About Me

Ketika Prof. Habibie Nonton Film dalam Bioskop

Foto : Kedatangan dua pemeran utama film "Melawan Takdir", sambil makan siang di bawah pohon jeruk belakang rumah Samata Gowa, Agustus 2017


Antara Prof. Habibie, Bioskop dan Melawan Takdir
Oleh : Haidir Fitra Siagian

Hampir semua orang yang pergi ke bioskop menonton film adalah untuk bersenang-senang atau berleha-leha, menikmati cerita dalam film, atau mengambil pelajaran dari film yang ditonton. Baik seorang diri, bersama teman, ataukah bersama keluarga. Dalam sebagian film, memang terdapat pelajaran yang bisa menjadi inspirasi penting bagi pihak yang menontonnya. Sebutlah misalnya film-film perjuangan kemerdekaan Indonesia, film-film dengan tema religi, dan seterusnya. Tentu ada juga tema yang kurang mendidik bahkan lebih fatal dari itu.

Ketika saya masih sekolah di SMP Negeri 1 Sipirok Tapanuli Selatan Sumatera Utara, akhir tahun 1990-an, kami sering diajak nonton film di bioskop oleh guru. Bioskop "Sibual-buali", namanya tak jauh dari sekolah kami. Biasanya adalah film-film perjuangan atau kisah anak-anak. Seperti film dengan judul "Airlangga", kisah anak nakal yang ditinggal oleh ibunya. Kalau diajak nonton film, tentu kami senang. Selain bayar murah, pun ramai-ramai bersama teman satu sekolah, bahkan bisa seluruh siswa dari berbagai sekolah lainnya. Diliburkan pula.

Ternyata Prof. Habibie (alm), mantan Menristek RI, Presiden Ke-3 RI, dan pendiri ICMI, pun sering nonton film di bioskop. Itu beliau ceritakan ketika membawakan kuliah umum di Baruga Andi Pangeran Petta Rani Kampus Universitas Hasanuddin Tamalanrea Makassar, sekitar awal tahun 1995. Saat itu, saya masih semester awal Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Saya sangat senang bisa ikut mendengarkan ceramahnya. Untuk pertama kalinya saya bisa mendengarkan ceramah seorang menteri. Apalagi beliau saat itu sangat populer. Sering menjadi topik pemberitaan koran lokal Ujung Pandang, Harian Fajar dan Pedoman Rakyat.

Dalam ceramahnya, penemu berbagai jenis pesawat ini, mengatakan kisahnya ketika masih kuliah di ITB Bandung, medio 1950-an. Beberapa kali dengan teman-temannya pergi nonton film di bioskop. Katanya, walaupun sering nonton, film, dia tak pernah selesai mengikuti cerita dalam film. Pada pertengahan pemutaran film, dia sudah keluar dari bioskop, kembali ke rumah. Sementara teman-temannya masih asyik mengikuti cerita film. Bahkan teman-teman tak tahu bahwa Habibie sudah keluar. Nanti kembali ke kamar kontrakan, mereka menemukan Habibie sedang belajar.

Pada kesempatan lain, dia pergi lagi ke bioskop, beli tiket dan nonton film. Seperti saat nonton sebelumnya, dia sudah pulang sebelum pemutaran film selesai. Bagi Habibie, dia pergi nonton film, bukan untuk senang-senang atau berleha-leha. Baginya itu hanya menghabiskan waktu. Menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak banyak membawa manfaat besar baginya. Dia pergi nonton sekadar untuk refreshing saja. Tak lebih. Jadi, ketika pikirannya sudah mulai berjalan, maka dia segera kembali belajar. Tidak membiarkan pikiran hanyut dalam cerita film, yang justru dapat merusak keinginan dan semangat belajar.

Ini adalah cerita dari Pak Habibie yang sangat menginspirasi saya. Sebelumnya, saya pun sering nonton film. Seperti filmnya DKI, Nada dan Dakwah oleh KH Zainuddin MZ, dan lain-lain. Setelah dengar cerita Habibie ini, saya sangat jarang nonton film. Bahkan sampai setelah kuliah, jarang nonton film ke bioskop, jika tidak ingin mengatakan tidak pernah sama sekali. Justru paling sering nonton setelah berkeluarga, bersama nyonya dan setelah anak-anak mulai besar. Satu kali dua kali saya nonton bersama dengan nyonyaku. Itupun filmnya harus dengan tema-tema yang mendidik dan membangkitkan semangat religi, seperti Laskar Pelangi, Sang Pencerah, Nyai Dahlan, dan lain sebagainya.

Film terakhir yang saya tonton di bioskop adalah kisahnya seorang sahabat saya, Prof. Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin Makassar yang baru saja dilantik. Judulnya adalah "Melawan Takdir", sekitar satu setengah tahun lalu. Beberapa teman saya jadi pemeran utama dalam film ini. Ada Andi Fadly, Harmin Hatta, Hasbullah Mathar, Hasbi Ibrahim dan lain-lain. Sutradaranya pun adalah sahabat saya, Quraisy Mathar, pernah datang ke rumah bakar-bakar ikan.

Saya agak lama karena kesibukan waktu itu sebagai timsel KPU Sulawesi Barat, dan urusan lainnya. Baru sempat nonton film, mungkin sudah mau habis jadwal tayangnya. Itupun saya nonton karena ada keterpaksaan. Selain karena pernah ditodong pertanyaan oleh Prof. Hamdan, : "Haidir, sudah maki nonton", pun karena putri bungsuku saat itu bilang : "saya mami yang tidak nonton Melawan Takdir satu kompleks ini".

Wassalam
Shellharbour, NSW, Australia
12.09.19

Post a Comment

0 Comments

close