About Me

Menggerogoti Uang Negara Melalui Perjalanan Dinas


Pengurangan Anggaran Perjalanan Dinas

Presiden RI terpilih, Joko Widodo, dalam satu kesempatan mengatakan pemerintahan yang dipimpinnya untuk masa mendatang akan berupaya mengurangi pos anggaran perjalan dinas, tentunya yang dilakukan oleh para pegawai negeri sipil atau PNS di seluruh Indonesia. Menurut pendapat saya, pernyataan mantan Walikota Solo ini adalah sangat tepat dan saya mendukung dengan sepenuhnya. Sebab pengurangan anggaran perjalanan dinas, bukan saja menghemat anggaran yang harus dikeluarkan oleh negara, adalah juga untuk mengefesienkan sumber-sumber yang sudah ada.
            Menurut Jokowi, anggaran perjalanan dinas seluruh Indonesia mencapai Rp 30 Triliyun. Angka yang cukup pantastis. Sedangkan masih banyak hal yang perlu dilakukan selain melakukan perjalanan dinas. Dalam pengamatan saya selama ini memang kerap kali pejabat pemerintah yang melakukan perjalanan dinas. Sebagian memang dilakukan demi keperluan pemerintahan. Namun demikian, tidak jarang perjalanan dinas dilakukan karena adalah untuk menghabiskan anggaran saja. Bahkan ada pula pejabat pemerintah yang melakukan korupsi dengan cara memperbanyak anggaran dinas.
            Berikut ini adalah beberapa cara melakukan perjalanan dinas yang sering dilakukan oleh pejabat negara, yang tidak efektif. Data ini saya himpun dari berbagai sumber, seperti pengalaman pribadi, melihat status teman di media sosial, pemberitaan media massa, dan lain-lain:
1.     Pada pertengahan tahun 2000 lalu, ada keluarga saya yang bekerja di salah satu departemen di Jakarta. Dia menelepon mengabarkan akan datang ke Makassar. Minta disiapkan hotel dan sewa kendaraan. Lalu diapun datang berdua, bersama dengan temannya. Selama dua hari di Makassar, saya menemani mereka berdua. Yakni mendatangi kantor Gubernur Sulsel dan salah satu kantor departemen di Jalan A.P. Pettarani Makassar. Di kantor Gubernur, saya lihat mereka tidak punya pekerjaan apa-apa, melihat-lihat saja. Lalu ke kantor departemen di Pettarani. Di sana, dia hanya ngobrol sebentar dengan sekretaris departemen tersebut sambil minta fotocopian data. Lalu menandatangankan surat perjalanan dinasnya. Setelah itu, istirahat di  hotel. Besoknya, mereka berangkat di Jayapura. Mungkin melakukan hal yang sama.
Dalam pikiran saya, kalau hanya untuk minta fotocopy data, untuk apa mereka datang? Berapa tiket mereka Jakarta-Makassar-Jayapura? Berapa pula biaya hotelnya? Berapa biaya sewa mobil dan seterusnya?
Padahal sebenarnya data bisa diminta lewat email, menelepon atau faximile, atau mengecek di data-data yang sudah pernah dikirimkan kepada mereka.
Jadi di benak saya, kedatangan mereka berdua melakukan perjalanan dinas, tidak begitu penting, kecuali untuk memanfaatkan anggaran perjalanan dinas yang sudah disediakan oleh kantor mereka.
Konon kabarnya, jika anggaran dinas yang sudah disediakan tidak terpakai, maka akan dikembalikan ke negara? Atau boleh saja, disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

2.     Saya pernah menjadi panitia sertifikasi dosen di UIN Alauddin tahun 2010 lalu. Saat itu UIN Alauddin menjadi salah satu universitas yang memeriksa berkas-berkas fortofolio dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi Islam di kawasan timur. Saya menerima kedatangan beberapa staf dari berbagai universitas membawakan berkas-berkas tersebut. Mereka yang datang membawa berkas itu biasanya dua atau tiga orang,  dari Gorontalo  tentunya dengan bekal perjalanan dinas. Padahal sebenarnya berkas tersebut dapat dikirim lewat pos. Jika dikhawatirkan terlambat nanti diterima, seharusnya jadwal dari awal yang diperbaiki. Jika dikhawatirkan berkasnya tidak sampai, dapat diasuransikan. Sehingga sebenarnya mereka tak perlu mengeluarkan biaya negara hanya untuk membawa berkas tersebut.
Ada juga seorang teman dalam statusnya di media sosial, sedang berada di Medan mengantar sertifikat kelulusan dosen yang sudah disertifikasi untuk dosen-dosen di perguruan tinggi di Aceh. Katanya, dia hanya sampai di Medan saja, tidak sampai ke Aceh. Dia sudah janjian dengan staf perguruan tinggi tadi di salah satu hotel di Medan dengan membawa stempel untuk mencap surat perjalanan dinasnya. Padahal sebenarnya, surat-surat atau sertifikat itu, dapat dikirim via pos. Hanya saja karena sudah dianggarkan, maka biaya perjalanan dinas harus dipakai. Tidak ada pemikiran untuk melakukan penghematan.

