About Me

Upaya yang Semakin Berani dan Terang-terangan Melemahkan Peran Agama

(Anak saya ketika bersekolah di Cowandillah Primary School, Adelaide, Australia Selatan, berinteraksi dengan sesama teman-temannya dengan berbagai latar belakang agama, suku dan kebangsaan. Tak ada satupun peristiwa diskriminatif kepada mereka. Foto ini dijepret tahun lalu).

Mengapa Mesti Agama yang Harus Dikorbankan?
 
Dalam beberapa waktu ke belakangan,  agama (Islam) sering dijadikan kambing hitam dari berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini. Mengapa mesti agama yang harus dikorbankan? Seolah-olah ada anggapan bahwa mereka menjadikan agama (Islam) sebagai sumber persoalan yang harus diberantas. Ada beberapa kasus yang berkaitan dengan  agama yang, menurut saya menjadi indikasinya:    

  1. Penghilangan agama dalam KTP dan pengosongan agama dalam Kolom KTP
  2. Perkawinan dan Pemimpin Beda Agama
  3. Penghilangan Kementerian Agama
  4. Kegagalan Partai Agama.
Kegelisahan saya adalah:

Pertama, kesemua permasalahan tersebut, sedikit banyaknya pasti berkaitan dengan Islam, karena mayoritas pemeluk agama di negeri ini adalah beragama Islam. Bahkan sasaran tembaknya adalah agama Islam.

Kedua, kesemua persoalan ini, selalunya dimunculkan oleh orang-orang yang selama ini dipandang berseberangan dengan Islam atau paling tidak, saya menganggapnya orang yang tidak mencerminkan atau sulit mengetahui sikap keagamannya, walaupun mungkin saja dia itu adalah beragama Islam. Termasuk pula dari kalangan aktivis demokrasi, penggiat HAM, politisi dari partai liberal, dan tokoh-tokoh LSM lainnya. Adapula dari mantan aktivis Ormas atau pemuda Islam yang sudah putar haluan, termasuk dari mantan aktivis AMM (ini penilaian subyektif saya pribadi).

Ketiga, persoalan keagamaan ini, mendapat porsi pemberitaan yang besar daripada media massa yang populer di negeri ini. Dan kecenderungan pemberitaan itu, lebih kepada ikut memojokkan posisi agama. Hanya sedikit media massa, yang mencoba membela Islam, kecuali dalam media online saja, dan itupun media yang kurang populer.

Keempat, para pemimpin agama Islam, tokoh Islam, pemuda Islam, politisi Islam dan aktivis umat Islam yang selama ini dipandang memiliki kepedulian yang tinggi kepada Islam, tidak banyak bersuara, justeru seolah tenggelam dan diam seribu  bahasa ke atas persoalan ini. Justeru ada pula yang ikut mendukung wacana tersebut. Apakah mereka juga menganggap hal ini tidak penting untuk diurusi?

Kelima, memang ada beberapa politisi Islam dan tokoh agama Islam yang bersuara. Akan tetapi suaranya hampir tak terdengar. Kalaupun terdengar, kecenderungan kurang serius kecuali sekedar menampakkan diri ke permukaan untuk menandakan bahwa dia ada dan bersuara. Atau sekedar berusaha mencari amannya saja.

            Saya memang menyadari bahwa dari berbagai persoalan tersebut di atas, memang dilihat dari aspek demokrasi dan HAM, seolah-olah ada benarnya. Akan tetapi, haruskah dengan mengorbankan agama sebagai solusinya? Mengapa kita semua, dan termasuk pemerintah, tidak mencari solusi lain yang lebih elegan atas persoalan tersebut?

            Misalnya, masalah agama dalam KTP. Ada anggapan bahwa agama dalam KTP menyebabkan sering terjadi diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Saya ingin katakan adalah bahwa, perlakuan diskriminasi, tidak saja berkaitan dengan agama, juga berhubungan dengan identitas lain, seperti suku, tempat lahir, nama, dan seterusnya. Saya sering mengalami sikap yang diskriminatif karena ada kata “Siagian” di belakang namaku, karena itu menggambarkan kesukuan, latar belakang tempat (dan juga agama). Apakah untuk menghilangkan diskriminasi tersebut, juga perlu mengosongkan identitas lainnya tersebut?

            Diskriminasi memang tidak elok di negeri ini dan saya pikir ini sangat ditentang oleh semua agama. Akan tetapi, mohonlah pemerintah mencari cara yang lebih baik untuk mengatasinya. Contoh, katanya seseorang akan diperlakukan diskriminatif dalam penerimaan pegawai yang berbeda agama. Jadi solusi untuk menghilangkannya, menurut saya, antara lain dengan membuat mekanisma dan aturan yang lebih baik, bahkan bila perlu dibuat lebih transparan. Atau proses seleksinya harus dilakukan  oleh orang yang seagama dengannya. Dan berbagai cara lainnya. Jadi, bukan harus mengorbankan agama.

            Terkait dengan kekalahan partai Islam. Banyak pengamat mengatakan bahwa hal ini menunjukkan sikap masyarakat yang tidak suka lagi kepada partai Islam. Mungkin saja ada benarnya dengan berbagai argumentasi yang seolah amat ilmiah. Akan tetapi, menurut saya (yang kurang ilmiah ini), kekalahan partai Islam, bukan karena tidak pentingnya lagi partai Islam dalam pandangan umat Islam sendiri. Kekalahan itu lebih disebabkan oleh pengelolaan partai Islam yang tidak baik, ketokohan dan keteladanan pemimpinnya, pemasyarakatan program, konflik elit partai tersebut, dan juga karena faktor keuangan yang sangat tipis. Seorang teman dari Universitas Andalas Padang, mengatakan bahwa pengurus partai Islam sekarang kebanyak dari preman-preman yang berpeci. Kemudian, cobalah bandingkan, jumlah dana kampanye partai pemenang pemilu saat ini dengan dana kampanye-kampanye partai Islam. Tentu sangat jauh berbeda. Jadi kekalahan partai Islam, bukanlah karena faktor partai agama yang tidak disukai oleh masyarakat Islam itu sendiri. ***





Post a Comment

0 Comments

close