In Memoriam Syahrial Hutasuhut
Awal tahun ajaran 1985/1986, saat masuk kelas 6 SD Negeri 4 Sipirok yang terletak di kawasan Saba Nahiang jalanan ke Saba Jae, sekitar bulan Juli 1985. Guru wali kelas kami adalah Bapak Duppang Pohan, seorang guru senior beragama nasrani yang taat beragama.
Ada tiga orang teman kelas baru kami saat itu, yang maaf, belum lulus ujian nasional dan harus mengulang lagi duduk di kelas enam bersama kami untuk memperdalam ilmu sekolah dasarnya. Diantara ketiga orang ini adalah Syahrial Hutasuhut atau biasa disebut dengan panggilan "Lal".
Walaupun saat itu saya masuk dalam murid yang cukup "cerdas" setelah teman saya yang bernama Lija dan Lili, tetapi dalam beberapa hal, si Lal ini menjadi rujukan kami dalam belajar. Mungkin karena tahun sebelumnya sudah dia pelajari dan masih ingat akan pelajaran tersebut. Jika kami kesulitan memahami materi yang disampaikan pak guru, maka kami bertanya kepada si Lal.
Dia juga orang yang jujur dan bersikap terbuka. Suatu ketika dia pernah dimarahin pak guru. Dengan jantan dia mengakui "sala ma aui bapak". Kira-kira dia mengatakan bahwa saya memang salah, Pak, katanya.
Satu tahun kemudian kami masuk ke SMP Negeri 1 Sipirok. Kalau tidak salah dia ditempatkan di kelas 1-1 atau kelas 1-2. Sedangkan saya masuk kelas 1-5. Walaupun kami masih satu sekolah, tetap akrab tetapi terbatas. Kami juga masih dari satu Kelurahan, namanya Kelurahan Hutasuhut, sekitar 1 km jalan kaki dari SMP. Jadilah biasa sama-sama jalan kaki bersama teman-teman. Kadang melewati jalan raya, kadang memintas di areal persawahan melewati kali kecil.
Demikianlah sampai kelas 2 dan kelas 3 SMP. Kami tidak pernah satu kelas. Hubungan kami tetap ada, baik, terukur dan tak pernah berkelahi. Kami masing-masing sudah punya teman dari berbagai desa dan pedalaman Sipirok.
Di lingkungan kami pun, demikian. Kalau saya ke masjid shalat atau mau mandi, bisa lewat depan rumahnya atau bisa lewat jalan lain. Ya tak terlalu akrab lagi. Dia punya kelompok sendiri dan saya juga punya kelompok. Biasanya setiap kelompok ada acara gotong royong ke sawah, marsiurup, istilahnya. Saling membantu panen padi di sawah secara bergantian.
Tamat SMP Negeri 1 Sipirok, tahun 1990 adalah saat saya harus berangkat merantau ke Ujungpandang saat ini disebut Makassar. Si Lal ini, seperti teman-teman lainnya melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Sipirok. Mungkin tahun-tahun itulah kami terakhir bersua.
Saat saya mudik lebaran tahun 1992, tidak sempat ketemu beliau. Tahun 1995 pun saya mudik, tak sempat ketemu beliau.
Yang sempat saya dengar adalah setamat SMA tahun 1993, beberapa orang teman dari Kelurahan Hutasuhut berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah, termasuk si Lal.
Orang Hutasuhut biasanya kuliah di Kampus IISIP Jl. Lenteng Agung Jakarta. Kebetulan yang punya itu adalah orang Sipirok bermarga Hutasuhut, namanya (alm) Drs. A. M.Hoetasuhut, penulis beberapa buku tentang jurnalistik. Dengan alm. bapak saya, alm. masih ada hubungan keluarga yang cukup dekat. Ibuku mengatakan beliau adalah Tulangku, tapi hingga beliau meninggal dunia tak sempat ketemu. Tapi dulu dari Makassar, saya biasa kirimkan kartu lebaran, Tulang pun membalasnya. Saya senang menerima balasan kartu lebaran dari Tulang dengan kop surat "Rektor IISIP".
Sebagai pemilik IISIP, almarhum banyak membantu orang Sipirok yang kuliah di kampusnya. Diberikan beberapa kemudahan seperti SPP dan beasiswa. Makanya banyak orang Sipirok yang kuliah di situ hingga beberapa tahun kemudian.
