About Me

Sumbangan Pengusaha Pemegang Lisensi KFC Malaysia untuk Islam

(Bangunan Istana yang jadi Ma'had Hafalan Qur'an)

Hubungan KFC dengan Hafalan Qur'an.
Memanfaatkan hari libur dan coba refresing dari menulis tesis, kemarin saya memenuhi undangan Ustadz Muhlis (pelajar PhD. FPI-UKM yang berasal dari Palopo Sulsel) berkunjung ke Ma'had Tahfiz Baitul Rahmah, di atas pegunungan daerah Hulu Langat Selangor Darul Ehsan . Ma'had ini berada di daerah yang amat sejuk, rindang dengan pepohonan; durian, manggis, rambutan, lengkeng, jeruk, kelapa dan lain-lain. Sayangnya sedang tidak musim.
Di luar kompleks ma'had adalah perkebunan karet. Meski arel perkebunan, semua jalanannya sudah diaspal, meski saya perhatikan bahwa beberapa rute jalan yang diaspal ini sudah lama tidak dilalui.
Ma'had ini membina empat puluh orang santri, dari berbagai usia. Tidak ada batasan umur masuk ke sini, mulai dari SD hingga SMA. Mereka tiap hari hanya hafalan Qur'an, tidak ada pelajaran lain. Satu orang santrinya adalah anak seorang pensiunan jenderal polisi Malaysia. Mereka dibina sekitar lima orang ustaz. Pak Muhlis adalah satu orang pembinanya.
Pak Muhlis adalah alumni pesantren 77 Bone atau Sinjai di Sulsel, lalu ke Yaman, dulu sempat mengajar di Al Beer Unismuh Makassar. Selain Pak Muhlis, ada juga ustaz Ibrahim, pria yang berasal dari Muna, Sulawesi Tenggara. Sudah berkeluarga dan anaknya ada tiga orang. Ketika shalat subuh tadi, anak perempuannya datang merangkul ayahnya dari belakang. Berdiri bulu romaku mengingat perlakuan Athirah (anak perempuanku)  kepada saya di surau Asy Syakirin setiap selesai shalat.
Ketika shalat subuh di ma’had ini, saya agak heran: bacaan basmallah disirkan dan tidak qunut. Sesuatu yang sangat berbeda dengan cara beribadah hampir seluruh umat Islam di Malaysia. Sebab hampir seluruh surau dan masjid di Malaysia sepanjang pengetahuan saya adalah melaksanakan doa qunut pada saat subuh dan melafazkan bacaan basmallah.
Di ma’had ini, saya sempat bincang-bincang dengan petugas memasak, sepasang suami isteri yang berasal dari Medan. Ketika kutanya marganya, mereka tak punya marga, karena merupakan keturunan Jawa atau istilah kerennya adalah Pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatra). Mereka sudah lama tinggal di Malaysia. Suami dan anak-anaknya sudah jadi warga negara Malaysia dan ikut mengundi dalam pilihan raya. Sedangkan isterinya belum, baru mendapat IC merah. Dia belum boleh ikut mengundi di Malaysia. Wah, walaupun tukang masak, mereka naik mobil sedan putih mulus, masih baru, corona!
 (Berfose di depan papan nama ma'had)

Apa hubungannya dengan KFC?
Sebenarnya saya tidak terlalu suka makan di KFC, kecuali dengan Ici (ponakanku dan ayahnya yang suka mentraktir) dan teman-temannya (para sepupunya) ....hhehhe....  Beberapa kali saya juga mesti  memenuhi permintaan  Athirah untuk makan di KFC Bandar Tasik Selatan, ataupun di air port Makassar atau KLIA.
 Mulai hari ini tampaknya saya harus lebih sering makan di KFC khususnya di Malaysia, apalagi kalau sedang lapar. Sebab, makan di KFC Malaysia secara tidak langsung telah membantu anak-anak yang sedang belajar hafalan Al Qur'an.
Kompleks Ma'had Baitul Rahmah ini, sebenarnya satu bangunan sahaja, tapi terdiri dari banyak kamar dan ruangan kosong. Satu ruangan dijadikan surau. Santri tidur di kamar masing-masing. Ada juga surau tersendiri agak turun ke bawah, tapi tidak dipakai shalat. Di depan bangunan ada kolam renang, sayangnya lagi retak, sehingga tak berisi air. Luas kompleks ini, kira-kira ukuran enam kali lapangan bola standar FIFA.

Menurut cerita Ustaz Muhlis, dulunya bangunan yang mirip istana ini adalah milik salah seorang anak Tun Mahatir Muhammad, mantan Perdana Menteri Malaysia. Beberapa tahun lalu, "istana" ini dijual kepada seorang pengusaha Malaysia yang tinggal di Inggris. Ternyata pengusaha Malaysia ini adalah pemegang lisensi KFC di Malaysia. 
 (Ustadz Muhlis dan Pak Ridwan, berdiskusi tentang angan-angan mereka membangun pesantran serupa di Sulawesi. Mobil putih paling kanan adalah sedan milik tukan masak)


Oleh pengusaha ini, istananya dipinjamkan kepada seorang ustaz keturunan Cina (lupa namanya). Ustaz keturunan Cina ini punya yayasan Islam dan memiliki berbagai amal usaha; surau, pengajian, panti asuhan. Ma'had tahfiz Qur'an ini adalah salah satu amal usahanya. Dia itu seorang alumni Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Jadi saya pahamlah tadi, kenapa shalat subuh tidak doa qunut dan bacaan basmallah disirkan.

Pembiayaan santri di sini adalah membayar RM 200 perbulan atau sekitar enam ratus ribu rupiah setiap orang, sudah termasuk semuanya; makanan, penginapan dan lain-lain. Sedikit sekali ya? Padahal gaji seorang guru pembina mencapai RM 2500 per bulan, mana lagi untuk biaya makan. Ternyata sang pengusaha pemilih lisensi KFC ini dan beberapa pengusaha Cina Muslim menjadi donatur tetap untuk membiayai operasional pesantren.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bila kita makan di KFC Malaysia, sekian persen, walaupun jumlahnya sangat kecil, telah memberikan andil kepada upaya mencetak insan-insan yang boleh menghafal qur’an.
Hal ini juga mengingatkan saya terhadap kejadian di Indonesia. Setiap saat restoran KFC di Makassar khususnya, selalu menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa. Katanya itu adalah antek-antek Amerika, Israel, Yahudi dan macam-macam tuduhan lainnya. Saya justru curiga, mahasiswa yang suka demo itu adalah para preman yang meminta “sumbangan”, dengan memanfaatkan situasi yang terjadi di berbagai belahan dunia. Wallahu’alam.
 (Athirah dan ibunya makan di KFC Bandar Tasik Selatan, Kuala Lumpur, sebelum berangkat ke UTHM Batu Pahat, Johor Baru, akhir Maret 2014 lalu).

Post a Comment

0 Comments

close