About Me

Wartawan yang Dermawan : Kader PII dan Memiliki NBM


 

Wartawan yang Dermawan : Kader PII dan Memiliki NBM

(Mengenang alm. Drs. H. Zainal Tahir, M.Si)

Oleh : Haidir Fitra Siagian

 

Saya termasuk yang sangat kaget kemarin pagi ketika membaca status sahabat saya, Ahmad Sudirman Kambie. Beliau mengabarkan bahwa mantan Ketua KPU Gowa, Drs. H. Zainal Tahir, M.Si, telah berpulang ke rahmatullah Selasa malam sesaat sebelum pergantian hari. Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Semoga Allah Swt menyempurnakan amal ibadahnya dan mengampuni dosanya serta menempatkannya pada posisi yang paling mulia di sisi-Nya.

Saya mengenal almarhum dengan sangat baik. Saya harus mengakui bahwa kami pernah akrab dan bahkan amat sangat akrab. Ini bermula ketika kami sama-sama mengikuti ujian masuk Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin tahun dua puluh tahun lalu. Sebelumnya kami sama sekali tak saling mengenal, meski sesama alumni Fisip tapi berbeda jurusan. Dia angkatan 1988 sedangkan saya angkatan 1994. Bersama Saudaraku Syarief Amir dan Bang Haerul Akbar, kami berdekatan saat ujian, di lantai tiga gedung PPS Unhas Tamalanrea. Alhamdulillah, bersama teman-teman lainnya, kami bertiga juga lulus. Ada juga Andi Purnama, Isma Anis, Aminah Abbas, Abdul Halik, Budi Suprapto, Erma, juga Kanda Syamsuddin Azis. Kami semua resmi menjadi mahasiswa program magister jurusan Ilmu Komunikasi, di bawah kepemimpinan KPS waktu itu adalah Prof. Dr. A.S. Achmad (alm).

Selama tiga semester perkuliahan, bersama almarhum,  kami semakin akrab. Pada angkatan kami, angkatan 2000, terpilih sebagai ketua kelas adalah Bang Asdar Tukan. Saya sendiri “didaulat” sebagai asisten ketua kelas dalam urusan pengambilan kertas absen dan menyetor kembali ke kantor akademik. Untuk urusan absen ini, beberapa teman sangat “bersahabat” dengan saya. Selama tiga semester pula kami sering bersama almarhum, mengerjakan tugas kelompok, menyelesaikan pekerjaan rumah, mencari rujukan di perpustakaan, dan ngobrol santai di pelataran gedung pascasarjana.

Almarhum adalah sosok yang sangat dermawan. Beliau traktir kami, bersama teman satu kelas. Tidak jarang beliau mengajak kami makan mie pangsit di jalan masuk blok M, Bumi Tamalanrea Permai. Kurang satu kilometer dari Kampus Unhas, arah menuju Kabupaten Majene dan kabupaten lainnya. Bukannya  di dalam restoran atau rumah makan, tapi di pinggir jalan, makan mie pangsit di atar bangku panjang milik penjualnya yang berlogat Jawa. Saat itu, berulang-ulang, secara bergantian, almarhum mentraktir kami. Tidak sebatas  mie pangsit, juga singgah minum cendol di bagian samping belakang kampus Unhas, tak jauh dari Pondok Hasanuddin di bawah pohon asam yang sangat rindang. Kami duduk-duduk sambil minum cendol yang dijual di atas gerobak kecil.  “Kita harus memberdayakan pedagang kecil seperti ini” kata almarhum kala itu.

Selama kami kuliah bersama selama tiga semester banyak kenangan bersama almarhum. Pada semester empat dan seterusnya, kami sudah jarang bersama. Ini karena tidak ada lagi kelas bersama. Masing-masing menulis tesis dan melakukan penelitian sesuai objeknya. Satu dua kali kami masih sering berkumpul. Bahkan kami pernah diajak makan siang di rumahnya, di belakang Coto Sunggu, Depan Kodim Sungguminasa. Tidak satu kali, beberapa kali. Istrinya  tidak pernah menyiapkan ayam goreng. Tapi ikan bakar, pun ikan laut segar. Juga ikan asin yang sengaja dia beli di Mallusetasi Kabupaten Barru jika bepergian ke Parepare. Istri almarhum pintar masak. Termasuk sayur bening terdiri atas jagung, kacang panjang, dan daun-daun segar.

Bagi saya sendiri, almarhum sering memberikan bantuan, terutama untuk kepentingan organisasi. Suatu ketika, sekitar pertengahan tahun 2001, saya pernah datang ke rumahnya pagi-pagi sekali. Sebelum jam enam ba’da subuh, saya sudah berada di rumahnya. Membawa uang, membawa rezki. “Inilah  pertama kali saya rezki menerima secepat ini” katanya. Karena saya akan pergi ke luar kota, maka sengaja datang sepagi mungkin. Membawa biaya pemasangan iklan undangan Halal bi Halal Ikatan Keluarga Dalihan Na Tolu Makassar dan sekitarnya, saat itu. Soal harga, saya sempat tawar menawar. Saya menawar dengan ukuran besar dengan harga murah. Akhirnya dia bilang, bawa saja semua uangnya. Nanti diatur ukuran kolomnya, simpulnya.

