About Me

Kebaikan Hati Warga Muslim Keturunan Turky


Diberi Tumpangan oleh Keturunan Turky
Oleh : Haidir Fitra Siagian 

Hari ini saya mendampingi nyonya mengantar putra pertama kami ke calon sekolahnya. Nama calon  sekolahnya adalah Warrawong High School, sekitar 10 Km dari rumah kami. Ke sana itu mesti dengan dua kali naik bus. Pertama dari depan rumah kawasan kampus UoW ke stasiun dalam kota. Busnya gratis. Semua bus dengan rute dari dan ke kampus, gratis untuk siapapun. Dari pagi sampai jam 9 malam. Sedangkan bus dari dan ke rute lain, adalah berbayar.

Dari stasiun ke sekolah tadi membayar $4,5per orang. Jadi kami tiga berarti $13,5. Baliknya pun demikian. Jadi $27 setara dengan Rp 270.000,00. Jadi hari ini ongkos kami hanya ke sekolah adalah sebanyak itu. Mahal ya? Itulah gambaran kehidupan di sini. Bahkan jeruk nipis sebuah $1 atau sepuluh ribu rupiah. Satu batang serei pun demikian. Padahal di belakang rumah di Bakung, jeruk nipis kadang terbuang-buang saja, kadang saya kasikan tetangga atau bawa ke kampus.

Di sekolah tadi, kami diterima oleh KTU dan Kepala Sekolah. Sangat mesra dan bersahabat. Proses pendaftaran mudah dan cepat. Dia tak tak perlu surat pindah atau ijazah dari Indonesia. Cukup paspor dan LOA dari kampus ibunya. Setelah itu ditanya ini dan itu, kemudian mengisi formulir. Saya dan nyonya bertanda tangan dalam formulir. Selanjutnya anak kami ikut tes tertulis dan wawancara langsung dengan kepada sekolah. Dia ditanya tentang berbagai hal tentang kehidupannya di Indonesia. Sebenarnya ini hanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan bahasa Inggris dan wawasannya.


Insya Allah, dia akan lulus. Apalagi bahasa Inggrisnya sudah lumayan baik karena pernah sekolah di Adelaide, Australia Selatan lima tahun lalu. Ketika di Pesantren Darul Fallah Unismuh Makassar, dia pernah juara dua debat bahasa Inggris.

Sebelum diterima secara resmi  masuk sekolah, mereka akan minta persetujuan dulu dari Kementerian Pendidikan Australia. Begitu prosedurnya. Jadi mungkin menunggu dulu hingga satu minggu ke depan. Jika sudah di acc pihak Kementerian, maka dia akan langsung masuk kelas. Tidak perlu menunggu tahun ajaran baru. Di sini setiap saat bisa masuk sekolah sepanjang memenuhi syarat resmi.

Karena urusan sudah selesai, sebelum kami pamit, KTU menyerahkan pakaian seragam dua helai. Satu baju kaos warna putih dan satu baju hangat warga hijau tua. Sedangkan celana panjang tak ada yang sesuai. KTU berjanji akan memesan khusus yang sesuai dengan putraku. Berapa bayar?

Khusus mahasiswa luar negeri program S2 dan S3 di University of Wollongong, yang memiliki anak sekolah, semuanya gratis. Bahkan dia akan dikasi kartu bus gratis selama sekolah selama beberapa tahun ke depan. Tapi setiap tahun peraturan bisa berubah. Semoga kami tidak kena peraturan baru  yang memberatkan kami. Biasanya peraturan tidak berlaku surut.

Tak lupa kami minta izinkan putri yang kedua kami, agar esok tak masuk sekolah karena perayaan idul fitri. KTU menanyakan hanya boleh izin sehari. Nyonyaku minta dua hari. KTU bilang sebenarnya tak bisa, tapi dia bilang khusus putriku,  boleh, diberi dispensasi, karena dia rajin dan cerdas. Lalu kami diberi dua lembar surat izin. Pas malam ini, putriku diberitahu bahwa dia diizinkan libur dua hari, dia keberatan. Katanya tidak adil, karena teman-temannya hanya satu hari. Jadi dia bilang lusa tetap masuk sekolah.



Kembali ke cerita awal. Balik dari sekolah tadi, hujan gerimis suhu sangat dingin. Saya memakai empat lapis baju. Topi dan sapu tangan menutup wajah. Lalu kami singgah di toko daging halal. Namanya Abdul's Halal Butcher, pemiliknya keturunan Timur Tengah. Di situ menyediakan daging, produk olahan daging dan bumbu halal. Agak ramai tadi karena esok akan lebaran. Saya sempat minta izin memakai kamar toiletnya.

Dari toko itu, kami jalan kaki ke bas stop. Ternyata ada petunjuk menuju Masjid Bilal, sekitar 100 meter sebelah kiri. Kami jalan terus diselingi udara dingin. Pas tiba di masjid, sementara shalat duhur. Kulihat jamaahnya hanya tujuh orang. Tiga orang diantaranya orang tua duduh di kursi sambil shalat berjamaah. Kepada seorang jamaah, saya bertanya tempat wudhu.

Alangkah bersih dan cantiknya tempat wudhu dan toiletnya. Mirip toilet di hotel berbintang lima. Air wudhu terdapat dua pilihan. Panas dan dingin. Disiapkan pula kertas tissu tebal untuk melap anggota badan, supaya tak terlalu lama kedinginan karena air.

Karena shalat berjamaah sudah selesai, terpaksa saya salat sendiri. Nyonya tidak bisa ikut berjamaah dengan karena ruangannya berbeda. Sedangkan putraku sudah pulang duluan ke rumah, untuk menghindari kedinginan yang terlalu.

Masjid ini bernama Masjid Bilal. Inilah masjid ketiga yang saya datangi di kota ini sejak tiba Rabu lalu.

Berada di jalan Betlehem, Cringila, NSW. Dari tulisan yang ada dalam masjid, tampaknya ini dikelola oleh umat Islam keturunan Turky. Dari luar tampak tidak mirip masjid sebagaimana di Indonesia. Tak ada qubah dan menara. Bentuknya memanjang dengan ukuran sekitar 8x25 m. Biasanya masjid di Australia adalah bekas rumah ibadah agama lain. Khusus ini saya belum bisa pastikan apakah demikian adanya.

Karena kami terlambat datang, dan saat shalat, jamaah lain sudah pulang. Masjid tidak dikunci, hanya ditutup. Di luar, masih dingin dan hujan kecil yang membasahkan jika dilewati. Jarak ke bas stop mencapai 250 meter. Saya bilang sama nyonya kita tunggu hingga reda.

Kurang dari sepuluh menit, sebuah mobil sedan warna silver berhenti di depan kami. Seorang dengan usia sekitar 65 tahun, berperawakan Timur Tengah. Dia bertanya ini dan itu tentang kami. Akhirnya dia menawarkan diri mengantar kami ke bas stop. Dalam sedannya saya perkenalkan diri dari Indonesia. Dia mengaku warga lokal keturunan Turky yang sudah lama bermukim di sini.

Tentu kami bersyukur atas tumpangan ini. Saya duduk di sampingnya dan nyonya duduk di kursi belakang. Inilah salah satu nikmat yang diberikan Allah Swt kepada kami hari ini. Alhamdulillah.

Wassalam
Gwynneville, 04.05.19 ba'da Isya.

Post a Comment

0 Comments

close