Daging
Qurban dari Muslim Pakistan
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Berqurban
dengan menyembelih hewan baik berupa sapi, kambing, domba, unta atau hewan lain
yang memenuhi syarat adalah salah satu syariat Agama Islam. Allah Swt berfirman
bahwa darah yang mengalir dari hewan yang disembelih itu, tidak akan sampai
kepada-Nya. Justru darah yang mengalir itu adalah pertanda keimanan dan
ketaqwaan seorang hamba kepada-Nya. Oleh karena itu, berqurban adalah salah
satu kewajiban bagi seorang Muslim yang mampu dimanapun dia berada. Tidak boleh ada seorang Muslim yang memiliki
kemampuan, sedangkan ia tidak mau berqurban.
Jika
kita mampu berqurban, baik dipotong sendiri atau diamanahkan kepada pihak lain,
maka dagingnya itu diberikan kepada mereka yang memerlukan, seperti kerabat,
fakir miskin, anak yatim, tetangga maupun famili terdekat. Pembagian daging
ini, tentu memiliki makna tersendiri. Selain sebagai perintah agama, agar orang
lain merasakan nikmatnya makanan yang lezat minimal sekali dalam setahun
khususnya dalam bulan Dzulhijjah, pun mengandung arti yang sangat penting.
Dalam qurban itu, ada keikhlasan, ada persamaan, ada kekompakan, dan ada
persaudaraan atau sering disebut sebagai mengeratkan jalinan ukhuwah Islamiyah.
Dalam hal ini adalah persaudaraan sesama Muslim, tidak memandang status sosial
maupun latar belakang asal-usulnya, warna kulit maupun asal negara.
Pada
tahun 1440 H ini adalah pertama kalinya kami merayakan salat Idul Adha di Kota
Wollongong, New South Wales, Australia. Kami mengikuti salat di SportsHub
University of Wolllongong, semacam aula besar untuk kegiatan olah raga bagi
mahasiswanya. Tak jauh dari rumah kami, cukup 10 menit jalan kaki sudah sampai.
Kami sekeluarga ikut salat Id bersama dengan ribuan umat Muslim dari berbagai
wilayah di Kota Wollongong, termasuk teman-teman diaspora Indonesia, baik
mahasiswa yang kuliah atau pekerja yang sudah lama menetap di kota ini.
Sudah
lazim bagi kita umat Islam, setelah selesai salat, dilanjutkan dengan
silaturahmi ringan antar sesama jamaah. Biasanya ditandai dengan jabat tangan
atau cium pipi kanan dan cium pipi kiri. Itu sudah menjadi budaya yang sudah
berlangsung turun-temurun, sebagai bagian dari komunikasi sosial, tanda kasih
sayang dan keakraban sesama saudara. Dalam hal ini adalah saudara seiman dan
sekeyakinan. Demikian juga saya dan putraku. Kami menyalami satu per satu
jamaah yang dekat dengan kami. Kemudian bertemu dengan sesama warga Indonesia,
dilanjutkan dengan foto bersama.
Setelah
bertemua dengan warga Indonesia, saya menuju bagian depan. Ingin berjabat
dengan tangan dengan Pak Imam/khatib, yang juga imam besar Masjid Omar
Wollongong. Selain beliau, saya juga menyalami beberapa orang tua yang sering
kali saya temui di Masjid Omar saat salat duhur berjamaah. Saya ikut cium pipi
kanan dan cium pipi kiri kepada mereka. Walaupun awalnya saya agak terasa lain,
tetapi demikianlah adanya. Saya anggap ini adalah bagian dari simbol
silaturahmi.
