About Me

Mencari Solusi atas Masalah Listrik di Sipirok


Mengatasi Listrik selalu Mati di Sipirok
Oleh : Haidir Fitra Siagian

Salah satu keluhan masyarakat Sipirok sudah cukup lama, adalah seringnya listrik mati. Baik malam maupun siang hari. Tidak jarang listrik mati saat sedang shalat atau makan malam, juga subuh hari. Anak-anak mau belajar malam hari menjadi lebih sulit. Yang paling menyedihkan adalah saat berbuka puasa saat bulan Ramadhan.

Saya sendiri sering merasakan hal itu jika saya pulang kampung ke Sipirok. Walaupun saya sudah merantau ke Makassar sejak hampir 30 tahun, cukup sering saya pulang kampung, bahkan hampir tiap tahun dalam satu dekade terakhir. Di situlah saya merasakan bahwa matinya listrik setiap saat adalah hal yang mengganggu ketenangan jiwa dan hati masyarakat. Sebab, dewasa ini, listrik sudah hampir sama dengan kebutuhan pokok hidup setiap pribadi.


Selain mengalami sendiri, keluhan masyarakat terkait hal ini sering saya lihat dalam media sosial. Sangat banyak keluhan tersebut. Saya memang tak bisa menghitung satu per satu. Itu tak penting. Contohnya adalah status tersebut di atas : "biadoma sipirok on ganop ari mate lampu onmalakna nadidokkon namerdekai jo koum". Kira-kira artinya begini : "Bagaimana ini Sipirok, setiap hari mati listrik, inikah yang disebut dengan kemerdekaan, teman?".

Memang dalam alam kemerdekaan sekarang ini, tentu semua masyarakat ingin hidup dengan nyaman dan tenang. Untuk keseluruhan masyarakat, listrik adalah salah satu media yang bisa membuat kondisi itu tercipta. Sebelum merdeka, memang kita tak begitu memeelukan listrik. Tapi setelah merdeka, apalagi zaman sekarang, tiadanya listrik bisa menyebabkan kesedihan yang cukup perih. Itulah yang dialami masyarakat Sipirok pada hari ini, ketika Indonesia sudah merdeka selama 74 tahun.

Sipirok disebutkan dalam Undang-Undang adalah ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Tapanuli Selatan adalah kabupaten induk di wilayah Sumatera Utara bagian selatan. Sekarang sudah mekar menjadi lima kabupaten dan kota. Walaupun kantor bupati terletak di pinggiran kecamatan, tetapi pusat keramaian masyarakat ada di Kota Sipirok.  Terletak di jalan poros negara, Medan - Jakarta, jalur pegunungan Bukit Barisan persis di lembah Sibual-buali. Kurang lebih 360 km ke selatan Kota Medan atau sekitar 100 km dari Danau Toba. Penghasilan utama rakyatnya adalah bertani padi, kopi, palawija, gula merah, dan karet.

Sebenarnya Sipirok adalah kecamatan yang cukup penting bagi negara ini. Beberapa tokoh nasional lahir di sini atau orang tuanya berasal dari sini. Beberapa contoh yang bisa saya sebut adalah, Pahlawan Nasional sekaligus pendiri HMI, Lafran Pane. Mantan Kepala BIN, Syamsir Siregar. Mantan Deputi BI, Anwar Nasution. Mantan Menteri Kehutanan Hasrul Harahap. Mantan Gubernur BI sekaligus mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat dan mantan Menteri Perdagangan Arifin Siregar. Dua gubernur Sumatera Utara punya kaitan langsung dengan Sipirok, yakni Mara Halim Harahap tahun 1950an dan Raja Inal Siregar yang juga mantan Pangdam IV Siliwangi.

Ketika zaman perang kemerdekaan, ada satu pahlawan yang populer dari Sipirok. Yakni Lettu Mamang Sahala Muda Pakpahan. Pahlawan ini adalah musuh yang nyata bagi Belanda dan ditembak mati, karena dia dan pasukannya pernah membunuh komandan Belanda berpangkat Jenderal di Aek Kambiri Sipirok. Saya sendiri masih punya hubungan famili dengan almarhum, karena beliau adalah sepupu dengan kakek H. Djabolon Pakpahan, mantan Kepala Desa Panggulangan.


Kebutuhan Pokok

Kembali ke persoalan listrik yang mati setiap hari dan sudah berlangsung cukup lama. Semestinya harus segera diantisipasi dan dicari jalan keluarnya. Siapa yang harus mengantisipasi dan mencari jalan keluar tentang hal ini? Tentu bukan saya. Bukan juga petani di pedesaan dan sopir mikrolet maupun pengemudi becak atau pedagang di pasar.

Yang paling berkompeten  dalam hal ini adalah pemerintah. Mulai dari Pak Camat, Bupati hingga Gubernur. Mungkin juga sampai ke Presiden. Yang lain adalah para politisi yang sudah menjadi wakil rakyat duduk di lembaga legislatif. Apakah dia orang Sipirok atau bukan, yang jelas, daerah pemilihannya termasuk Sipirok, tentu harus memberi perhatian dalam hal ini. Masing masing pihak tersebut, ada hak dan kewajibannya. Walaupun ada pembagian tugas dan kewenangan.

