About Me

Pendidikan Agama sebagai Tanggung Jawab Negara


Perspektif Haidir: Pendidikan Agama sebagai Tanggung Jawab Negara

Oleh: Haidir Fitra Siagian *)
KLIKMU.CO
Agama adalah keyakinan hidup seorang individu terhadap Sang Pencipta alam yang akan membawa dan menuntunnya dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Tidak semua umat manusia di permukaan bumi ini yang meyakini agama. Sedangkan mereka yang meyakini agama, terdapat perbedaan pandangan terhadap agama itu sendiri. Inilah yang menjadi akar persoalan yang menyebabkan terdapat beberapa pandangan terhadap kedudukan agama dalam kehidupan. Bahkan kita sering mendengar adanya istilah paham liberal dan paham religius. Perbedaan paling mencolok di antara keduanya adalah pandangan tentang agama.
Paham liberal, ada yang memercayai agama, ada juga yang tidak. Mereka yang memercayai agama, tetapi adalah sebagai urusan individu saja. Dalam pandangan ini, agama jangan dibawa-bawa untuk kehidupan dunia. Agama jangan dibicarakan dalam urusan politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Cukup agama diyakini secara individu. Jika engkau mau beragama, uruslah agamamu sendiri. Jangan ajak orang lain. Laksanakan sendiri, tak perlu mengajari orang lain untuk beragama. Apabila mau salat, pergilah ke masjid. Azan saja, tapi jangan sampai suaranya keluar. Itu mengganggu orang lain. Jika mau bangun masjid, bangun saja dengan uang kalian, jangan pakai uang negara untuk membangun masjid.
Ada juga paham yang lebih liberal. Mereka sama sekali tidak mau tahu dengan agama. Baik secara pribadi maupun berkelompok. Mereka menganggap tidak ada gunanya beragama. Tidak memercayai Tuhan dan tidak peduli adanya akhirat atau tidak. Paham ini menginginkan, manusia hidup saja di dunia ini, tak usah memikirkan akhirat. Baginya, tak ada urusan dosa dan pahala. Semua manusia sama saja. Jika sudah mati, matilah. Tidak ada lagi urusan setelah mati.

