Hikmah
Azan Bagi Non-Muslim
Oleh :
Haidir Fitra Siagian
Sudah
lazim bagi umat Islam, dalam satu hari terdapat lima kali suara azan
dikumandangkan sesuai dengan waktu shalat wajib. Azan merupakan pemberitahuan kepada umat Islam bahwa telah
masuknya waktu shalat. Azan adalah suara seorang muazin yang dikeraskan dari
masjid atau mushalla, yakni suara panggilan bagi umat Islam untuk melaksanakan
ibadah shalat. Dengan adanya suara azan ini, diharapkan umat Islam yang tengah
sibuk dengan pekerjaannya istirahat sejenak memenuhi seruan Allah Swt.
Sedangkan pada waktu azan subuh, agar umat Islam yang tengah terlelap menjadi
bangun untuk menunaikan shalat subuh.
Islam
adalah agama syiar, agama dakwah, yang mesti menyampaikan panggilan kepada
umatnya untuk melaksanakan ajaran Islam. Sebagai ajaran Islam, azan memiliki
fungsi yang amat penting. Itulah sebabnya dalam setiap masjid harus
dikumandangkan azan. Bahkan setiap masjid memiliki menara yang tinggi, agar
suara azan dapat bergema ke berbagai tempat yang jauh.
Beberapa
fungsi penting dari azan antara lain adalah memperlihatkan syi’ar Islam dalam
satu kawasan. Jika terdengar suara azan, berarti di daerah tersebut dapat
dipastikan ada umat Islam. Ini memudahkan bagi umat Islam yang sedang musafir
untuk mencari saudaranya atau untuk mencari tempat peristirahatan.
Kedua,
menegakkan kalimat tauhid. Ini bagian dari keyakinan dalam Islam bahwa kalimat
tauhid mesti disyiarkan ke seluruh alam, minimal lima kali sehari semalam. Ketiga,
pemberitahuan masuknya waktu shalat. Khusus bagi yang berpuasa, adalah
pemberitahuan untuk berbuka atau mengakhiri puasanya. Keempat, seruan untuk
melakukan shalat berjama’ah terutama di masjid atau mushalla.
Dengan
demikian, suara azan dalam Islam adalah salah satu keyakinan yang harus
dijalankan. Tidak bisa dihalang-halangi atau bahkan jika ditiadakan. Oleh
karena dalam alam Indonesia yang sangat toleran ini, janganlah ada lagi
pihak-pihak yang mencoba menyoal tentang azan. Sebagai ibadah dalam ajaran Islam, maka dalam konteks
Indonesia, suara azan termasuk yang mesti dilindungi dalam Pasal 29 UUD 1945 :
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini, ada pihak yang menyoal suara azan. Persoalan ini
mengemuka lagi dalam satu bulan terakhir. Ada yang mengusulkan agar azan diatur
supaya tidak mengganggu ketentraman masyarakat. Bahkan ada usul agar pemerintah
mengatur suara azan cukup sekali dalam satu kota, lalu siarkan melalui radio,
dan seterusnya.
Dalam
pikiran saya, siapakah sebenarnya yang mengatakan bahwa suara azan itu
mengganggu ketentraman masyarakat? Adakah hasil penelitian yang dilaksanakan
secara ilmiah, transparan dan berkeadilan, yang menunjukkan bahwa azan adalah
penyebab terjadinya gangguan masyarakat? Atau pernahkah pihak keamanan, yang
menyimpulkan bahwa dalam satu lingkungan masyarakat, suara azan kerap
mengganggu ketentraman warga? Sejauh pengetahuan saya, belum pernah ada hal
yang demikian. Kalau misalnya ada, izinkan saya mempelajarinya dan mencoba
menganalisis kembali.
Penulis
sendiri berteman dengan banyak non Muslim. Mulai dari guru, tetangga, ketua
kelas, teman kuliah, dan lain-lain. Ada Victor, John, Robert, Marce, Yulianus,
Abigael, Martha, Oshin, Putu Gede, dan lainnya. Mereka sama sekali tidak pernah
mengatakan kepada saya bahwa suara azan itu mengganggu. Justru mereka ada yang
mengambil hikmah dari suara azan ini. Terdapat teman saya beragama Nasrani yang
mengatakan bahwa suara azan membantu dia ikut mengingat Tuhannya. Seorang
wartawan Tempo, Stefanus Pramono, yang beragama Nasrani, juga pernah menyatakan
hal senada. Teman yang lain mengatakan bahwa tetangganya yang keturunan etnis
Tionghoa, mengatakan terbantu menjadi cepat bangun setelah mendengar azan
subuh.
Jadi
saya pikir bahwa yang mengatakan suara azan itu mengganggu ketentraman warga
adalah orang Islam itu sendiri. Entah orang Islam seperti apa dia. Dimana dia
belajar Islam dan buku apa yang dia baca, serta dalam lingkungan mana dia
bergaul, atau ke arah mana ideologi politiknya. Memanglah umat Islam banyak
pikiran dan pola pemahaman keagamaannya.
Terutama
mereka yang menganggap agama itu adalah urusan pribadi. Jangan dibawa ke luar,
jangan sampai dibicarakan di lingkungan masyarakat. Cukup dalam rumah atau
masjid saja. Jangan dibawa ke ruang publik. Orang mau shalat atau tidak, bukan
urusannya. Mau pakai jilbab atau tidak, mau minum-minuman keras atau tidak,
atau mau meyakini kebenaran agama lain atau tidak, itu bukan urusannya.
Bahwa
ada sebagian orang Islam merasa terganggu dengan suara azan, itu sebenarnya,
dalam pandangan penulis, adalah lebih disebabkan ketidakdisiplinannya. Misalnya
jika ada seminar atau pertemuan. Belum selesai acara, sudah terdengar suara
azan. Betul terasa mengganggu, apalagi jika suara azannya cukup keras. Biasanya
hal ini dikarenakan seminar lambat dimulai, karena peserta atau pemateri belum hadir,
sehingga waktunya molor, sampai duhur. Demikian
pula kegiatan lainnya, termasuk dalam acara pribadi, sebenarnya jika diatur
dengan baik, tentu suara azan tidak akan mengganggu.***
Wassalam
Samata
Gowa, 03 September 2018
Haidir
Fitra Siagian
Dosen
Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN
Alauddin Makassar
Catatan :
Artikel ini sudah pernah dikirim ke salah satu media cetak di Makassar sesuai dengan tanggal tersebut di atas. Baru sempat diupload ke blog ini pada hari ini.
Sumber foto :
https://www.youtube.com/watch?v=w0o1VpF3yt8
0 Comments