Oleh : Haidir Fitra Siagian
Syukur Alhamdulillah, penyebaran covid-19
di Australia semakin terkendali. Ini membuat pemerintah kembali memberi pelonggaran pembatasan sosial yang
selama ini berlaku bagi masyarakat untuk
beraktivitas di luar rumah. Di beberapa negara bagian, tingkat
penyebaran sudah semakin menurun bahkan telah masuk angka nol. Meski demikian, pemerintah tidak
tergopoh-gopoh memberi keleluasaan bergerak.
Saat ini belum membuka secara penuh pelonggaran pembatasan pergerakan
warga secara penuh, termasuk tidak memberi dispensasi kepada warga yang berada
di bawah usia 45 tahun ke bawah. Semua
warga tetap diharapkan berada di rumah, kecuali ada hal yang mendesak dan rasional.
Pada minggu ini, pemerintah telah
memberikan beberapa kelonggaran kepada untuk beraktivitas di luar rumah. Termasuk
untuk berekreasi di taman dan berkumpul di luar rumah. Di antaranya adalah
memberikan kelonggaran untuk berkumpul maksimal sepuluh orang di luar rumah dan
menerima tamu hingga lima orang saja di dalam rumah. Sekolah umum telah dibuka
secara bertahap, sampai keadaan dipandang normal kembali.
Pemerintah negara bagian New South
Wales, tempat dimana kami berada, telah membuka sekolah secara bertahap. Anak-anak
kami pada minggu ini pun sudah mulai bersekolah. Putriku yang ketiga, setingkat
kelas enam sekolah dasar, kemarin sudah masuk sekolah. Mereka dijadwal masuk
sekolah sekali seminggu berdasarkan abjad nama terakhirnya. Yang bersekolah sekali
seminggu ini, terdapat pengecualian. Bagi yang orang tuanya bekerja di tempat-tempat
yang esensial, boleh anaknya datang tiap hari ke sekolah. Misalnya orang tuanya
yang dokter atau perawat yang bekerja di rumah sakit, guru yang mengajar
sekolah, petugas pemadam kebakaran, listrik, polisi yang bertugas pada hari itu,
dan lain-lain. Agar orang tuanya bisa bekerja dengan tenang di tempat kerjanya.
Sebelum ke sekolah, putriku telah
dibekali oleh ibunya beberapa protokol kesehatan. Misalnya kurangi berdekatan
dengan sesama siswa, jangan berjabat tangan, jika batuk tutup mulut, hindari
menyentuh benda-benda yang tidak penting, dan mempersering mencuci tangan. Membawa
masker, nanti dipakai jika dipandang perlu. Saya pun harus mengantar jemputnya
ke sekolah untuk mengurangi interaksi dengan teman-temannya dalam perjalanan.
Padahal selama ini mereka berangkat ke sekolah dengan naik bus.
Dua orang anak kami lainnya, setingkat
kelas tiga sekolah menengah, belum masuk
sekolah. Sesuai jadwal keduanya akan masuk sekolah hari Jumat lusa, juga sekali
seminggu saja. Ini pun karena sekolah mereka dijadwal masuk sekolah berdasarkan
abjad nama terakhir. Karena nama terakhirnya adalah Siagian, jadi abjadnya
huruf “S”, sehingga mereka bersamaan jadwalnya. Selama ini, ketiga anak kami belajar
secara online pada jam belajar setiap hari. Saya menyaksikan melalui layanan
zoom, mereka sekelas bertatap muka dengan gurunya. Sang guru menjelaskan pelajaran
dan instruksi menyelesaikan pekerjaan rumah. Bahkan pernah gurunya menelepon
langsung putriku, karena terlambat masuk kelas online. Maklum ini bulan puasa,
jadi setelah subuh sempat tertidur.
Konsep pemerintah Australia dalam
mengatur penjadwalan masuk sekolah ini boleh dikatakan sebagai bagian uji coba
saja, di samping uji coba dalam bidang kehidupan sosial lainnya. Menguji sejauh
mana penyebaran virus di lingkungan masyarakat terutama bagi anak-anak sekolah.