Sementara itu, paham religius pun terbagi dua. Pertama, yang menganggap agama adalah penting bagi kehidupan manusia. Dia juga adalah seorang yang beragama. Menganggap semua agama sama baiknya. Semua penganut agama akan masuk surga, bergantung keyakinan saja. Urusan agama adalah urusan pribadi. Tidak perlu memperlihatkan sikap keberagamaan. Pendek kata, bagi kelompok ini, dia meyakini adanya Tuhan Alam Semesta dan percaya bahwa ada kehidupan di akhirat. Akan tetapi, menurut mereka, hal itu cukup diurus oleh masing-masing individu saja. Tak perlu negara campur tangan tentang agama. Adanya lembaga-lembaga keagamaan adalah memecah belah umat saja. Bahkan agama itu tak perlu diajarkan di sekolah. Pendidikan agama hanya urusan orang tua dan anak-anaknya dalam rumah tangga.
Kelompok yang kedua adalah mereka yang sebaliknya dengan pandangan kelompok pertama. Agama itu adalah sesuatu yang sangat penting, untuk memandu umat manusia menjalani kehidupan baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bahwa apa saja yang dilakukan saat ini, suatu saat nanti, akan diperhitungkan oleh Sang Penguasa Alam. Sehingga semua sendi-sendi kehidupan pada hari ini mestilah relevan dengan ajaran agama. Semua urusan hidup tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama yang diyakini.
Lebih dari itu, pandangan kelompok ini adalah bahwa ajaran agama harus disebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat. Umat beragama harus dipelihara, dituntun, dan didakwahi sehingga tetap berada pada koridor yang benar. Jangan sampai umat beragama terlena dan terpesona atas kemilau dunia, sehingga lupa akan ajaran agamanya. Itulah sebabnya, bagi kelompok ini, agama harus menjadi perhatian semua orang, termasuk negara. Dalam konteks tertentu, agama memang tidak boleh mencampuri keyakinan umat beragama, tetapi justru harus memberi fasilitas kepada umat beragama agar dapat menjalankan agamanya secara murni dan nyaman.
Pendidikan Agama di Sekolah
Penulis termasuk orang yang sangat setuju dengan adanya pendidikan agama di sekolah. Kita berterima kasih kepada pendahulu republik ini yang menjadikan pelajaran agama di seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta. Seharusnya memang demikian, karena telah mengejewantahkan fungsi konstitusionalnya. Namun demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa pendidikan agama di sekolah-sekolah tersebut belum memenuhi tujuan yang sebenarnya. Justru itu, pendidikan agama yang dimaksud haruslah ditingkatkan dari berbagai aspek.
Bahwa ada pihak yang mencoba menghilangkan pendidikan agama dari sekolah, tentu adalah sesuatu yang sangat disayangkan. Walaupun hal ini, menurut pihak pengusul, usulannya itu telah ditanggapi secara keliru. Kita tidak mengerti mengapa selalu saja ada pihak di negeri ini yang seolah-olah menyalahkan agama. Propaganda anti-agama dalam berbagai bentuk sudah cukup banyak didengungkan. Di antaranya adalah jangan azan melebihi suara dari dalam masjid, jangan berpolitik dalam masjid, ulama jangan mencampuri urusan negara, dan seterusnya.
Sebagai negara yang menganut paham demokrasi yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945, tentunya propaganda tersebut sulit diterima. Sebab, negara kita adalah negara yang mengakui agama. Negara melindungi segenap umat beragama melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, sudah saatnya propaganda demikian segera dihentikan. Sebab, siapa pun pelakunya, tentu ada maksud dan tujuannya, apakah tujuan ideologi ataukah kekuasaan semata. Namun, harus diingat bahwa hal itu bertentangan dengan kontitusi negara.
Pendidikan Agama di Australia
Sebenarnya saya agak heran dengan pendidikan agama di negara ini. Dari berbagai literatur yang saya baca, ada jarak antara agama dan negara. Negara sama sekali tidak mencampuri urusan agama. Masyarakat lokal ataupun pendatang dibolehkan beragama ataupun tidak beragama. Negara tidak menyediakan fasilitas rumah ibadah bagi yang beragama. Jika mau mendirikan, rumah ibadah, silakan saja dirikan. Dengan catatan atas biaya sendiri, dan proses pendirian melalui persyaratan yang telah ditetapkan. Tidak boleh mendirikan rumah ibadah tanpa izin. Semuanya harus teratur.
Namun demikian, dalam pengamatan terbatas saya, justru dalam konteks yang hakiki, pengamalan agama cukup baik di sini. Walaupun tentu, tidak atas nama ajaran agama manapun. Hampir seluruh sisi kehidupan manusia, terdapat nilai-nilai agama di dalamnya. Contoh sederhana saja. Negara sangat memperhatikan anak dan orang tua. Tidak boleh ada anak-anak yang tidak sekolah. Semua orang tua hidupnya dijamin. Tidak boleh ada orang tua yang hidup sebatang kara dalam gubuk reok yang hampir roboh. Kalau kita telisik ajaran Islam, ini adalah bagian penting yang harus dilakukan seorang muslim. Ini adalah ajaran agama Islam. Sementara kita kadang luput dari hal tersebut, atas berbagai alasan.
Walaupun negara tidak memfasilitasi rumah ibadah bagi warganya, tetap ada juga yang disediakan. Misalnya di University of Wollongong. Terdapat satu bantuan ruangan salat atau pray place bagi mahasiswa yang beragama Islam. Bahkan ruang salat tersebut sangat besar dan megah. Komunitas muslim dapat melaksanakan salat wajib di sini, baik untuk lelaki maupun untuk perempuan. Bahkan dibolehkan melaksanakan salat Jumat. Ini adalah salah satu bentuk penghormatan negara terhadap umat Islam. Sebab di sini, cukup banyak mahasiswa yang beragama Islam, yakni dari berbagai negara Timur Tengah, Bangladesh, Afrika, Malaysia, dan Indonesia.
Satu hal lagi adalah tentang putri ketiga saya. Dia bersekolah di sekolah negeri, Gwynneville Public School, setingkat sekolah dasar kelas lima. Saya pikir, sama dengan kedua kakaknya yang sekolah di Warrawong High School, mereka tidak belajar agama Islam. Itulah pemahaman saya yang agak keliru tentang Australia. Menjaga jarak antara agama dan negara.
Ternyata di sekolah putriku yang sekolah dasar, mereka tetap belajar agama Islam. Sekali dalam satu minggu, setiap hari Rabu pagi. Kurang lebih satu jam. Semua murid yang beragama Islam masuk dalam satu ruangan. Di situ ada pelajaran salat, kisah Nabi, rukun iman, akhlakul karimah, dan lain sebagainya. Siapa yang mengajar? Adalah guru yang beragama Islam. (*/Achmadsan)
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Gwynneville, Australia, 7/6/2019

Post a Comment

0 Comments

close