About Me

Roti Berre Sidrap dari Juragan Ayam



Roti Berre', cash and carry

Dalam perjalanan ke Kampus Unismuh tadi pagi, saya melihat ada kios menjual makanan tradisional Bugis. Salah satunya adalah roti berre. Ini berada di kawasan Minasa Upa Makassar. Saya sudah berniat esok pagi akan ke kios itu membeli roti berre, untuk someone.

Satu minggu lalu, saya ada pertemuan dengan teman-teman di kawasan Mannuruki. Makanan ringan yang disajikan tuan rumah adalah roti berre dan pecce tello. Karena banyak orang, saya tak berani minta roti berre. Tapi dapat satu bungkus pecce tello. Padahal someone mau sekali makan roti berre.

Akhir tahun lalu, saya sebenarnya ajak anak-anak mau liburan ke Sidrap sambil silaturahmi dengan teman-teman sekalian memantau amal usaha pendidikan Muhammadiyah. Saya mau kasi makan mereka kuliner khas Sidrap : cuwiwi, apang pella, tuak manis dan tak lupa adalah roti berre. Sayang sekali, tak jadi ke Sidrap, karena satu dan lain hal.

Pertama kali saya makan roti berre adalah tahun 2000an. Saya bersama dengan Kiyai Nas dalam perjalanan ke Palopo. Singgah di rumah seorang kerabat Pak Kiyai, namanya ustadz Mujetaba Mustafa. Kami dikasi makan roti berre dengan seleinya terbuat dari campuran durian. Alhamdulillah, enaknya. Sejak saat itu saya sangat menyukai makanan ini.

Akan tetapi, sejak saat itu, artinya hampir enam belas tahun lalu, saya lupa, apakah saya pernah makan roti berre atau tidak. Mungkin pernah, tapi entah dimana dan kapan.

Jika bicara tentang kuliner tradisional, yang kuingat adalah roti berre. Walaupun saya setiap saat selalu ke Sidrap, hampir tidak lagi makan roti berre. Katanya tidak banyak lagi yang jual roti berre. Kalau pun ada sangat terbatas produksinya dan jauh dari tempat yang kami tuju.

Tentang roti ini, saya selalu cerita sama nyonya. Saya bilang enak. Dia penasaran dan ingin menikmatinya. Bahkan dia sedikit "main ancam" : Abang harus bawa saya ke Sidrap makan roti berre, katanya.

Subhanallah. Hari ini adalah hari yang sangat berbahagia. Entah mimpi apa aku semalam. Tadi siang jelang Ashar saat mengikuti Rakor Kebangsaan di Unismuh, seorang dokter yang baik hati menelepon menanyakan dimana posisiku. Persis setelah Ashar, sepasang suami istri telah tiba di depan gedung Fakultas Kedokteran Unismuh.

Mobil mewah warna putih yang dikenderai oleh sahabat saya, mantan anggota Senat UIN dari Fakultas Saintek, berhenti. Seorang ibu muda yang baik hati turun dengan menenteng kardus setengah besar dan berat. "Untuk Pak Haidir" katanya. Apa ini? Masya Allah, roti berre satu dos besar. Langsung dibawa dari Sidrap. Diberikan percuma dengan senang hati dan diantar langsung ke tempat.

Seingat saya, tak pernah saya membantu atau menanam jasa kepada mereka. Bahwa saya berteman dengan mereka, ya. Tapi saya tak punya firasat akan mendapat roti berre sebanyak ini dari mereka. Maka nikmat Tuhan kamu yang mana lagi yang kamu dustakan?

Selama rakor saya sudah tidak tenang. Jelang magrib saya balik ke rumah. Tak lupa sebagian roti berre saya bagikan kepada staf. Tiba di rumah, alangkah senangnya hati anak-anak. Karena sangat banyak tak mungkin kami habiskan.

Dan para tetangga pun dapat jatah. Juga doja masjid dan anak-anak santri pondok tahfidz dekat rumah. Alhamdulillah. Terima kasih Pak Aji dan Bu Aji. Semoga sentiasa sehat wal afiat dalam redha Allah Swt dan mendapat pahala yang berlipat ganda. ***

Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Bakung Samata Gowa
12 Januari 2019
Jelang tengah malam

Catatan : Artikel ini sudah dimuat dalam fb tahun lalu

Post a Comment

0 Comments

close