About Me

Ulama Sebenarnya Tidak Perlu Populer


(Suasana Buka Puasa bersama Alumni Fakultas Kedokteran Unhas angkatan 1994 di Pesantren Wadil Qura, Peo Desa Belabori Kec. Parangloe Kab. Gowa 29 Mei 2018)


In Memoriam Alm. H. Usman Laba, Lc.
Sosok Ulama yang Tidak Populer

Per definisi, istilah ulama dapat diartikan seseorang mempunyai ilmu pengetahuan tentang agama Islam yang bersumber kepada Al Qur’an dan As Sunnah.  Dalam agama Islam, kedudukan seorang ulama  memiliki multi fungsi; mulai dari sebagai tempat bertanya, sebagai contoh teladan beragama, juga menjadi rujukan menghadapi berbagai peristiwa yang terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.  

Dalam surah Ali Imran ayat 18, Allah SWT, menyebut diri-Nya bersama para malaikat dan orang-orang yang berilmu dalam persaksian akan keesaan-Nya. Nabi juga ada yang menerangkan tingginya kedudukan ulama. “Innal ‘Ulama waratsah al-anbiya’ (sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi)”, yang dipertegas dalam Al-Quran: “Kemudian Kami Wariskan al-Kitab kepada yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami” (Q.S. 35: 32).

Dari segi bahasa, ulama adalah tahu atau mengetahui. Jadi alim itu ialah orang yang tahu, dan ulama ialah orang-orang yang tahu. Secara terminologi ulama adalah pribadi yang mampu menghasilkan ilmunya kepada khasyyah, yakni rasa takut dan kagum kepada Allah, dan mendorong yang orang berilmu untuk mengamalkan dan memanfaatkan ilmunya  untuk kepentingan umat  manusia, dunia dan akhirat.

Afandi (2005) menjelaskan tiga karakteristik ulama yang penting dimiliki seorang ulama yang membedakannya dengan pemimpin Islam lainnya.  Pertama, ulama merupakan seorang pribadi yang dipandang mengetahui agama Islam yang dibuktikan dengan  tugas utamanya sebagai guru, muballigh, dan khatib. Kedua, pribadi yang berakhlak mulia; sopan, sederhana (tawaddu’), ta’addub, sabar, tawakkal, dan ikhlas. Ketiga, seorang pribadi yang tidak tamak terhadap urusan dunia, tetapi sikap yang sentiasa mengamalkan, membiasakan, dan mementingkan kehidupan akhirat.

Ulama sebagai Opinion Leader

Dalam kajian komunikasi politik, ulama dapat digolongkan sebagai  opinion leader atau pemimpin pendapat,  seorang pribadi memiliki pengaruh kuat di kalangan umat Islam, dan tidak terikat dengan struktur pemerintahan. Pengaruh yang dimiliki seorang ulama adalah karena dia memiliki ilmu agama Islam dan sifat keteladanan yang tinggi, sehingga ummat Islam bersedia mendengar, mematuhi nasihatnya, dan menjadikannya sebagai patron kehidupan.

Sebagai pemimpin pendapat, ulama boleh menjadi aktivis politik, penyambung lidah antara umat Islam dengan politisi atau pejabat negara. Meski sering menimbulkan perdebatan, kedekatan seorang ulama dengan umat, sering dimanfaatkan oleh politisi, untuk  menyampaikan pesan-pesan politik, agar  mendukung kebijakan yang diambil pemerintah atau politisi.

Jelang pemilihan umum, para ulama terutama yang memiliki pondok pesantren atau pimpinan organisasi kemasyarakatan, banyak dikunjungi para politisi. Inilah antara lain penyebabnya mengapa seorang ulama menjadi populer, karena sering berhubungan dengan para pejabat atau politisi. Dampaknya, adalah sebagian umat Islam mengenal seseorang yang sering dikategorikan sebagai ulama, karena sering mengeluarkan komentar yang berpotensi membuat kontroversi atau menjadi semacam selebriti yang tampil di media massa.       

