat kepada seorang terpida melukai rasa keadilan masyarakat. Kemudian
daripada itu, masalah-masalah besar yang dilakukan seseorang, seperti korupsi
dan narkoba, ada baiknya tidak diberikan grasi, kecuali dengan alasan
kemanusiaan, misalnya umurnya sudah sangat renta dan kesehatan yang semakin
memburuk.
Wallahu’alam.
Bilik Karel Lima, PTSL, Kampus UKM Bangi, ba’da
Ashar, 9 Februari 2014
1 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete