About Me

Bukti Kongkrit Toleransi Beragama, Bukan Sekedar Ucapan Selamat




Gerimis kecil masih belum reda. Persis sekembali dari Masjid Omar Wollongong subuh ini, saya mendapati Pak Hendris sudah bersiap di depan flatsnya. Berada di lantai satu kompleks kami. Barang-barangnya dalam koper seberat 120 kilogram sudah siap diangkut. Termasuk satu unit sepeda dalam dus yang dibungkus dengan rapi.
Hari ini bersama istri dan putrinya akan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya di UoW dalam bidang teknologi nuklir. Dia bekerja di BATAN Bandung, JAwa Barat. Berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Hari ini Indonesia akan kedatangan salah satu putra terbaiknya sebagai ahli nuklir, yang semoga akan bermanfaat untuk kebaikan sesama.
Sebagaimana biasanya setiap ada teman yang pulang, kami para tetangga dan warga Indonesia yang tinggal di sini selalu datang melepaskan keberangkatan mereka. Membantu mengangkatkan barang-barangnya. Merapikan rumahnya. Membantu menerima titipan kunci untuk dikembalikan kepada manajemen flats. 
Memang terlalu cepat waktu itu berlalu, mengingat kebersamaan kami selama beberapa bulan ini. Minum teh petang hari, mengikuti acara PPIA, liburan bersama ke kebun binatang, makan siang di rumah, dan sebagainya. Setiap berpapasan di beranda rumah, kami saling menyapa, menyahut dan menanyakan kabar masing-masing.
Beberapa waktu yang baru lalu, saya tahu dia akan segera kembali ke Indonesia. Kebetulan kami sedang membuat acara sederhana di rumah. Saya minta kepada nyonyaku agar mengundang keluarga Pak Hendris dengan istrinya. Kita mengadakan acara makan siang di rumah, setelah selesai salat Jum'at. Ketika pulang dari masjid, saya mendapati beliau dengan istri dan anaknya sudah berada di rumah. Sementara teman-teman yang lain belum pada datang.
Kemarin dulu, istrinya sempat membuatkan bakso, diantar ke rumah. Enak dan nyaman. Alhamdulillah. Saya senang kepadanya, demikian sebaliknya. Beberapa perabotan rumah dan alat rumah tangga yang masih baik diberikan kepada kami.
Seperti mesin pemanas ruangan, kipas angin, lampu kerja, gelas-gelas, dan sebagainya. Walaupun kami sudah punya, tetap saja saya terima dan bawa ke rumah. Saya niatnya untuk diberikan kepada mahasiswa Indonesia yang baru datang bulan ini kuliah di UoW.
Satu benda yang sangat kusuka adalah alat memancing. Tentu saya tak akan memberikan kepada orang. Dia tawarkan khusus kepada saya. Walaupun saya tak biasa memancing, saya akan coba memancing ikan di sini, baik di pantai atau danau yang tak begitu jauh dari rumah.
Di sini, memancing tak boleh sembarangan. Harus ada izin resmi dari pemerintah dan membayar pajaknya. Pun tak boleh mengambil ikan kecil, harus ikan besar. Jika ketahuan, bisa kena denda. Oleh karena itu, sebelum memancing nanti saya harus mendaftar dulu ke pemerintah untuk memperoleh surat izin memancing.
Selama kami berteman di sini adalah dalam keadaan baik-baik saja. Meski terdapat berbagai perbedaan, tetap rukun dan damai. Walau berbeda agama, tak mengurangi rasa kebersamaan kami. Inilah bukti konkret toleransi beragama yang saya pahami. Dalam konteks kebinekaan dan persatuan dan kesatuan bangsa. Bukan hanya dalam wacana yang jauh dari realita.
Terima kasih, Pak Hendris. Terima kasih kebersamaannya selama ini. Mohon maaf atas segala keterbatasan. Mudah-mudahan suatu saat bisa jumpa lagi di negara kita, Indonesia tercinta.
Wassalam
Keiraville, 7/3/2020
Penulis adalah dosen UIN Alauddin Makassar, aktivis Muhammadiyah, saat ini sedang bermukim di Australia


Dengan beberapa penyesuaian, artikel ini sudah pernah dimuat dalam :

Post a Comment

0 Comments

close