Antara tahun 2011 sampai sekarang, saya sering pulang ke Sipirok, terutama saat masih sekolah di Malaysia, karena jaraknya cukup dekat. Saya selalu bertanya akan teman-teman sekolahku. Hampir tidak ada lagi di Sipirok. Semua pada merantau. Ada yg ke Medan, Riau, Jambi, Lampung, Jakarta dan Bali. Konon, diantara teman-teman tersebut, ada yang tidak pernah pulang sejak merantau.
Termasuk si Lal ini, tak ada beritanya sama sekali bagi saya. Di media sosial pun saya tak sempat ketemu atau menyapa.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Hari ini saya membaca postingan teman dalam grup WA bahwa seorang yang bernama Syahrial Hutasuhut meninggal dunia semalam di Bekasi Jawa Barat. Awalnya saya ragukan apakah itu si Lal atau tidak. Ternyata benar, itu adalah si Lal, teman kelas enam SD ku dulu, karena disebutkan bahwa rumahnya dekat dengan rumah Tulang Rencong Hutasuhut, jalanan saya dulu menuju masjid, 29-32 tahun lalu.
Semoga Allah SWT memberi tempat yang layak di sisi-Nya. Khususnya kepada keluarganya diberikan ketabahan dan kesabaran. Amiin.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Makassar 07 08 2018
Kedua :
Masih tentang alm. Syahrial Hutasuhut
Dalam perjalanan pulang dari kantor Dikdasmen di Tamalanrea abis magrib tadi, ponselku berbunyi. Saya tak bermaksud mengangkatnya karena sedang dalam kendaraan.
Lama-lama terus bunyi. Ternyata dari adikku yang tinggal di Duri Riau. Ini pasti ibuku, dalam hati. Aku mengangkatnya, menyalakan speaker dan letakkan ponsel di kantong. Hampir setengah jam saya bicara dengan ibuku.
Satu hal yang kubicarakan adalah tentang alm. Syahrial Hutasuhut. Ibuku belum tahu dia meninggal. Nanti saya beritahu, barulah dia tahu. Ibuku juga lupa-lupa ingat tentang almarhum. Nanti kujelaskan sedikit baru dia faham.
Sejak kecil sebenarnya saya tahu bahwa si Lal sudah yatim. Bapaknya meninggalkan dunia saat dia masih kecil.
Waktu SD, walaupun dia pernah tidak lulus, tapi ketika akan cerdas cermat mewakili SD 4, dia sempat masuk nominasi tim atau regu tiga orang. Tapi oleh pak guru kami, Pak Duppang Pohan justru menunjuk saya bersama Lija dan Lili.
Ternyata rumah si Lal tidak persis bersebelahan dengan rumah Tulang Rencong, ada satu rumah yang mengantarainya, yakni rumah abang Suara Hutasuhut.
Saya minta maaf sebelumnya jika ceritaku ini agak lebay. Tapi ini harus saya ceritakan agar kita mengambil hikmah dan ikhtibar di antaranya. Maafkan saya. Ibuku tadi menceritakan bahwa abang si Lal yang bernama Fajar sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu di Pekanbaru Riau. Ada dua anaknya lagi yang bernama Elfen dan satu perempuan. Semua sudah berkeluarga. Satu tinggal di Sipirok dan yang satunya ibuku tidak tahu tinggal dimana.
Yang tinggal di Sipirok ini, tidak tinggal dengan ibu mereka. Artinya ibunya si Lal ini yang sudah cukup tua tinggal sendirian di rumahnya. Mendidih air mataku mendengar cerita ibuku ini. Maafkan saya.
Ternyata ibunya si Lal ini sudah lama sakit. Sendirian di rumahnya. Dia sendiri yang mengurus dirinya sendiri, dalam keadaan sakit pula. Bahkan untuk menensi den menyuntikkan obat ke tubuhnya dilakukan sendiri. Jangan tanya dimana anak-anaknya. Kita fahamlah kalau sudah berkeluarga. Banyak urusan ini dan itu sedangkan perekonomian amat terbatas.
Ibuku mengatakan bahwa ibunya si Lal ini saat ini termasuk kategori paling susah di Sipirok. Jadi begitulah. Saya dapat membayangkan keadaan tersebut. Insya Allah, jika nanti sepulang dari Thailand, saya akan sempatkan ke Sipirok sekalian menjenguk ibunya si Lal.