 Ulama yang Tidak Populer

 Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kamis, 30 Mei 2018 yang lalu, sesungguhnya kita telah kehilangan seorang ulama yang sangat bersahaja. Ustadz H. Usman Laba, Lc. Lahir di Sinjai, 3 Oktober 1968, adalah alumni International Islamic University, Islamabad, Pakistan. Tak banyak masyarakat umum yang mengenal beliau, kecuali dalam lingkungan organisasi Wahdah Islamiyah, pesantren yang dibinanya serta kelompok-kelompok pengajian yang dibinanya.  

Merujuk kepada pandangan Afandi di atas, almarhum memiliki seluruh kriteria yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk memberinya sebagai seorang ulama yang khasyyah.

Pertama, beliau adalah seorang hafidz yang hapal Qur’an 30 juz. Tahun 2011, dalam usia 43 tahun, beliau telah  memeroleh sanad bacaan Al-Qur’an yang bersambung ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Jurusan al-Qira’at Universitas Ummul Qura’ Makkah, Arab Saudi. Oleh karena itu, beliau adalah salah satu pakar sanad Al Qur’an di Indonesia.

Dalam lima belas tahun terakhir, beliau banyak membina pondok pesantren tahfiz  Qur’an dan telah melahirkan ratusan santri penghafal Qur’an.  Kemudian para santri ini, menyebar membuka pondok tahfidz Qur’an. Walaupun tidak semuanya, bahwa sebagian besar pembina tahfidz Qur’an di Sulawesi Salatan adalah santri  atau pernah belajar kepadanya. Salah satu cita-cita mulia beliau adalah membumikan halaqah Qur’an bagi generasi muda Islam di  Kota Makassar dan Sulawesi Selatan.  

Kedua, beliau adalah pribadi yang tawaddu. Selama hampir satu tahun saya bersinggungan dengan beliau, hampir tidak pernah berbicara agak lama. Tampaknya memang beliau tidak suka banyak bicara. Beliau justru sibuk dengan urusan kepesantrenan. Mulai sedang memberikan pelajaran  kepada santri, sampai kepada urusan memperbaiki mesin pompa air yang rusak. Beliau juga tidak segan-segan langsung meladeni teman atau tamunya sampai kepada urusan teknis, misalnya mengambilkan makanan, minuman, tissu dan mengangkat kipas angin.

Ketiga, almarhum tinggal bersama keluarga dengan santrinya dari pesantren ke pesantren. Dia tidak punya rumah sendiri di sana, melainkan bergabung satu barak  dengan santri. Disamping mengurus pesantren, beliau juga membina pengajian bagi masyarakat. Ketidaktamakannya kepada harta, dapat dilihat ketika almarhum  menjual mobilnya untuk disumbangkan membantu rakyat Palestina. 

Hampir tidak pernah terdengar beliau tampil membawakan ceramah di media elektronik arus utama atau di kalangan menengah ke atas. Tak biasa bertemu dengan para pejabat atau politisi. Tidak  menjadi pemimpin utama dalam organisasi kemasyarakatan. Sikapnya yang sederhana, lebih menitikberatkan usaha membina santri penghafal Qur’an. Tiga orang anak kandungnya, telah mengikuti jejak ayahnya, hafal Qur’an 30 juz. Subhanallah. ***.

Ahad, 10 Juni 2018

Haidir Fitra Siagian
Dosen Komunikasi Politik Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

Alamat :
Jl. Veteran Bakung Kompleks Perumahan Bakung Balda Sakinah Blok C No. 1 Samata Kac. Somba Opu Kab. Gowa


(catatan : artikel ini sudah pernah dipublikasikan melalui berbagai media sosial dan sudah dimuat pada harian Tribun Timur Makassar edisi, Jum'at, 22 Juni 2018)


Post a Comment

0 Comments

close