Uang Pembeli Obat
Nyamuk saat KKN Unhas 1998
(Mengenang 1: Alm.
H.Z.B. Palaguna, Mantan Gubernur Sulawesi Selatan)
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Pada masa Orde Baru, bertemu dengan seorang pejabat
penting adalah peristiwa yang tidak biasa. Bahkan boleh menjadi kebanggaan
tersendiri bagi seseorang. Bertemu dengan seorang camat saja, kita sudah
senang, apalagi jika bertemu dengan seorang bupati atau lebih tinggi lagi
jabatannya, gubernur. Ada rasa kebanggaan
tersendiri jika kita pernah bertemu dengan orang penting. Walaupun tak bisa
diukur, hal ini bisa meningkatkan “harga diri” seseorang. Terlebih bagi orang
seperti saya, pendatang yang merantau datang dari pedalaman Sipirok Sumatra
Utara ke Ujung Pandang, sangat senang bisa bertemu dengan seorang gubernur. Gubernur
Sulawesi Selatan, H.Z.B. Palaguna.
Selama dua bulan pada tahun 1998, tepatnya mulai
petengahan Maret hingga Mei, saya mengikuti KKN
(Kuliah Kerja Nyata) Universitas Hasanuddin, di Kecamatan (perwakilan/persiapan)
Mandalle, Kabupaten Pangkep, sekitar 80 Km dari Kota Ujung Pandang. Sebelum
berangkat KKN, saya mendapat kepercayaan sebagai Korcam atau koordinator
kecamatan, setelah melalui voting terbuka di samping Gedung Pertemuan Ilmiah
Kampus Unhas Tamalanrea. Ada beberapa syarat untuk menjadi koorcam. Salah
satunya adalah harus bisa naik motor atau mengenderai motor. Paling tidak, bisa
naik sepeda. Saya memenuhi syarat yang terakhir ini.
Ada dua calon korcam waktu itu. Yang pertama adalah
Andi Hakim atau Andi Eppe dari Fakultas Sastra, dan saya sendiri dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Pemilihan dipimpin langsung oleh Ibu Indriati
Lewa, sebagai dosen pembimbing dari Fakultas Sastra. Terpilihnya saya sebagai
korcam yang tidak pernah diduga sebelumnya adalah tidak lepas dari “provokasi”
saudari Rayudaswati Budhi, mantan aktivis IMM dan pentolan UKM Perss Unhas
sekarang aktif sebagai dosen Universitas Muslim Indonesia. Selain korcam,
diangkat pula seorang sekretaris korcam. Terpilihlah saudari Karmila Mokoginta,
dari Fakultas Sastra. Perempuan asal Gorontalo ini beberapa bulan kemudian
dinobatkan sebagai mahasiswa teladan Unhas dengan meraih IPK sempurna, 4.0. Lalu
diangkat sebagai dosen dan sekarang saya dengan sebagai kepala Kantor Hubungan
Internasional Unhas. Saya dan Mila, pernah memiliki kesamaan. Sama-sama dosen. Dia
mengabdi di Tamalanrea, saya mengabdi di Samata. Juga pernah sama-sama tinggal
di Adelaide, Australia Selatan. Tapi waktunya tidak bersamaan. Dia duluan, kami
belakangan, sekitar sepuluh tahun lalu.
Dalam pelaksanaan KKN Unhas ini, kami dibagi ke lima
desa, semuanya berada di wilayah kecamatan perwakilan Mandalle. Masing-masing
adalah Desa Tamarupa, Desa Mandalle, Desa Benteng, Desa Boddie. Satu lagi
desanya saya lupa namanya. Desa Boddie sekarang ini adalah tempatnya penjual
makanan khas Pangkep yang disebut “dange” dan
“surabi”. Saya sendiri berada di Desa Mandalle, agak masuk sekitar satu
kilometer dari jalan poros. Itu adalah kesalahan pemilihan lokasi. Sebagai
korcam, saya mestinya berada di desa yang dekat dengan kantor camat atau
minimal di jalan poros. Hanya saja, dibenak ibu dosen pembina KKN waktu itu,
Desa Mandalle pastinya berada di ibukota Kecamatan Mandalle. Biasanya memang
demikian, tapi kali ini tidak. Sampai satu bulan setelah KKN, semua kegiatan
berjalan dengan baik dan lancar. Peserta KKN berada di desa masing-masing. Saya
sekali waktu berkunjung ke berbagai desa bersama dengan sekcam atau diantar
oleh saudara Andi Hakim, biasanya disebut sebagai rapat konsolidasi.
