About Me

Karya Anak Bangsa di Panggung Teater Australia


Gambar Pesawat dan Suara Putriku dalam Pementasan Teater Merrigong X NSW Australia
oleh : Haidir Fitra Siagian
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pertengahan bulan Juli 2019, putriku, Hanum, menjadi pemenang juara satu dalam menulis karangan fiksi di Wollongong. Acara yang diadakan oleh Illawarra Multicultural Services (IMS) ini mengangkat tema tentang pengungsi. Putriku menulis karangan tentang kisah gadis pengungsi Rohingya di Makassar.
Setelah dia dinyatakan juara, hubungan nyonyaku, ibunya Hanum, dengan pihak IMS semakin akrab. Beberapa kali ibunya Hanum mengirim pesan lewat email dan juga berkunjung ke kantor IMS yang berada di pusat Kota Wollongong, tak jauh dari kantor pemerintahan kota ini.
Suatu ketika, mereka mengirim pesan agar Mada Fauziyah Hanum Siagian, nama lengkap putri kami diantar ke kantor IMS. Rupanya setelah membaca tulisan Hanum, pimpinan kelompok teater Flightpath, pak Michael Pigott, tertarik mengajak putri kami berkontribusi dalam pementasan teater mereka.
Dalam pertemuan dengan pihak Flightpath dan IMS, mereka meminta ijin mewawancarai dan merekam Hanum, sekaligus memintanya menggambar benda yang mewakili pengalamannya saat berangkat menuju ke Australia. Saat itu Hanum memilih menggambar dua hal, Rubix dan pesawat Qantas. Izin agar bagian dari wawancara dapat mereka pakai untuk kepentingan drama diberikan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani ibunya Hanum dalam secarik kertas.
Minggu lalu, kami mendapat email lagi dari IMS. Isinya undangan menonton pementasan teater Flightpath di Wollongong Town Hall, semacam pusat pertunjukan kesenian di pusat kota. Drama yang ditonton ini berjudul "In Transit". Hanya saja tiket yang disediakan IMS hanya berlaku untuk dua orang. Jika lebih, maka harus bayar. Jadilah kami pergi nonton tadi malam, sekaligus ini pertama kali kami bermalam Minggu di luar rumah.

Saya sebenarnya tak terlalu suka nonton pementasan beginian. Tapi ibunya Hanum menegaskan harus ikut, sebab “Hanum berkontribusi di drama ini, masak tidak datang”. Tiket tambahan sudah dia lunasi. Mau tidak mau, saya harus ikut menemani mereka. Dua anak kami yang lain terpaksa tak ikut nonton, mereka tinggal di rumah. Soalnya harga tiket cukup mahal. Untuk satu orang masih bisa ditanggulangi, jika untuk tiga orang, sudah agak berat.
Tiba di Wollongong Town Hall kurang sedikit setengah delapan malam. Agak terlambat karena susahnya cari parkir. Kami harus cari parkir sekitar setengah kilometer dari lokasi, di tengah cuaca yang agak gerimis dan dingin. Di depan pintu masuk teater, sudah ramai yang antri. Setengah dari penonton adalah paruh baya dan orang tua. Ada pula terlihat anak muda. Jumlah penonton sekitar dua ratus orang.
Karena kami terlambat sedikit, antri paling belakang. Kursi yang tersedia sisa untuk dua orang.
Terpaksa petugas mencari satu kursi tambahan. Itupun putriku harus terpisah tempatnya dari kami. Drama ini mengisahkan kompleksitas kehidupan di terminal keberangkatan dan kedatangan pesawat udara. Sebagian besar adalah suasana saat transit. Para penonton diperlakukan seolah-olah sebagai penumpang pesawat. Sebelum masuk dan duduk, diberi boarding pass dan diarahkan oleh pemain teater yang berakting seperti petugas bandara.


Adapun karya putriku yang masuk dalam drama ini adalah rekaman suaranya yang menceritakan kisahnya naik pesawat menuju Sydney. Adapula gambar pesawat yang dia buat dijadikan sebagai bagian dari latar belakang drama. Ibunya Hanum yang melihat langsung proses rekaman tampak terpukau pada keapikan sutradara meracik kepingan wawancara dan lakon secara mengesankan.
Saya baru diberitahu saat drama usai bahwa beberapa bagian dari pementasan itu bukan saja diambil dari gambar pesawat dan potongan wawancara Hanum, tapi juga beberapa komentar Hanum yang diadaptasi menjadi lakon oleh pak Michael Pigott. Saat pementasan usai, pak Moises dari IMS menyambut kami dengan sumringah di luar pintu ruang pementasan dan berterima kasih atas kesediaan kami mengijinkan Hanum berkontribusi pada pementasan drama In Transit .
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Gwynneville, 20.09.19 qabla Magrib


Catatan :



Post a Comment

0 Comments

close