Ibunya temanku adalah ibuku juga. Saya juga berniat mengirimkan satu dua rupiah kepada ibuku tersebut. Insya Allah, esok saya transfer.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian Makassar
Samata Gowa 070818
Ketiga :
Tanggapan atas Tulisanku
Salam, terhadap dua tulisan saya tentang alm. Syahrial Hutasuhut, baik yang saya bagi lewat WA maupun Fb, mendapat tanggapan beragam dari teman-teman.
Sebagainya diantaranya perlu saya kira untuk dibagikan kembali agar menjadi pengetahuan kita bersama dan mengambil manfaat.
Berikut diantara tanggapan tersebut :
Stts anda bagus bs membuka fikiran dan hati kita, ibu si Lal satu dari sekian byk ibu2 di Sipirok yg mengalami nasib yg sama hidup susah, sendiri sebatangkara tanpa ada kepedulian dari anak2nya, mudah2 stts anda mjd pelajaran bg kita semua ttg hal berbakti pd kedua ortu kita, klu blh saran kita di grup hhs ini anggotanya ribuan alangkah baiknya memberikan kepedulian terhdp ibu si lal ini seperak dua perak barangkali sgt berguna utk beliau....(Martua Raja Pane).
Terimakasih infonya Anggi i...! Saya baru tahu cerita ini. Dan ini dari saya : Orang tua si Fajar atau si Lal adalah teman baik orang tuaku. Kerika orang tua si Lal, mau meninggal maka ia berpesan pada ayah ku Ruslan Basri Siregar yang dalam bahasa pertemanan mereka di sebut Lobe Jattung agar anak-anak almarhum di jaga. Mereka 3 laki-laki dan satu prempuan kalau tidak salah. Alhamdulillah ayahku melaksanakan amanah orang tua mereka ini. Macam hal yang bisa diperbuat keluarga kami pun, kami perbuat untuk mereka baik bantuan moril maupun spritual. Si Lal ini adalah teman akrab saya, apalagi sawah kami juga pada masa itu bersebekahan dengan sawah nereka. Saya cukup sering membantu mereka di sawahnya, karena ketika masih kecil si Lal sudah ditinggal abangnya merantau ke Aceh. Bersambung....
(Rahmat Parlindungan Siregar).
Waktupun berlalu...! Sehingga ke dua orang tua saya pun meninggal sekitar 12 tahun yang lalu. Dan sejak itu sayapun yang di perantauan putus komunikasi dengan info-info keberadaan keluarga si Lal ini. Dalan hati saya berkata, "Semoga almarhum orang tua mereka di tempatkan Allah Swt di tempat yang di Ridhoinya. Sekitar 10 tahun yang lalu saya menghadiri pernikahannya si Sahrial (Adek si Lal dan si Fajar di Bekasi. Tapi setelah itu putus komunikasi. Teringat mengenai bantuan materil, saya juga berniat membantu sebatas kemampuan saya anggi i Haidir Fitra Siagian. I kirim kon anggi i ma no rek. ni anggi i. Aso melalui tangan ni anggi i noma ta kirim. Insya Allah Barokah.
(Rahmat Parlindungan Siregar)
Senang rasanya mambaca tulisan tulisan Adinda Haidir oh ya Anggiku pe kebetulan margoar Haidir.
(Yunus Siregar1).
Botul botul Penulis rangkaian kalimat tertatarapi.joproha mambasana, Sukses, Ortunya guruku SMP Sipirok,Horass
(Yunus Siregar2)
inna lillahi wainna ilaihi rojiun..
selamat jalan sahabat.. doaku selalu menyertaimu..aamiin.. yra. bahatdo kenangan dohot alm on semasa sma sian kls sada sampe kls tolu...door do sakalas.. hai..
semago kau tenang di alam sana sahabat.
(Ramadhan Hrp)
Innalillahiwainnalillahi rojiun sabar mada koum hamu hrn donok dht leleng hitape giot manghadopi ilahi robbido koum,aupe najolo molo inda sala thn 92 jungada do hami tu saba nahiang sian SD hutapadang giot ujian EBTA/EBTANAS
(Salman Simamora)
Wassalam.
