Dosen
yang Hatinya Senantiasa Terpaut dalam Masjid
(Mengenang
Ustadz Drs. Hading, M.Ag.)
Oleh
: Haidir Fitra Siagian
Innalillahi
wainna ilaihi rajiun. Sesungguhnya saya tak begitu akrab maupun tidak terlalu mengenal
dengan baik Ustadz Drs. Hading, M.Ag., dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Alauddin Makassar, yang kemarin (25/12/19) telah berpulang menghadap panggilan
Sang Maha Kuasa. Namanya untuk pertama kali saya dengar ketika menjadi peserta pelatihan pembuatan SAP
bagi dosen muda UIN Alauddin yang lulus angkatan 2006.
Pelatihan
ini berlangsung di lantai empat gedung Perpustakaan Kampus I UIN Alauddin
Makassar pada sekitar tahun 2008, dibuka langsung oleh Prof. Dr. H. Azhar
Arsyad, M.A., masih menjabat rektor saat itu. Dalam acara berkenaan, almarhum
bertindak sebagai tim instruktur antara lain bersama dengan ibu Dra. Rahmia
Damis, M.Ag.
Namun
demikian wajahnya sangat membekas dalam benak saya. Ini tidak lepas dari
jenggot panjang yang menjuntai indah dan melekat dari dagunya. Ketika masih berada di kampus satu, sampai
awal tahun 2010, saya senantiasa melihat beliau berada di masjid kampus. Hampir
setiap salat Duhur dan Ashar pada hari kerja.
Demikian pula ketika sudah berada di masjid kampus II Romang Polong, wajah beliau selalu saya lihat berada di masjid. Boleh dikatakan bahwa tiada waktu yang tertinggal bagi dia tanpa pergi ke masjid menunaikan salat berjamaah. Beberapa kali pula saya lihat dia berdiskusi dengan mahasiswa di pelataran masjid kampus.
Demikian pula ketika sudah berada di masjid kampus II Romang Polong, wajah beliau selalu saya lihat berada di masjid. Boleh dikatakan bahwa tiada waktu yang tertinggal bagi dia tanpa pergi ke masjid menunaikan salat berjamaah. Beberapa kali pula saya lihat dia berdiskusi dengan mahasiswa di pelataran masjid kampus.
Jika
boleh bertanya, berapa banyak dosen yang hatinya selalu terpaut di masjid?
Tentu sangat banyak. Dan tentu pula ada yang jarang di tengah berbagai
kesibukan mengajar, meneliti dan pengabdian masyarakat. Ustadz Hading adalah
salah satu contoh dosen yang dalam pandangan saya, hatinya selalu terpaut dalam
masjid, dengan tetap melaksanakan tugas tridharma perguruan tinggi.
Beliau memahami bahwa seorang lelaki muslim memang sejatinya harus salat di masjid. Selalu berusaha semaksimal mungkin agar dalam melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah, langkah kaki haruslah mengarah ke rumah ibadah kebanggaan umat Islam.
Beliau memahami bahwa seorang lelaki muslim memang sejatinya harus salat di masjid. Selalu berusaha semaksimal mungkin agar dalam melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah, langkah kaki haruslah mengarah ke rumah ibadah kebanggaan umat Islam.
Sejak
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin pada pertengahan tahun 2017 membangun
sendiri masjid di bagian belakang kampus, hubungan saya ke masjid kampus boleh
dikatakan semakin jarang. Sejak saat itu pula saya semakin jarang melihat dan
berinteraksi dengan almarhum. Beberapa kali memang masih sempat bertemu pada
saat upacara bendera tujuh belasan, acara lain tingkat universitas atau
berpapasan di rektorat untuk urusan beberapa perkara.
Saya
juga masih melihat beliau masuk kampus menaiki motor. Walaupun memakai helm,
masih mudah mengenali dari bulu jenggot yang tumbuh subur menghiasi wajahnya. Jika
tidak salah pandangan, beliau adalah salah satu dosen yang hingga sekarang
masih mengenakan kenderaan roda dua masuk ke dalam kampus. Kesederhanaan yang
tidak mudah dipertahankan dalam kondisi zaman sekarang ini.
Kecintaan
beliau kepada masjid bukan hanya datang beribadah salat berjamaah. Ketika Persyarikatan
Muhammadiyah Samata Gowa akan membangun sebuah masjid di lokasi tanah wakaf
yang terletak di samping kampus II UIN, beliau terlihat aktif dalam kegiatan
gotong royong. Namanya juga termasuk salah seorang panitia pembangunan. Pada daftar
donatur yang menyumbang, namanya juga tertera dengan jumlah sumbangan yang
cukup besar.
Jadi wujud kecintaannya kepada masjid setidaknya sudah diimplementasikan dalam tiga aspek. Ikut salat berjamaah setiap waktu. Mengikuti kerja bakti dalam masjid dan aktif sebagai panitia. Dan ketiga adalah menyumbangkan sebagian hartanya untuk pembangunan masjid.
Jadi wujud kecintaannya kepada masjid setidaknya sudah diimplementasikan dalam tiga aspek. Ikut salat berjamaah setiap waktu. Mengikuti kerja bakti dalam masjid dan aktif sebagai panitia. Dan ketiga adalah menyumbangkan sebagian hartanya untuk pembangunan masjid.
Semoga
amal ibadah almarhum dapat membantu mengantarkan beliau ke haribaan Dzat Yang
Maha Sempurna, memeroleh tempat yang paling mulia di sisi-Nya. Amiien ya Rabbal’alamien.
Wassalam
Gwynneville, 26.12.19 qabla Ashar
Gwynneville, 26.12.19 qabla Ashar
Sumber
foto : istimewa
0 Comments