3.     Melalui media massa, saya pernah membaca pernyataan seorang pejabat di Sulawesi Barat, bahwa dia bersama stafnya sedang ke Jakarta, menjemput SK pengangkatannya. Tentunya penjemputan SK tersebut dibebankan kepada negara melalui anggaran perjalanan dinas. Padahal sebenarnya, SK tersebut dapat dikirim via pos atau email. Kembali kepada kenyataan di atas, karena sudah ada anggarannya, maka harus dijemput langsung ke Jakarta.

Inilah sekedar contoh betapa memang banyaknya anggaran perjalanan dinas yang sebenarnya tidak penting untuk dilakukan. Saya juga tidak menafikan bahwa, ada juga perjalanan dinas yang perlu, misalnya untuk menghadiri seminar, melanjutkan pendidikan, rapat pimpinan, dan seterusnya. Akan tetapi untuk hal-hal yang dapat dilakukan dengan efesien dan efektif, tak perlu melakukan perjalanan dinas. Hanya memang, banyak faktor yang menyebabkan kita semua masih gemar melakukan perjalanan dinas. Tidak hanya karena ingin mendapatkan uang tambahan, juga karena hal lain.
Untuk masa yang akan datang, seharusnya biaya perjalanan dinas harus diupayakan seminimal mungkin. Hal lain yang perlu dilakukan adalah membina mental para pejabat kita dan kita sebagai aparat negara, agar dapat berpikir untuk membantu menghemat anggaran negara, supaya anggaran negara lebih baik dimanfaatkan kepada peruntukan yang lebih mengenai sasaran yang tepat.***
============
Agus Marto: 40% Anggaran Perjalanan Dinas Dikorupsi PNS
http://hizbut-tahrir.or.id/wp-content/uploads/2012/05/pns.jpgMenteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui kebocoran biaya perjalanan dinas mencapai 30%-40%. Pemerintah meminta seluruh Kementerian Lembaga (K/L) melakukan pengawasan lebih ketat.
“Perjalanan dinas yang mungkin, bocor pada kisaran 30%-40%,” kata Agus dalam sambutan acara pelantikan eselon II di Kemenkeu, Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Agus menerangkan modus operandi dilakukan PNS nakal mengakali biaya perjalanan dinas, yakni pengurusan visa. Untuk itu Agus meminta pengawasan lebih ketat.
“Seluruh departemen dan institusi untuk melakukan pengawasan perjalanan dinas dan urusan visa,” paparnya.
Sebelumnya Agus Marto menyatakan, dari laporan audit perjalanan dinas yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ada kemungkinan para PNS yang disebut melakukan ketidakpatuhan terhadap anggaran.
“Saya mendapatkan informasi itu dan itu sebetulnya kan hanya sebagian yang diungkapkan tentang ketidaktertiban pengelolaan keuangan. Jadi, saya dapat mengerti kalau seandainya masih ada satu aktivitas transit. Jadi mungkin ada periode dimana si pelaku belum menyelesaikan administrasinya,” ujarnya.
Selain pos perjalanan dinas, ada pula bagian lain yang berpotensi membahayakan keuangan negara. “Jadi kita jangan hanya melihat perjalanan dinas, tapi masih ada lagi di pos-pos lain yang lebih membahayakan gitu ya. Jadi begitu banyak ketidaktaatan atau ketidaktertiban yang musti dirapihkan,” tegasnya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan, jumlah anggaran perjalanan dinas PNS di tahun ini nilainya mencapai Rp 18 triliun.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Khadafi anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga negara pada RAPBN tahun 2012 diperkirakan Rp 23.9 triliun. Angka ini mencakup perjalanan dinas dalam dan luar negeri.
Pemangkasan biaya perjalanan dinas ini wajib dilakukan mengingat potensi penyimpangan anggaran yang terjadi. Pada 2009, anggaran perjalan dinas PNS terjadi penyimpangaan sebesar Rp 73,5 miliar di 35 kementerian/lembaga. Pada 2010, temuannya penyimpangan perjalanan dinas PNS menjadi Rp 89,5 miliar di 44 kementerian/lembaga. (detik.com, 25/5/2012)

Post a Comment

0 Comments

close