Salat Jamak Qasar karena Hujan, Satu Pengalaman di Yogyakarta dan Wollongong
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Islam
adalah agama yang senantiasa memberikan kemudahan kepada pemeluknya. Jika kita
sadari dan cermati dengan baik, tidak ada sesuatu yang berat dalam beragama. Baik
dalam melaksanakan ibadah sehari-hari maupun upaya menjalani kehidupan lainnya
sesuai dengan syariat agama Islam. Dalam berbagai ayat dijelaskan bahwa, Allah
Swt tidak akan memberikan beban kepada hamba-Nya jika tidak mampu
melaksanakannya. Justru Allah Swt memerintahkan segala sesuatu kepada hamba-Nya
itu adalah berdasarkan tingkat kemampuannya.
Demikian
pula halnya dalam beribadah salat lima waktu dalam sehari-semalam. Pada kondisi
tertentu Allah Swt memberikan “hadiah” atau keringanan dalam pelaksanaannya. Ketika
sedang bepergian misalnya, jumlah rakaat salat bisa dikurangi. Waktu
pelaksanaan salat pun bisa digabung. Tempat pelaksanaan salat juga bisa
menyesuaikan. Bahkan ketika hendak berwudhu, tidak ada air, atau ada halangan
terkena air, maka bisa diganti dengan cara tayammun. Apabila dalam berkendraan
atau naik pesawat, boleh melaksanakan salat pada saat itu dan ditempat duduknya menghadap ke
depan. Tak perlu menunggu kendraan berhenti atau pesawat mendarat, tak perlu
mencari arah qiblat.
Inilah
salah satu keutamaan agama Islam. Memberikan kemudahan kepada hamba-Nya. Tentu dengan
senantiasa memerhatikan ketentuan yang berlaku. Tidak semua perkara mendapatkan
keringanan. Jika tidak ada masalah yang mendesak atau dalam kondisi normal,
maka semua pelaksanaan ibadah harus dilaksanakan secara normal. Jangan dibuat-buat
atau sengaja mudah. Dalam hal ini semua harus merujuk kepada syariat Islam yang
terkandung dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Walaupun
ada kemudahan dalam melaksanakan ibadah salat, akan tetapi masih ada diantara
kita umat Islam yang belum tahu tata cara pelaksanaannya dan tidak terbiasa
melaksanakannya. Padahal keringanan atau hadiah dari Allah Swt., adalah resmi,
karena terdapat jelas aturannya dalam Islam. Jadi, menurut hemat saya pribadi,
melaksanakan salat dengan cara jamak dan jamak qasar, adalah sama statusnya
dengan salat yang normal. Untuk menjelaskan ini, silahkan pembaca menyimak
lebih lanjut pada tautan sebagaimana tersebut pada bagian akhir tulisan ini.
Salat
Jamak karena Hujan
Kemarin
siang (Selasa, 17 September 2019), saya melasanakan salat Duhur di Mushalla
MAWU University of Wollongong. Dari rumah ke mushallah itu kurang lebih delapan
ratus meter. Suasana memang hujan sejak malam harinya. Walaupun tidak terlalu
deras, lebih sering gerimis. Sesekali ada angin kencang. Saya ke mushallah
memakai payung kecil. Bagian belakang bajuku sudah basah. Sepatuku pun basah,
tapi tidak sampai tembuh ke kaos kaki. Tiba di mushalla, masih belum banyak
orang yang datang. Saya masih sempat salat sunnah dua rakaat. Kemudian seseorang
mengumandangkan iqamah, seorang lelaki maju ke depan bertindak sebagai imam.
Saya mengikut di bagian kanan. Beberapa jamaah mulai berdatangan, ada pula yang
terlambat, jadi masbuk.
Setelah
selesai salat, saya langsung berzikir dan mundur sedikit ke belakang. Tiba-tiba
seorang jamaah kembali iqamah. Sang Imam tadi memimpin kembali salat. Ada tiga
orang jamaah yang ikut di belakangnya. Ketiganya berperawakan Timur Tengah. Saya
fikir mereka adalah musafir, yang melaksanakan salat jamak qasar. Seorang diantara
jamaah itu adalah tetangga kami di Graduate House UoW. Dia tampak lebih senior
dari saya. Mahasiswa juga, mengambil PhD., berasal dari Pakistan. Ternyata
mereka hanya salat dua rakaat. Lalu saya pulang setelah melaksanakan salat
sunnah dua rakaat.
