Langgar Social Distancing Denda Sepuluh Juta Rupiah
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Beredar informasi dari WA Grup teman-teman di Sydney bahwa telah ada warga Indonesia yang kena denda. Ini terjadi tadi siang ketika polisi melakukan sweeping secara acak di salah satu kawasan di ibu kota negara bagian New South Wales ini.
Dalam WA ini disebutkan bahwa temannya kena denda sebesar $1000 atau sekitar sepuluh juta Rupiah. Sebabnya adalah dalam kendaraan yang dia kemudikan terdapat temannya yang bukan keluarga dekatnya. Mengingat di Sydney sudah diberlakukan physical distancing dengan jarak minimal satu setengah meter dari orang lain.
Karena yang bersangkutan tidak dapat menjelaskan bahwa penumpang tersebut adalah keluarga dekatnya, sehingga dianggap orang lain. Akibatnya dia didenda sebesar tersebut karena berdekatan dengan orang lain meski dalam mobil pribadi.
Dalam satu video lainnya yang beredar, tampak seorang warga dihentikan oleh petugas. Kepadanya ditanyakan hendak kemana. Dia bilang baru kembali dari supermarket. Petugas kembali bertanya, apa buktinya bahwa dari supermarket. Lalu dia memperlihatkan keranjang belanja. Sekiranya tidak ada bukti, maka kemungkinan besar yang bersangkutan akan kena denda.
Demikianlah kisah bagaimana upaya pemerintah Australia dalam mencegah penyebaran coronavirus ini. Antara lain di Sydney, dengan melarang warga bepergian yang tidak penting dan mengambil jarak aman dalam radius satu setengaj meter.
Ketentuan tersebut tidak berlaku secara menyeluruh di Australia. Hanya kawasan-kawasan tertentu saja. Demikian pula antara satu negara bagian, terdapat perbedaan ketentuan. Bahkan ada negara bagian yang sudah melarang warga lain masuk ke wilayahnya.
Kami berada di Kota Wollongong, sekitar 90 km dari Sydney. Sampai sejauh ini, keadaan di sini masih normal. Beberapa waktu lalu ada seorang mahasiswa UoW yang diduga kena virus ini, tetapi setelah dicek hasilnya negatif. Ada pula satu orang warga yang positif, tapi sudah ditangani pihak rumah sakit secara intensif dan profesional.
Namun demikian, pemerintah kota ini selalu memberi amaran kepada warga. Beberapa sekolah sudah mempercepat liburnya. Tempat-tempat umum yang tidak esensial sudah ditutup. Seperti pub, THM, bioskop, kasino, termasuk rumah ibadah. Jadi kita sudah satu minggu tidak ke masjid. Masjid Omar Wollongong yang biasa kami datangi sudah digembok dan pasword pintu masuk dirubah.
Tadi saya dengan nyonya pergi ke toko elektronik ingin membeli laptop. Saya perlu yang baru untuk menulis hasil penelitian yang sudah saya lakukan di sini. Laptop lamaku sudah sangat lamban, maklum usianya hampir sama dengan usia putri ketigaku.
Ternyata laptop yang murah tak ada lagi. Ada yang di displays tetapi mereka tidak mau jual, mungkin kuatir potensi penyebaran virus sebab laptop sudah disentuh sentuh pengunjung. Jadi semua yang tersisa in store hanya laptop yang mahal, rata-rata lima belas hingga dua puluh jutaan. Mengapa habis laptop murah? Karena dalam satu dua minggu ini para orang tua ramai-ramai beli laptop untuk anaknya belajar di rumah. Sementara stok laptop dari pabrik belum tiba.
Ketika belanja di supermarket tadi, di pintu masuk, seorang petugas menyemprotkan hand sanitizer ke tangan setiap pengunjung. Kursi-kursi cafe diangkat ke atas meja. Bahkan Beberapa kursi cafe dipasangi garis tanda larang. Artinya tak boleh duduk di situ. Restoran di sini masih buka. Tapi hanya beli dan bawa pulang atau takeaway. Tak boleh makan di restoran.
Tadi saya dengan nyonya singgah di Pantai Wollongong. Meski masyarakat di sini pelarangannya belum seketat di Sydney, artinya masih boleh ke pantai asal tidak ramai ramai, tapi suasana pantai cukup sepi. Nyonyaku masuk ke cafe membeli kentang goreng. Setelah membayar, kasir meminta dia menunggu di luar. Agar tidak terjadi penumpukan pembeli dalam cafe. Setelah pesannya tersedia, barulah dia dipanggil kembali mengambil kentang gorengnya.
Demikian sepintas laporan dari kami. Semoga bermanfaat.
Wassalam
Gwynneville, 29.03.20 qabla Isya
0 Comments