Tak
lama setelah itu, saya melihat seseorang, lelaki separuh baya, lebih tua dan
lebih besar sedikit dari saya. Dia adalah lelaki keturunan Pakistan, bekerja
pada sebuah toko halal di kota ini. Istrinya adalah mahasiswa UoW, sama statusnya
dengan nyonyaku. Saya tahu wajahnya sebagai tetangga kami di kompleks Graduate
House UoW. Kami di lantai tiga sedangkan mereka tinggal di lantai bawah. Saya
coba colek beliau dari belakang. “Hi brother, selamat lebaran” katanya sambil
memeluk saya. Tidak hanya peluk, juga diteruskan dengan cium pipi kanan dan
cium pipi kiri. Lebih hangat sedikit, ada suara kecupan dari bibirnya.
Setelah
kami bincang-bincang sebentar, kami pun berlalu. Dia mencari teman-temannya
sesama warga Pakistan, untuk bersilaturahmi tentunya. Saya juga demikian,
keluar gedung untuk bertemu dengan sesama warga Indonesia lainnya juga istri
dan putriku yang baru keluar dari gedung lewat pintu belakang. Setelah bertemu
dengan keluarga dan teman-teman dari Indonesia, kami pulang ke rumah.
Ternyata
kunci rumah tertinggal, ada di dalam rumah. Tidak bisa masuk. Dua kunci yang
kami pegang, yang biasa saya pegang dan
satu yang biasa dipegang oleh istri, tertinggal di dalam rumah, karena tadi
pagi agak buru-buru pergi salat Id. Sehingga tak ada yang ingat akan kunci
pintu rumah. Akhirnya kami menelepon pihak pengelola flats/pimpinan asrama ini,
dan memberi solusi. Hanya dalam tempo lima belas menit, sudah ada datang
petugas yang membawa kunci pintu yang sama dengan kunci pintu rumah kami.
Alhamdulillah.
Seharian
kemarin, kami silaturahmi dengan keluarga Indonesia. Baik di kawasan Collage
Place (CP) maupun di kawasan Bellambi bakar sate Padang. Di CP, selain makan makanan
khas Indonesia dan menghangatkan badan dengan api unggun, saya pun diberikan
dua unit sepeda. Sepeda yang sangat cantik dan baik. Gratis alias tidak bayar.
Padahal masih bagus dan tidak ada rusaknya. Hari ini, sepeda itu resmi menjadi
milik kami. Sepeda itu adalah milik keluarga teman, Pak Agus, yang sudah pulang
ke Indonesia. Dia menitip sepeda itu kepada Pak Aji. Lalu Pak Aji menawarkan
kepada kami. Alhamdulillah.
Malam
hari, setelah kami salat magrib berjamaah di rumah, tiba-tiba ada orang
mengetuk pintu. Saya masih salat sunnah, sedangkan istriku sudah selesai. Dia
buka pintu. Ternyata dua orang anak kecil seusia sepuluh tahunan. Mereka membawa
daging qurban untuk kami. Sekitar setengah kilogram. Alhamdulillah. Tak pernah
terpikir oleh kami akan mendapat daging qurban di sini. Sebab tak ada
pengumuman dan tak ada tanda-tanda. Di Australia, hewan qurban dipotong di
rumah pemotongan hewan resmi, tak boleh sembarang tempat. Itulah aturan negara
yang harus dipatuhi.
Siapakah
kedua anak itu? Saya bertanya kepada istri. Justru putriku yang menyahut.
Anaknya teman ayah orang Pakistan yang tinggal di bawah. Subhanallah. Dia
adalah orang yang saya colek saat salat Idul Adha di SportsHub tadi pagi. Saya
sama sekali tidak tahu bahwa mereka ikut berqurban. Rupanya dia ingat kepada
saya. Bahwa ada saudaranya dari Indonesia yang tinggal di atas. Maka dia
suruhlah anaknya mengantar sebagian daging qurban untuk kami. Alhamdulillah.
Inilah nikmatnya persaudaraan. Rezki dari Allah Swt., akan datang setiap saat,
tanpa diduga sebelumnya.
Wassalam
Haidir
Fitra Siagian
Gwynenville,
12 Agustus 2019
0 Comments