Haidir Fitra Siagian
Samata Gowa 08 08 18
Awal tahun ajaran 1985/1986, saat masuk kelas 6 SD Negeri 4 Sipirok yang terletak di kawasan Saba Nahiang jalanan ke Saba Jae, sekitar bulan Juli 1985. Guru wali kelas kami adalah Bapak Duppang Pohan, seorang guru senior beragama nasrani yang taat beragama.
Ada tiga orang teman kelas baru kami saat itu, yang maaf, belum lulus ujian nasional dan harus mengulang lagi duduk di kelas enam bersama kami untuk memperdalam ilmu sekolah dasarnya. Diantara ketiga orang ini adalah Syahrial Hutasuhut atau biasa disebut dengan panggilan "Lal".
Walaupun saat itu saya masuk dalam murid yang cukup "cerdas" setelah teman saya yang bernama Lija dan Lili, tetapi dalam beberapa hal, si Lal ini menjadi rujukan kami dalam belajar. Mungkin karena tahun sebelumnya sudah dia pelajari dan masih ingat akan pelajaran tersebut. Jika kami kesulitan memahami materi yang disampaikan pak guru, maka kami bertanya kepada si Lal.
Dia juga orang yang jujur dan bersikap terbuka. Suatu ketika dia pernah dimarahin pak guru. Dengan jantan dia mengakui "sala ma aui bapak". Kira-kira dia mengatakan bahwa saya memang salah, Pak, katanya.
Satu tahun kemudian kami masuk ke SMP Negeri 1 Sipirok. Kalau tidak salah dia ditempatkan di kelas 1-1 atau kelas 1-2. Sedangkan saya masuk kelas 1-5. Walaupun kami masih satu sekolah, tetap akrab tetapi terbatas. Kami juga masih dari satu Kelurahan, namanya Kelurahan Hutasuhut, sekitar 1 km jalan kaki dari SMP. Jadilah biasa sama-sama jalan kaki bersama teman-teman. Kadang melewati jalan raya, kadang memintas di areal persawahan melewati kali kecil.
Demikianlah sampai kelas 2 dan kelas 3 SMP. Kami tidak pernah satu kelas. Hubungan kami tetap ada, baik, terukur dan tak pernah berkelahi. Kami masing-masing sudah punya teman dari berbagai desa dan pedalaman Sipirok.
Di lingkungan kami pun, demikian. Kalau saya ke masjid shalat atau mau mandi, bisa lewat depan rumahnya atau bisa lewat jalan lain. Ya tak terlalu akrab lagi. Dia punya kelompok sendiri dan saya juga punya kelompok. Biasanya setiap kelompok ada acara gotong royong ke sawah, marsiurup, istilahnya. Saling membantu panen padi di sawah secara bergantian.
Tamat SMP Negeri 1 Sipirok, tahun 1990 adalah saat saya harus berangkat merantau ke Ujungpandang saat ini disebut Makassar. Si Lal ini, seperti teman-teman lainnya melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Sipirok. Mungkin tahun-tahun itulah kami terakhir bersua.
Saat saya mudik lebaran tahun 1992, tidak sempat ketemu beliau. Tahun 1995 pun saya mudik, tak sempat ketemu beliau.
Yang sempat saya dengar adalah setamat SMA tahun 1993, beberapa orang teman dari Kelurahan Hutasuhut berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah, termasuk si Lal.
Orang Hutasuhut biasanya kuliah di Kampus IISIP Jl. Lenteng Agung Jakarta. Kebetulan yang punya itu adalah orang Sipirok bermarga Hutasuhut, namanya (alm) Drs. A. M.Hoetasuhut, penulis beberapa buku tentang jurnalistik. Dengan alm. bapak saya, alm. masih ada hubungan keluarga yang cukup dekat. Ibuku mengatakan beliau adalah Tulangku, tapi hingga beliau meninggal dunia tak sempat ketemu. Tapi dulu dari Makassar, saya biasa kirimkan kartu lebaran, Tulang pun membalasnya. Saya senang menerima balasan kartu lebaran dari Tulang dengan kop surat "Rektor IISIP".
Sebagai pemilik IISIP, almarhum banyak membantu orang Sipirok yang kuliah di kampusnya. Diberikan beberapa kemudahan seperti SPP dan beasiswa. Makanya banyak orang Sipirok yang kuliah di situ hingga beberapa tahun kemudian.