Inilah sehingga perlu dilakukan secara bertahap. Agar jumlah siswa di sekolah
dapat dibatasi, dikontrol pergaulan mereka sehingga tidak bersentuhan satu sama
lain. Jika dalam beberapa minggu ke depan, uji coba ini berhasil, dimana tidak
ada anak sekolah yang kena virus, maka sekolah akan dibuka kembali secara
normal. Tentu sebaliknya, jika terdapat anak yang terkena virus selama masa uji
coba ini, maka kemungkinan sekolah akan ditutup kembali. Perlu diketahui bahwa
pemerintah dan masyarakat Australia sangat memperhatikan keamanan dan
keselamatan anak-anak sekolah.
Sementara itu pelonggaran
pembatasan sosial juga terjadi di negara bagian Australia Selatan, tepatnya di
Kota Adelaide. Yang menarik perhatian saya adalah tentang pengumuman yang
dilakukan oleh panitia Masjid Adelaide City. Tahun 2013 yang lalu, saya
berkesematan untuk berkali-kali salat Jumat di masjid in bersama keluarga. Ini
adalah salah satu masjid tertua yang ada di Australia yang dibangun oleh
imigran dari Afganistan dan India Utara pada sekitar tahun 1870-an. Imigran ini
didatangkan ke Australia untuk mengendarai hewan unta, sebagai alat
transportasi ke daerah pedalaman Australia dalam rangka membuka lahan atau
daerah pertambangan. Mengingat sebagian besar lokasinya adalah bergurun pasir,
mirip dengan apa yang ada di Timur Tengah.
Selama dua bulan ini pemerintah
Australia telah menutup tempat-tempat yang dianggap tidak esensial. Seperti bar,
bioskop, pub, perjudian, dan café. Ternyata tempat yang dianggap tidak esensial
di sini, termasuklah rumah ibadah, seperti masjid dan gereja. Semuanya ditutup untuk menghindari pertemuan
orang yang dapat menularkan virus. Dengan demikian sudah hampir delapan kali
umat Islam di Australia tidak ke masjid dan tidak melaksanakan salat Jumat.
Namun dengan adanya pelonggaran
ini, dimana pemerintah telah membolehkan mengadakan pertemuan di luar rumah
sebanyak maksimal sepuluh orang, diartikan secara cerdas oleh panitia Masjid
Adelaide City. Untuk menyalurkan hasrat dan girah keagamaan yang tinggi bagi umat
Islam untuk didatangkan ke masjid utamanya selama Ramadan ini, maka dibuatkan
jadwalkan jamaah yang akan datang ke masjid. Siapa yang ingin datang salat
berjamaah harus mendaftar secara online. Kepada yang tidak terdaftar diminta
agar tidak datang ke masjid. Sebab nanti sebelum masuk ke dalam masjid, terlebih
dahulu diabsen sesuai nama-nama yang telah mendaftar.
Kepada jamaah lainnya, dimohon
pengertiannya agar mematuhi kenyataan tersebut. Bahkan kepada jamaah yang batuk
atau flu, meski sudah mendaftar, diminta jangan datang ke masjid. Selama ketentuan
ini berlaku, toilet dan tempat wudu, tidak dibuka. Jamaah diminta berwudu di
rumah masing-masing. Sebab dikhawatirkan di tempat itu, tidak bisa dikontrol,
siapa tahu persentuhan tangan di pintu atau kran, ada virus yang tertinggal. Demikian
pula beberapa protokol keselamatan tetap diperhatikan. Umumnya semua ketentuan
tersebut, akan dipatuhi oleh umat Islam di sini. Mereka sadar dengan nyata
bahwa hal itu dibuat adalah demi kebaikan bersama.
Kedua konsep yang dibuat
dilakukan di Australia ini pun sebenarnya dapat dilakukan di negara kita. Baik membuka
sekolah secara bertahap bagi siswa, maupun masuk masjid bagi Umat Islam. Sebaiknya
jangan dibuka secara penuh pada saat yang bersamaan. Tentu hal ini sangat
membutuhkan kesadaran dan kepatuhan warga dalam membantu mengendalikan
penyebaran virus ini. Dan hal yang paling penting adalah kemampuan, keseriusan,
kepekaan pun tanggung jawab sosial para pemimpin, baik ulama maupun umara, serta
opinion leader lainnya, dalam mengarahkan serta menjadi teladan dalam menerapkannya.
Wassalam
Wollongong, 13 Mei 2020
Foto: suasana setelah Jumatan di Masjid Adelaide City tahun 2013, koleksi pribadi
0 Comments