Muktamar IRM 1998 : Bawa Remaja
Indonesia ke Bantimurung
(Mengenang 2: Alm. H.Z.B. Palaguna,
mantan Gubernur Sulawesi Selatan)
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Pembukaan Muktamar Ikatan Remaja Muhammadiyah
Ke-11, dengan tema “Mentradisikan Ilmu, Mengembangkan Karya, Menuju Prestasi”,
hari Kamis, tanggal 21 Mei 1998 berlangsung dengan penuh kegembiraan di Balai
Kemanunggalan ABRI-Rakyat, Ujung Pandang. Ada sekitar dua ribuan remaja
Muhammadiyah dari seluruh Indonesia yang hadir dalam acara ini. Agenda utama
Muktamar adalah penyusunan program dan pemilihan pengurus baru periode
berikutnya. Dalam kegiatan yang berlangsung setiap dua tahun ini, bertindak
sebagai ketua panitia adalah Irmawan Syamsuddin Muhammad Saleh dan Irmawati
Alfiah Firdaus sebagai bendahara panitia. Sedangkan saya ditunjuk sebagai
sekretaris panitia. Ketua Pimpinan Wilayah IRM Sulsel saat itu adalah Abdul
Azis Ilyas, serta pengurus lainnya seperti Muhammad Irfan AB, Hidaya Mushlihah,
Amri Muhammad, Yunus, Mariyani, Lily, dan lain-lain.
Ada satu hal yang tidak dapat
dilupakan pada hari itu adalah terdengarnya kabar dari Jakarta melalui RRI
bahwa pada saat yang hampir bersamaan Presiden Soeharto, mengundurkan diri
sebagai Presiden RI. Ini sekaligus ditandai dengan pelantikan Prof. BJ. Habibie
yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI, naik pangkat menjadi Presiden
RI yang ketiga. Kabar gembira tersebut, pertama kalinya disampaikan oleh Saudara
Muhammad Izzul Muslimin, Ketua Pimpinan Pusat IRM, sesaat setelah pembukaan
Muktamar. Hadirin bersorak dan bergembira. Ini dianggap sebagai salah satu
kemenangan mahasiswa dan para aktivis di seluruh Indonesia dalam memperjuangkan
gerakan reformasi. Meski tidak disuruh dan direncanakan sebelumnya, tetapi
sebagian teman-teman IRM dari berbagai wilayah tumpah ruah ke jalan raya,
merayakan berita gembira tersebut. Tentu sebagian lainnya tetap berada di
ruangan melanjutkan agenda muktamar yang telah ditentukan oleh pimpinan pusat.
(Catatan penulis: pada bagian ini terdapat
koreksi dari Mas Izzul Muslimin, sebagai berikut: Sedikit koreksi. Yang
mengumumkan turunnya Peesiden Soeharto di Pembukaan Muktamar adalah Kepala Staf
Pangdam VII Wirabuana Brigjen Ampi Tanudjiwa. Atas kebaikan Pak Ampi juga salah
seorang peserta Muktamar dari Jawa Barat, Saudara Engkun yang mengalami
kecelakaan saat perjalanan di Kereta Api menuju Surabaya mendapat perawatan dan
operasi kakinya di RS Tentara (saya lupa namanya) secara gratis. Engkun dirawat
hampir 1 bulan, dan akhirnya pulang bareng saya naik pesawat terbang Pelita Air
milik Pertamina. Ternyata itu pengalaman pertama Engkun naik pesawat. Sekarang
Engkun tinggal di Pulau Natuna Kepri).
Setelah acara pembukaan, para
peserta kembali ke Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar di Jalan Sultan
Alauddin No. 259 Ujung Pandang. Para peserta menginap di kampus tersebut, dalam
ruangan-ruangan perkuliahan yang ditata secara sederhana dan bersahaja. Lengkap
dengan ruangan pameran dan tempat makan peserta di halaman kampus. Sedangkan
persidangan berada di depan kampus, yakni gedung balai bahasa, berada persis di
samping gedung Perpustakaan Sulawesi Selatan. Ada yang unik dalam acara
muktamar ini. Yang bertindak sebagai juru masak atau yang menguasai dapur umum
adalah bapak-bapak dari TNI Angkatan Darat atau pasukan Kodam VII Wirabuana.
Ini tidak lepas dari peranan Pangdam saat itu, Mayjend Suaedi Marasabessy.
Dalam hal ini, ada perbedaan pendapat di kalangan peserta. Mengapa yang
menyediakan makanan muktamar oleh tentara? Ada yang setuju dan ada yang tidak
setuju.