Antara tahun 2011 sampai sekarang, saya sering pulang ke Sipirok, terutama saat masih sekolah di Malaysia, karena jaraknya cukup dekat. Saya selalu bertanya akan teman-teman sekolahku. Hampir tidak ada lagi di Sipirok. Semua pada merantau. Ada yg ke Medan, Riau, Jambi, Lampung, Jakarta dan Bali. Konon, diantara teman-teman tersebut, ada yang tidak pernah pulang sejak merantau.
Termasuk si Lal ini, tak ada beritanya sama sekali bagi saya. Di media sosial pun saya tak sempat ketemu atau menyapa.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Hari ini saya membaca postingan teman dalam grup WA bahwa seorang yang bernama Syahrial Hutasuhut meninggal dunia semalam di Bekasi Jawa Barat. Awalnya saya ragukan apakah itu si Lal atau tidak. Ternyata benar, itu adalah si Lal, teman kelas enam SD ku dulu, karena disebutkan bahwa rumahnya dekat dengan rumah Tulang Rencong Hutasuhut, jalanan saya dulu menuju masjid, 29-32 tahun lalu.
Semoga Allah SWT memberi tempat yang layak di sisi-Nya. Khususnya kepada keluarganya diberikan ketabahan dan kesabaran. Amiin.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Makassar 07 08 2018
Kedua :
Masih tentang alm. Syahrial Hutasuhut
Dalam perjalanan pulang dari kantor Dikdasmen di Tamalanrea abis magrib tadi, ponselku berbunyi. Saya tak bermaksud mengangkatnya karena sedang dalam kendaraan.
Lama-lama terus bunyi. Ternyata dari adikku yang tinggal di Duri Riau. Ini pasti ibuku, dalam hati. Aku mengangkatnya, menyalakan speaker dan letakkan ponsel di kantong. Hampir setengah jam saya bicara dengan ibuku.
Satu hal yang kubicarakan adalah tentang alm. Syahrial Hutasuhut. Ibuku belum tahu dia meninggal. Nanti saya beritahu, barulah dia tahu. Ibuku juga lupa-lupa ingat tentang almarhum. Nanti kujelaskan sedikit baru dia faham.
Sejak kecil sebenarnya saya tahu bahwa si Lal sudah yatim. Bapaknya meninggalkan dunia saat dia masih kecil.
Waktu SD, walaupun dia pernah tidak lulus, tapi ketika akan cerdas cermat mewakili SD 4, dia sempat masuk nominasi tim atau regu tiga orang. Tapi oleh pak guru kami, Pak Duppang Pohan justru menunjuk saya bersama Lija dan Lili.
Ternyata rumah si Lal tidak persis bersebelahan dengan rumah Tulang Rencong, ada satu rumah yang mengantarainya, yakni rumah abang Suara Hutasuhut.
Saya minta maaf sebelumnya jika ceritaku ini agak lebay. Tapi ini harus saya ceritakan agar kita mengambil hikmah dan ikhtibar di antaranya. Maafkan saya. Ibuku tadi menceritakan bahwa abang si Lal yang bernama Fajar sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu di Pekanbaru Riau. Ada dua anaknya lagi yang bernama Elfen dan satu perempuan. Semua sudah berkeluarga. Satu tinggal di Sipirok dan yang satunya ibuku tidak tahu tinggal dimana.
Yang tinggal di Sipirok ini, tidak tinggal dengan ibu mereka. Artinya ibunya si Lal ini yang sudah cukup tua tinggal sendirian di rumahnya. Mendidih air mataku mendengar cerita ibuku ini. Maafkan saya.
Ternyata ibunya si Lal ini sudah lama sakit. Sendirian di rumahnya. Dia sendiri yang mengurus dirinya sendiri, dalam keadaan sakit pula. Bahkan untuk menensi den menyuntikkan obat ke tubuhnya dilakukan sendiri. Jangan tanya dimana anak-anaknya. Kita fahamlah kalau sudah berkeluarga. Banyak urusan ini dan itu sedangkan perekonomian amat terbatas.
Ibuku mengatakan bahwa ibunya si Lal ini saat ini termasuk kategori paling susah di Sipirok. Jadi begitulah. Saya dapat membayangkan keadaan tersebut. Insya Allah, jika nanti sepulang dari Thailand, saya akan sempatkan ke Sipirok sekalian menjenguk ibunya si Lal.