Sekitar satu bulan setelah KKN, pada siang hari,
kami sedang membuat program di Poliklinik Desa Mandalle. Tiba-tiba sebuah mobil
kijang datang dengan sangat cepat. “Pak Koorcam, ikut saya sekarang. Panggil
teman-temanmu”. Tanpa abc, kami semua segera bergegas dan ikut dengan bapak ini
. Dia adalah staf kantor Kecamatan Segeri. Kami dibawa ke kantor Desa Tamarupa,
yang terletak di jalan poros Ujung Pandang – Parepare sampai Majene, Mamuju dan
seterusnya. Kurang lima menit kami sudah berada di depan kantor desa. Sudah
banyak mobil plat merah berjejer di depan kantor. Termasuk satu bus khusus
milik Pemda Sulsel.
Ketika kami masuk, sudah banyak pejabat berada di dalam.
Diantaranya adalah Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, Bupati Pangkep,
Andi Baso Amirullah, Rektor Unhas Prof. Radhy A. Gani, dan Camat Mandalle,
Effendi Kasmin. Ternyata Pak Gubernur bersama rombongan termasuk Pak
Rektor, sedang dalam perjalanan mengunjungi lokasi KKN Unhas di berbagai
kabupaten. Saat itu pak gubernur telah mencanangkan program yang disebut
sebagai Grateks2 (gerakan peningkatan produksi ekspor dua kali lipat). Jadi
beliau ingin mahasiswa Unhas yang KKN, membantu masyarakat petani meningkatkan
produksinya. Memang saat itu harga hasil pertanian sangat naik pesat. Misalnya,
harga udang, awalnya hanya lima ribu Rupiah menjadi delapan puluh ribu Rupiah
per kilogram.
Pak Gubernur bertanya, mana korcamnya. Saya angkat
tangan. Fakultas apa? Fisip, Pak, jawabku. Setelah memperkenalkan diri, saya
sebagai bermarga Siagian, dia sempat heran dan tersenyum. Mungkin beliau tak
sangka orang Batak bisa jadi kocam di Pangkep. Wallahu’alam. Lalu beliau
meminta saya mempresentasikan apa program KKN yang terkait dengan
Grateks2. Saya menjelaskan bahwa kami
bersama masyarakat sedang menanam kapas di gunung. Bibitnya diambil dari Dinas
Pertanian. Dan seterusnya. Saya lihat beliau mengapresiasi dan memberikan
penjelasan panjang lebar terkait dengan program Grateks2 ini.
Kurang dari satu jam acara dadakan ini berlangsung
dengan sedikit tegang. Lalu Pak Gubernur bersama rombongan pamit untuk
melanjutkan perjalanan ke Barru dan Sidrap. Sebelum berangkat, beliau kembali
memanggil saya. Dihadapan teman-teman sesama peserta KKN dan hadirin yang
hadir, beliau berpesan dan menyerahkan sesuatu: “Siagian, ini ada sedikit
pembeli obat nyamuk. Nanti kalian atur dengan teman-temanmu”. Disambut tepuk tangan riuh gembira
teman-teman. Alhamdulillah, setelah mereka pergi, kami buka amplopnya. Satu
juta Rupiah. Nilai itu pada tahun 1998, tentu bukan sedikit, bahkan amat sangat
banyak.
Sebagai korcam, saya sudah diskusi dengan sekretari
kecamatan, Ibu Mila, agar uang ini kita pakai untuk membiayai satu program
tingkat kecamatan. Ibu Mila setuju. Kemudian kami undang semua koordinator desa
untuk membicarakan hal ini. Tenyata perdebatan sengit. Karena ini menyangkut
uang. Hampir tidak ada yang setuju, jika uang itu dipakai untuk program KKN.
Justru mereka minta dibagi rata kepada semua mahasiswa peserta KKN. Sebab
mereka mendengar sendiri, Pak Gubernur, bilang bahwa uang itu adalah untuk
pembeli obat nyamuk. Saya tak bisa berkutik.
Kalah berdebat dalam rapat itu.
Kemarin diberitakan bahwa seorang tokoh Sulawesi
Seatan telah berpulang ke rahmatullah. Semoga almarhum Haji Zainal Basri
Palaguna, mantan Gubernur Sulawesi Selatan dua periode 1993-1998 dan 1998-2003,
mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Banyak prestasi dan kebaikan hatinya
yang sudah dirasakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan, termasuk kami yang
pernah KKN di Pangkep tahun 1998. Insya Allah, husnul khatimah.
Wassalam
Gwynenville, NSW, Australia 03.10.2019 qabla Duhur
Foto : wikipedia
0 Comments