Saya sendiri, sebagai sekretaris
panitia pelaksana, tidak mau larut dalam perdebatan ini.Yang penting peserta
bisa makan dan mengikuti sidang dengan baik. Bagaimana pun panitia pelaksana
telah berusaha melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengutip kalimat Pak Kiyai
Djamaluddin Amien, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan saat
itu : “datang ke Muktamar ini adalah untuk berjuang, bukan untuk
bersenang-senang”. Muktamar tetap berlangsung dengan tertib dan aman. Sehari
sebelum acara selesai, tepatnya pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 1998, Muktamar
telah berhasil menetapkan anggota formatur yang akan menyusun pengurus yang
baru. Terpilih sebagai ketua umum yang baru adalah Irmawan Taufiqurrahman dan sebagai sekretaris
jenderal dipercayakan kepada Raja Juli Antoni. Beberapa nama lain yang sempat
saya ingat sebagai pengurus adalah Rizal Kuniawan, Paryanto Rohma, Mas Ayib,
Anjar Nugroho, Hilman Latif, juga adinda Munawwar Khalil.
Pada penutupan Muktamar yang
berlangsung malam hari, 23 Mei 1998 hari Sabtu, di Gedung Balai Bahasa Ujung
Pandang, ada tamu istimewa. Beliau adalah Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan,
H. Zainal Basri Palaguna. Datang bersama dengan unsur Muspida. Kedatangan beliau ini tidak lazim.
Biasanya jika ada acara-acara IRM, jika kami mengundang Gubernur, yang datang
biasanya adalah pejabat di bawahnya, seperti Asisten Bidang Kesra dan
lain-lain. Kedatangan langsung gubernur dalam acara ini, saat itu, tentu diluar
dugaan kami sama sekali. Apakah ini terkait dengan proses reformasi yang sedang
berjalan atau bukan, wallahu’alam.
Sebelum protokol mempersilahkan
Gubernur menutup acara Muktamar, terlebih dahulu ada amanah atau sambutan dari
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, K.H. Djamaluddin Amien.
Pak kiyai menjelaskan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan muktamar ini.
Mengemukakan hasil-hal yang telah dicapai, dengan segala dinamika yang terjadi.
Juga menyampaikan terimakasih atas kedatangan gubernur menjenguk peserta
muktamar. Pak kiyai juga sempat mengatakan bahwa peserta muktamar sempat merasa
anak tiri, karena sebelumnya belum ada pejabat pemerintah yang menjenguk
mereka. Dengan kedatangan pak Gubernur
ini, menurut Pak Kiyai memberi kesan tersendiri bagi peserta, yakni
remaja-remaja Muhammadiyah yang datang dari seluruh Indonesia.
Tiba saatnya sambutan gubernur,
beliau langsung merespon penjelasan Pak Kiyai. Bahwa dia juga telah memantau
kegiatan muktamar dan dinamika yang terjadi. Sehingga beliau memutuskan untuk
datang sendiri dalam penutupan muktamar ini. Dalam kesempatan itu, gubernur
mengajak seluruh peserta yang jumlahnya mencapai dua ribuan orang, untuk
jalan-jalan melihat pemandangan alam di Sulawesi Selatan. Ada dua pilihan,
yakni Malino atau Bantimurung. Mengingat jarak dan waktu, disepakati untuk
membawa seluruh peserta ke Bantimurung, Kabupaten Maros. Tak lupa pula gubernur
memberi bantuan untuk biaya makan di jalan kepada seluruh peserta sebesar
sepuluh juta Rupiah. Alhamdulillah.
Pagi-pagi sekali, ketika kami belum
sarapan, di depan Kampus Unismuh sudah berjejer sekitar seratus unit bus Damri,
diuruskan oleh pegawai kantor Gubernur. Biaya bensin, sewa bus, dan ongkos masuk
kawasan wisata, ditanggung oleh mereka. Semua peserta ikut naik bus. Kurang
lebih jam Sembilan pagi, seluruh peserta sudah tiba di Bantimurung. Mandi-mandi
dan foto-foto. Akibat kebaikan hati pak Gubernur yang menyedikan fasilitas ini,
seorang peserta Muktamar atas nama Nur Muchlasin dari Jawa Tengah digotong ke
sungai dan dimandikan ramai-ramai oleh teman-teman peserta muktamar lainnya.
Hampir saja kameranya jatuh ke dalam sungai.
Kemarin diberitakan bahwa Bapak H.
Zainal Basri Palaguna, mantan Gubernur Sulawesi Selatan dua periode 1993 – 1998
dan 1998 - 2003, telah berpulang ke rahmatullah. Semoga amal ibadah selama
hidupnya diterima di sisi Allah Swt. Amiin ya Rabbal A’alamin.
Gwynenville, NSW, Australia
04.10.2019 qabla Jumat
1 Comments
Mantap
ReplyDelete