Ibunya temanku adalah ibuku juga. Saya juga berniat mengirimkan satu dua rupiah kepada ibuku tersebut. Insya Allah, esok saya transfer.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian Makassar
Samata Gowa 070818
Ketiga :
Tanggapan atas Tulisanku
Salam, terhadap dua tulisan saya tentang alm. Syahrial Hutasuhut, baik yang saya bagi lewat WA maupun Fb, mendapat tanggapan beragam dari teman-teman.
Sebagainya diantaranya perlu saya kira untuk dibagikan kembali agar menjadi pengetahuan kita bersama dan mengambil manfaat.
Berikut diantara tanggapan tersebut :
Stts anda bagus bs membuka fikiran dan hati kita, ibu si Lal satu dari sekian byk ibu2 di Sipirok yg mengalami nasib yg sama hidup susah, sendiri sebatangkara tanpa ada kepedulian dari anak2nya, mudah2 stts anda mjd pelajaran bg kita semua ttg hal berbakti pd kedua ortu kita, klu blh saran kita di grup hhs ini anggotanya ribuan alangkah baiknya memberikan kepedulian terhdp ibu si lal ini seperak dua perak barangkali sgt berguna utk beliau....(Martua Raja Pane).
Terimakasih infonya Anggi i...! Saya baru tahu cerita ini. Dan ini dari saya : Orang tua si Fajar atau si Lal adalah teman baik orang tuaku. Kerika orang tua si Lal, mau meninggal maka ia berpesan pada ayah ku Ruslan Basri Siregar yang dalam bahasa pertemanan mereka di sebut Lobe Jattung agar anak-anak almarhum di jaga. Mereka 3 laki-laki dan satu prempuan kalau tidak salah. Alhamdulillah ayahku melaksanakan amanah orang tua mereka ini. Macam hal yang bisa diperbuat keluarga kami pun, kami perbuat untuk mereka baik bantuan moril maupun spritual. Si Lal ini adalah teman akrab saya, apalagi sawah kami juga pada masa itu bersebekahan dengan sawah nereka. Saya cukup sering membantu mereka di sawahnya, karena ketika masih kecil si Lal sudah ditinggal abangnya merantau ke Aceh. Bersambung....
(Rahmat Parlindungan Siregar).
Waktupun berlalu...! Sehingga ke dua orang tua saya pun meninggal sekitar 12 tahun yang lalu. Dan sejak itu sayapun yang di perantauan putus komunikasi dengan info-info keberadaan keluarga si Lal ini. Dalan hati saya berkata, "Semoga almarhum orang tua mereka di tempatkan Allah Swt di tempat yang di Ridhoinya. Sekitar 10 tahun yang lalu saya menghadiri pernikahannya si Sahrial (Adek si Lal dan si Fajar di Bekasi. Tapi setelah itu putus komunikasi. Teringat mengenai bantuan materil, saya juga berniat membantu sebatas kemampuan saya anggi i Haidir Fitra Siagian. I kirim kon anggi i ma no rek. ni anggi i. Aso melalui tangan ni anggi i noma ta kirim. Insya Allah Barokah.
(Rahmat Parlindungan Siregar)
Senang rasanya mambaca tulisan tulisan Adinda Haidir oh ya Anggiku pe kebetulan margoar Haidir.
(Yunus Siregar1).
Botul botul Penulis rangkaian kalimat tertatarapi.joproha mambasana, Sukses, Ortunya guruku SMP Sipirok,Horass
(Yunus Siregar2)
inna lillahi wainna ilaihi rojiun..
selamat jalan sahabat.. doaku selalu menyertaimu..aamiin.. yra. bahatdo kenangan dohot alm on semasa sma sian kls sada sampe kls tolu...door do sakalas.. hai..
semago kau tenang di alam sana sahabat.
(Ramadhan Hrp)
Innalillahiwainnalillahi rojiun sabar mada koum hamu hrn donok dht leleng hitape giot manghadopi ilahi robbido koum,aupe najolo molo inda sala thn 92 jungada do hami tu saba nahiang sian SD hutapadang giot ujian EBTA/EBTANAS
(Salman Simamora)
Wassalam.
Haidir Fitra Siagian
Samata Gowa 08 08 18
0 Comments