About Me

Ajaran Agama Kepada Anak, Bekal Dunia Akhirat


Ajaran Agama kepada Anak, Bekal Dunia Akhiratnya Kelak
Oleh : Haidir Fitra Siagian

Sebagai orang tua, saya termasuk yang selalu berusaha untuk menanamkan nilai-nilai agama kepadaku anak-anak kami. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan mereka melaksanakan ibadah shalat dan belajar mengaji.

Jauh sebelum kami berangkat ke Australia, saya sudah mendidik anak-anak kami di sekolah agama. Baik di rumah maupun di sekolah formal. Bahkan dua anak kami sudah ikut pengkaderan Ikatan Remaja Muhammadiyah di Kabupaten Gowa beberapa waktu lalu.

Anak pertama di Pesantren Darul Fallah Unismuh Makassar Bissoloro Kab. Gowa. Dia lulus di sana sampai kelas 3 SMP. Di sana dia pernah mendapat hadiah dari Ketua BPH Unismuh Pak Syaiful Saleh karena sudah bisa hafal 5 zuz surah dalam Al Qur'an.

Di sana memang fasilitas sangat terbatas. Bahkan dari beberapa hal masih jauh dari kelayakan. Akan tetapi kami tetap masukkan dia belajar di situ. Salah satu alasannya adalah kami meyakini para gurunya di sana adalah orang-orang yang ikhlas. Alasan kedua adalah karena kami memang bukan hanya ingin mengasah otaknya, tetapi juga mengasah rohaninya. Bukan supaya dia juara kelas atau ikut olimpiade, tapi lebih jauh adalah bagaimana sejak awal dia didik untuk menderita lahir batin, berinteraksi dengan orang lain tanpa harus selalu mengandalkan orang tua.

Kemudian anak kedua, putri. Kami masukkan ke pondok Tahfidz Qur'an di Parang Banoa Gowa lalu pindah ke Peo Parangloe. Pondok ini memang khusus hafakan. Dibina oleh Ustadz Usman Laba (alm). Alhamdulillah, dia sudah bisa hafal Qur'an hingga delapan juz. Alhamdulillah. Walaupun demikian, dari beberapa aspek dia masih perlu pembinaan.



Anak ketiga, putri juga, masih SD. Sore hari hingga malam hari dia ikut mengaji di Rumah Tahfidz Ummu Syahidah di dekat rumah dan sesekali diajari tantenya jika datang dari Majene. Terus terang putri yang ketiga ini agak lambat. Belum banyak kemajuan, tapi dia amat semangat sangat rajin menghafal. Sampai sekarang hafalan ya belum  sampai satu zuz. Hanya beberapa surah saja.

Itu memang kami paksakan kepada mereka. Ketika beberapa tahun lalu ibunya sudah dinyatakan lulus akan ambil S.3 di Australia, kami genjot lagi hafalan Quran mereka, karena mereka sudah kami persiapkan akan ikut sekolah di sini. Sebab jika sudah di luar negeri akan kesulitan mereka menghapal.

Berapapun jumlah hafalan mereka bagi kami sebenarnya tak masalah. Yang paling penting adalah ghirah mereka beragama. Termasuk menanamkan ideologi Islam di benak mereka. Itu yang paling pokok. Dan dalam berbagai hal, mereka telah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya ketika putraku di Pesantren dulu pernah dipukul kakinya oleh temannya. Ibunya marah dan tanya kenapa kamu tidak balas? "karena dia anak yatim" jawab putraku. Artinya bahwa terhadap anak yatim, jangan memukul, dibentak saja tidak boleh sebagaimana diajarkan dalam Islam.

Putriku yang kedua pernah tidak mau makan di hotel tempat kami nginap. Alasannya karena dia baca dalam brosur bahwa jatah makan pagi hanya disiapkan untuk dua orang. Nanti kami bayar biaya makan paginya secara tersendiri di resepsionis, barulah dia mau makan. Dia mengajarkan kejujuran kepada kami. Jangan memakan yang bukan hak.

Putriku yang ketiga ini, lain lagi. Tak pernah ketinggalan jilbabnya saat main dengan teman-teman di luar rumah, ketika datang tamu ke rumah, bahkan jika datang para sepupunya dari kampung. Beberapa kali saya dapati dia tertidur di ruang tamu dalam keadaan memakai jilbab.




Dalam hal ini, untuk beberapa aspek, bagi saya, nilai-nilai agama sudah mulai tertanam dalam diri mereka. Walaupun saya sadar itu masih kecil, masih jauh dari substansi yang sesungguhnya. Masih perlu dibina dan diperkuat lagi.

Dalam aspek lain, pelajaran agama yang kami tanamkan kepada mereka secara duniawi kemarin membuahkan hasil. Putriku yang ketiga berhasil merail juara III dalam kompetisi Qur’an tingkat dasar di Wollongong, New South Wales, Australia, kemarin (Sabtu, 1 Juni 2019). Mara Athirah Siagian yang pernah bersekolah di SD Inpres Bakung masuk dalam kategori I yakni bacaan surah Al Fatihah, surah An Nass sampai surah Al Zalzalah.

Kami tak pernah merasa dia akan juara, walaupun juara tiga. Karena kami tahu hafalannya adalah terbatas. Mana lagi teman berkompetisinya adalah anak-anak Muslim keturunan Timur Tengah. Dalam benak kami, tentu mereka lebih tahu.

Namun Allah Swt sudah berkehendak. Tanpa disangka putri kami lulus babak final setelah sebelumnya lulus babak penyisihan yang diikuti sekitar 130 orang peserta dari berbagai negara.

Semoga Allah Swt memberikan manfaat atas pencapaian ini.

Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Gwynneville, 02 Juni 2019, jelang buka puasa.

Post a Comment

0 Comments

close