Kapolda Sulbar Sosok Pemimpin yang Religius
Penulis
-
Maret 8, 2018
246
PORTALMAKASSAR.com –
“Semoga ilmu yang dipelajari ini dapat dibagikan kepada keluarga dan jiran
kita” demikian sang penceramah menutup ta’lim atau pembacaan kitab di atas mimbar,
ba’da Subuh ini di Masjid Babul Jannah Pasar Regional Mamuju, Sulawesi Barat.
Tanpa
protokol, setelah imam mengucapan salam, sang penceramah langsung naik ke
mimbar. Membacakan kitab tebal warna hijau. Saya berada di shaf kedua, jadi tak
jelas apa judul kitabnya. Setelah mengucapkan salam, beliau langsung membawakan
ta’limnya. Pada bagian ceramahnya, saya mendengar kata-kata yang dulu cukup
familiar kudengar: sejuk, jiran, sedap, pertapakan. Itu adalah kata-kata yang
biasa saya dengan ketika masih kuliah di Malaysia. Maknanya sama dengan bahasa
Indonesia, tetapi penggunaan kata itu agak berbeda.
Saya
sempat pikir bahwa beliau adalah saudara kita, Jamaah Tabligh yang datang dari
Malaysia mengadakan perjalanan dawah (huruj) ke Mamuju dan sekitarnya. Setelah
ceramah, beliau turun dari mimbar. Lalu pak Imam membaca doa. Kemudian sesama
jamaah saling salaman. Beberapa menit beliau ngobrol dengan jamaah, tentang
pembangunan dan jumlah jamaah di masjid ini.
Oh ya,
masjid ini berada di belakang Pasar Regional Mamuju, adalah masjid darurat.
Terbuat dari kayu, beratap seng, karpet, dan setengah dinding terbuka. Sedang
dibangun masjid baru yang baru penggalian sebagian pondasi, persis di seberang
jalan. Berukuran sekitar 15 x 15 meter, cukup luas. Tadi jamaah subuh cukup
banyak, satu setengah shaf. Menurut Pak Imam, ustadz Alimuddin (alumni
Pesantren Mangkoso Barru), kalau shalat Duhur, Ashar, Magrib dan Isya, jumlah
jamaah banyak, sampai ke belakang. Jika shalat Jum’at, meluber sampai keluar.
Ini dapat dimaklumi, karena berada di daerah keramaian, pasar.
Kembali
ke penceramah tadi. Setelah ngobrol-ngobrol dengan jamaah, beliau pamit. Sambil
berjalan menuju pintu keluar, saya memberanikan diri menyapanya. Menanyakan
kapan dari Malaysia? Sotta (sok tahu….hehe). Tidak, saya bukan orang Malaysia.
Saya bilang tadi saya dengar banyak kata-kata Malaysia? Saya lama bertugas di
Medan Sumatra Utara, sahutnya. Memang bahasa Malaysia dengan bahasa Melayu
Deli, banyak memiliki persamaan. Kami kenalan sebentar. Dia memperkenalkan diri,
saya Baharuddin, Kapolda di sini. Kaget saya?
Saya
juga memperkenalkan diri, Haidir dosen UIN Alauddin. Acara apa di sini,
tanyanya? Saya ada tugas negara, jadi anggota Timsel KPU. Beliau manggut. Lalu
stafnya membukakan pintu mobil fortuner atau merek apa saya lupa. Beliau naik,
dan membuka kaca, mengucapkan salam dan melambaikan salam kepada kami jamaah
yang ikut mengantar sampai ke pintu masjid.
Saya
memang pernah dengar bahwa Kapolda Sulbar, adalah sosok yang sangat religius.
Seorang jamaah mengatakan, selama menjabat Kapolda, beliau selalu keliling
masjid dan membawakan ta’lim. Jamaah tadi juga mengatakan, sejak beliau
menjabat Kapolda, keamanaan di Sulbar lebih baik. Tadi saya merasakan aura
ghirah keagamaannya. Beliau sempat mengkritik kantor Bupati Mamuju, yang tidak
punya masjid. Hanya mushalla kecil. Pegawainya lebih senang shalat di
ruangannya daripada ke masjid.
Beliau
juga mengapresiasi jamaah masjid Babul Jannah walaupun sedang direnovasi.
Beliau mengatakan akan menyampaikan keadaan masjid ini kepada Bupati agar
memeroleh perhatian. Kalau tidak salah, Pak Kapolda ini adalah orang Duri
Enrekang, besar dan sekolah SMA juga di Bone. Satu sekolah dengan teman saya,
dr. Surahman yang saat ini sedang bertugas di Jakarta.
Mantap
Pak Kapolda. Jika seorang pemimpin senantiasa memiliki ghirah keagamaan yang
tinggi, para pengikutnya juga akan ikut. Pemimpin yang memiliki ghirah
keagamaan, akan menular kepada kinerjanya dalam melaksanakan kepemimpinannya.
Sayang sekali saya tak sempat selfie dengan Pak Kapolda.
Masjid
Babul Jannah, Pasar Regional Mamuju, Sulawesi Barat, ba’da Subuh, Kamis, 08
Maret 2018
Penulis:
Haidir Fitra Siagian (Dosen UIN Alauddin Makassar)/red4
Sudah pernah dimuat edisi 4 Maret 2018 di sini :
0 Comments