Tadi
pagi saya sempat teringat dengan kejadian kemarin, tentang salat jamak di
mushalla MAWU itu. Kenapa tetangga kami ikut salat jamak qasar, padahal dia
masih ada di sini. Artinya dia ikut musafir. Apakah dia sempat pergi ke luar
kota kemarin sore tanpa saya lihat
sehingga ikut salat jamak? Apakah mereka kemarin itu melaksanakan salat jamak
karena hujan? Karena saya penasaran, jadi saya minta kepada nyonyaku agar
menanyakan kepada istrinya melalui pesan whatsApp. Tak berapa lama, sang istri
tersebut, meneruskan pesan dari suaminya. Bahwa kemarin dia ikut salat jamak
karena hujan.
Oh
baru saya sadar. Kemarin siang memang hujan, bahkan sepanjang hari. Hari ini
pun masih hujan. Memang saya pernah dengar dan tahu ada salah jamak hujan. Salat
jamak karena hujan untuk pertama kalinya saya lihat di Masjid At Tahkim Jl. KH.
Ahmad Dahlan No. 73 Yogyakarta tak jauh dari kantor Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
(Foto : Masjid At Tahkim Yogyakarta, sumber : istimewa)
Saat itu sekitar bulan Oktober 1998. Saya berada di Yogyakarta selama dua bulan dalam mengikuti kuliah akhir “Praktek Kerja Lapangan” di kantor redaksi Majalah Suara Muhammadiyah. Memang ketika itu, saat shalat magrib, tiba-tiba turun hujan deras. Setelah salam, seorang makmum berdiri dan mengumandangkan iqamah. Sang imam mengajak jamaah melaksanakan salat Isya jamak qasar dua rakaat. Sebagian besar jamaah mengikutinya. Ada juga jamaah yang tidak ikut, lalu keluar berdiri di teras masjid sambil menuggu hujan reda.
(Foto : Masjid At Tahkim Yogyakarta, sumber : istimewa)
Saat itu sekitar bulan Oktober 1998. Saya berada di Yogyakarta selama dua bulan dalam mengikuti kuliah akhir “Praktek Kerja Lapangan” di kantor redaksi Majalah Suara Muhammadiyah. Memang ketika itu, saat shalat magrib, tiba-tiba turun hujan deras. Setelah salam, seorang makmum berdiri dan mengumandangkan iqamah. Sang imam mengajak jamaah melaksanakan salat Isya jamak qasar dua rakaat. Sebagian besar jamaah mengikutinya. Ada juga jamaah yang tidak ikut, lalu keluar berdiri di teras masjid sambil menuggu hujan reda.
Saya
juga pernah bertanya kepada seorang ustadz di Makassar, bagaimana hukumnya
salat jamaq qasar karena hujan. Menurutnya, ada memang sunnahnya. Hanya
syaratnya menurut dia cukup berat. Yakni hujan yang membahayakan, misalnya yang
akan menyebabkan banjir, atau hujan yang deras terus-menerus berhari-hari.
Banyak memang pendapat tentang hal ini. Tentu ulama atau ustadz, melihatnya
dari berbagai sudut pandang. Ada yang membolehkan dengan syarat tertentu, ada
juga yang tidak begitu berat. Mungkin inilah yang menyebabkan sehingga salat
jamak qasar karena hujan ini, tidak begitu sering dilaksanakan.
Jika melihat kepada kedua peristiwa di atas, hujan yang turun, menurut saya, tidak
terlalu membahayakan. Hanya memang terus-menerus. Akan tetapi menurut mereka yang
melaksanakan, hal itu sudah cukup menjadi syarat untuk melaksanakan salat jamak
qasar Ashar dua rakaat. Wallahu’alam. Saya percaya kepada Muslim dari Pakistan ini, karena saya sering melihatnya salat berjamaah baik Mushalla MAWU maupun di Masjid Omar. Dan ilmu agamanya masih jauh lebih baik dari saya.
Untuk selengkapnya, berikut ini saya cantumkan link tentang salat jamak qasar dari beberapa pendapat.
Untuk selengkapnya, berikut ini saya cantumkan link tentang salat jamak qasar dari beberapa pendapat.
http://www.umm.ac.id/id/muhammadiyah/13824.html Bagaimana Hukum Shalat Jamak Bukan dalam
Bepergian?
https://islam.nu.or.id/post/read/100342/batasan-boleh-menjamak-shalat-karena-hujan
Batasan Boleh Menjamak Shalat karena Hujan
https://dyargita.wordpress.com/2017/09/13/ketentuan-jama-dan-qashar-shalat-dalam-perspektif-tarjih-muhammadiyah/
KETENTUAN
JAMA’ DAN QASHAR SHALAT DALAM PERSPEKTIF TARJIH
https://rumaysho.com/1592-bolehkah-menjamak-dua-shalat-sebelum-safar.html
Bolehkah
Menjamak Dua Shalat Sebelum Safar?
Wassalam
Haidir
Fitra Siagian
Wollongong,
18 September 2019, ba’da duhur, di luar masih hujan
0 Comments