Menengok Surau di KBRI Kuala Lumpur
Sejatinya, setiap tempat-tempat umum yang mendatangkan orang banyak,
terutama sudah diketahui bahwa sebagian besar yang datang itu adalah orang yang
beragama Islam, pihak penyelenggara atau tuan rumah senantiasa menyiapkan
ruangan shalat atau surau. Ini sudah berlaku di negara kita di Indonesia.
Misalnya bila ada seminar, biasanya disiapkan ruangan shalat. Bahkan di stadion
sepakbola atau di setiap SPBU, senantiasa ada ruangan shalatnya.
Di Malaysia, sebagai negara Islam, penyediaan ruangan shalat, dalam
pandangan saya, adalah satu ciri khusus negeri ini. Hampir setiap tempat
keramaian atau yang sering dikunjungi oleh orang ramai, senantiasa ada surau
atau ruangan shalatnya. Cobalah melakukan perjalanan, baik melalui, bus,
pesawat, atau kereta api, anda akan mendapati ruangan shalat yang sangat
refresentatif, bersih dan harum. Demikian pula di stasiun pengisian bahan bakar
minyak, pusat perbelanjaan, bahkan di bioskop atau pawagam, ada ruangan
shalatnya.
Demikian pula ketika saya berada di Adelaide tahun lalu, saya
mendapati beberapa ruangan shalat yang cukup baik. Misalnya di kampus
Universiti Adelaide dan Universiti Flinders, ada suraunya. Padahal mereka bukan
negara Islam, akan tetapi pihak pemerintah atau rektoratnya menyediakan ruangan
shalat untuk umat Islam di kampusnya. Demikian pula di bandara Adelaide, ada
juga ruangan shalatnya.
Nah, pada hari Kamis, 16 Oktober 2014 yang baru lalu, saya mengunjungi
kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, No. 233, Jalan
Tun Razak, 50400 Kuala Lumpur. Untuk memperpanjang masa berlakunya pasporku
yang akan berakhir tahun depan. Semua pengurusan paspor, harus saya akui adalah
mudah dan memuaskan. Paspor sudah selesai dalam masa enam jam. Saya tiba pukul
sembilan pagi, mendaftar, mengisi borang, mengambil gambar, membayar, lalu
menunggu, dan sudah menerima paspor pukul tiga sore. Berbeda dengan di dalam
negeri, mengurus paspor perlu memakan waktu berhari-hari.
Akan tetapi, ada satu hal yang mengganggu pikiran saya. Ketika akan
melaksanakan shalat dhuhur, saya mengalami kesulitan. Sababnya adalah surau
yang ada di samping kanan gedung KBRI sedang direnovasi. Saya tidak mendapati
ada ruang shalat darurat. Saya sudah bertanya kepada tiga orang staf KBRI yang
berdasi dan memiliki tanda pengenal (sayangnya saya tidak hapal namanya). Namun
ketiganya tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Saya tahu di dalam gedung,
ada mushalla, karena beberapa kali saya mengikuti acara di dalam gedung ini.
Akan tetapi pintu masuk ke dalam KBRI selalu terkunci otomatis.
Akhirnya, saya memutuskan untuk shalat dhuhur di dalam ruangan tunggu
dengan menggunakan alas koran atau tabloid caraka yang tercecer dalam ruangan
tersebut. Setelah itu, ada juga orang tua yang bermaksud melakukan shalat.
Sementara pada hari itu, ramai sekali warganegara Indonesia dan tamu-tamu yang
berkunjung ke KBRI, tampaknya mendekati angka seribuan. Dan dipastikan sebagian
besar adalah beragama Islam, yang tentunya ingin shalat juga seperti saya.
Saya sudah mengirim email ke pihak KBRI, menyarankan membuat ruangan
shalat darurat, sambil menunggu selesainya bangunan surau yang sedang
direnovasi tersebut. Semoga berhasil dan bermanfaat. Wassalam.
0 Comments