Bagi saya, salah satu kewajiban pokok pemerintah di Sipirok adalah mengatasi masalah ini. Jangan membiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi. Sekarang boleh dikatakan tidak ada lagi kehidupan tanpa listrik. Mau makan, perlu listrik. Akan berkomunikasi, perlu listrik. Ingin belajar, didukung listrik. Hendak shalat, lebih nyaman kalau ada listruk. Sehingga listrik sudah bagaikan sembako, sembilan bahan pokok. Dalam hal ini, negara atau pemerintah mesti respon terhadap hal ini. Menyediakan listrik yang mencukupi, tidak kalah penting daripada membangun kantor atau pasar yang megah.

Tugas Kita

Lalu, saya, kita semua, sebagai putra daerah Sipirok, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kematian listrik yang sangat mengganggu ini? Tentu saya tidak punya kekuatan untuk membangun pembangkit tenaga listrik untuk mencukupi kebutuhan listrik tersebut. Saya juga tak punya uang membeli genset masing-masing satu desa untuk seluruh kecamatan Sipirok. Itu tak Mungkin lah. Kita pun akan sia-sia jika hanya berharap akan datang semacam orang kuat yang berkuasa memerintahkan menyediakan listrik yang cukup di Sipirok.

Jadi apakah saya harus berpangku tangan dan tak peduli dengan kondisi di tanah kelahiran kita itu? Tentu adalah sikap yang kurang elok dan tak bijaksana. Jangan karena kita tidak berada di Sipirok, membiarkan masyarakatnya menderita berkepanjangan akibat matinya listrik setiap hari.

Dalam kapasitas saya sebagai perantau, bantuan minimal saya dengan memberikan saran atau kiat-kiat yang mungkin bisa dilakukan oleh masyarakat Sipirok. Walaupun sebenarnya tidak ada jaminan akan berhasil, tapi tidak ada salahnya jika dicoba. Jika sudah dicoba, ada yang ditunggu, ada yang diharapkan.

Temui Pemerintah

Satu saran saya adalah perlu adanya kelompok masyarakat di Sipirok yang peduli akan hal ini. Kepedulian ini perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata dan terus-menerus. Kelompok masyarakat ini perlu membuat semacam tekanan kepada pemerintah. Tekanan di sini adalah dalam arti positif. Jangan diartikan sebagai tindakan revolusioner atau makar. Sebab dewasa ini, sedikit saja masukan kepada mereka, biasa disebut makar atau melawan petugas, atau minimal pencemaran nama baik.

Bagaimana cara menekan? Jika lima hingga sepuluh orang saja tokoh masyarakat Sipirok, musyawarah dan mufakat. Ajaklah anggota DPRD Tapsel, DPRD Sumut dapil Sipirok. Bertemu dengan camat untuk diskusi mengatasi masalah ini. Terus jika dengan Pak Camat buntu, maka bertemulah Pak Bupati. Bicarakan dengan baik dan bijaksana. Apa solusinya. Bagaimana caranya agar listrik di Sipirok tidak selalu mati. Saya kira, jika Pak Bupati, sungguh-sungguh, akan ada solusinya.

Kalau tidak mempan pula dengan Pak Bupati, cobalah ke Pak Gubernur. Musyawarah dengan baik dan sampaikan persoalan ini. Tunggu beberapa saat bagaimana tindakan pak Gubernur. Dengan Pak Gubernur, dengan segala kewenangan dan kebijaksanaan yang ada pada beliau, tentu ada hal yang biasa dilakukan mengatasi ini. Memang harus dikomunikasikan. Salah satu persoalan, mungkin, adalah Pak Gubernur belum merasakan hal ini. Atau mungkin beliau belum tahu. Jadi harus diberitahu dengan baik.



Setelah dari beliau, tetap tidak manjur. Barulah berangkat ke Jakarta. Upayakan secara bijaksana bertemu dengan Pak Presiden. Jangan lupa ajak anggota DPR Pusat yang mendapili Sipirok. Minta juga kepada Pak Presiden agar mengambil langkah-langkah nyata mengatasi seringnya mati listrik di Sipirok. Saya yakin dan percaya, jika sudah sampai masalah ini ke beliau, insya Allah, akan ada solusi nyata. Memang harus sabar dan tabah.

Saya kira ini adalah satu pandangan saya. Dulu saya pernah mengirim surat kepada Pak Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar sekitar pertengahan tahun 1990an.. Isi suratku minta agar memasukkan listrik dan mengaspal jalan ke Desa Panggulangan. Saya tidak mengklaim bahwa masuknya listrik dan diaspalnya jalan ke desa tersebut adalah karena suratku.. Yang jelas pernah terealisasi setelah saya menulis surat. Wallahu’alam. Jika di kantor Gubernur Sumatra Utara bagus pengarsipannya, mungkin masih ada itu suratku.

Barangkali ada pihak mengatakan bahwa saya hanya asal bicara? Itu tidak berguna. Khayalan saja. Kalau demikian adanya, lalu apa yang harus dilakukan?

Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Keiraville, 17.07.19 ba'da Duhur

Post a Comment

0 Comments

close