Suatu ketika, ‘bosku” meminta saya untuk mencari pembeli mobilnya yang lama. Saya coba menghubungi almarhum. Dia bertanya, mobilnya siapa? Mobilnya Pak Nas, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan saat itu. Ternyata, Pak Nas, adalah dosennya dalam mata kuliah Agama Islam saat kuliah di Fisipol Unhas. Beberapa hari kemudian, almarhum datang ke kantor PWM Sulsel Tamalanrea membawa uang tunai sesuai harga yang disepakati. Tak lupa, ada sebagian yang diberikan kepada saya dalam amplop sebagai rezki yang tidak terduga.

Beberapa waktu kemudian, bersama dengan sahabat saya, Mashadi Maili (sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Sultan Amai Gorontalo), pernah silaturahmi atau siarah ke rumah beberapa teman saat Idul Adha. Naik motor berboncengan mulai dari Jalan Gunung Lompobattang ke Jalan Boulevar rumahnya Mbak Dewi, kemudian ke Limbung. Dari Limbung kami singgah di rumah seorang Immawati, tak jauh dari rumah almarhum di Depan Kodim Gowa. Ketika berada di rumah Immawati dimaksud, saya mengirim pesan singkat kepada almarhum, bahwa saya berada dekat rumahnya. Silaturahmi ke rumah seorang Immawati. Tiba-tiba beliau menelepon saya : “Haidir, jangan macam-macam. Dia itu ponakanku. Saya omnya. Kalau ada maumu, terus terang saja. Nanti saya atur”, katanya dari sambungan telepon Nokia pisang tua, yang saya beli dari ibu Karmila Mokoginta (mantan Sekretaris Kecamatan KKN Unhas tahun 1998 di Mandalle Pangkep).

Ketika beliau terpilih sebagai Ketua KPU Gowa, tentu saya termasuk yang sangat bersyukur. Salah satu bentuk kesyukuran saya adalah mengirimkan beliau surat. Isi surat itu adalah permohonan bantuan dana pembangunan perbaikan Masjid Pusat Dakwah Muhammadiyah Sulawesi Selatan Tamalanrea. Saat itu saya bertindak sebagai Sekretaris merangkap Bendahara. Alhamdulillah, beliau merespon dengan baik. Sumbangannya dikirim via wesel pos. Pernah juga, adik-adik akan mengadakan kegiatan. Saya arahkan untuk meminta sumbangan kepada almarhum. Sebab saya tahu untuk kegiatan keagamaan, almarhum sangat dermawan.

Menurut informasi dari seorang teman di media sosial, Irwan Dm, bahwa selama masih muda, almahum pernah mengikuti pengkaderan Persatuan Pelajar Islam (PII) dibawah kepemimpinan Pak Aswar Hasan. Itu adalah informasi terbaru yang saya ketahui tentang almarhum. Yang saya kenal sebelumnya, almarhum adalah seorang penulis cerpen dan menjadi wartawan pada salah satu koran terkenal yang terbit di Makassar, yang menangani bagian iklan. Kala masih kuliah S.2, almarhum juga aktif pada sebuah lembaga swadaya masyarakat, elSIM bersama dengan Pak Syarief Amir, Pak Aidir Amin Daud, Pak Hamid Awaluddin dan lain-lain. Beberapa kali saya datang ke kantornya di bilangan Pettarani masuk lorong sempit.

Satu lagi yang saya tak lupa tentang almarhum adalah bahwa beliau memiliki NBM atau Nomor Baku Muhammadiyah. Ceritanya begini. Mengetahui saya aktif sebagai pengurus Muhammadiyah Sulawesi Selatan, maka beliau juga mengatakan sebagai kader Muhammadiyah. Almarhum pun meminta kepada saya untuk menguruskan kartu anggotanya atau biasa disebut sebagai NBM. Awalnya saya tak sahuti. Saya pikir itu hanya main-main saja. Sebab saya tak akan menguruskan kartu kepada mereka yang hanya tiba-tiba meminta, tanpa latar belakang Kemuhammadiyahan yang jelas. Meski secara bercanda, beberapa kali dia memintanya. Untuk membuktikan bahwa dia kader Muhammadiyah, dia menunjuk seorang sahabat saya sebagai jaminannya. Ir. M. Yunus Palaguna, waktu itu sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Gowa. Suatu ketika saya perjelas kepada Pak Yunus, dan dibenarkan. Bahwa mereka sama-sama sebagai pengurus remaja Masjid Baiturrahman, Jalan Sultan Hasanuddin depan Kodim Gowa, Pandang-pandang. Masjid itu adalah masjid yang dibina oleh Muhammadiyah.

Akhirnya saya memberikan formulir kepada almarhum. Bagi saya, meski tidak pernah secara formal mengikuti pengkadern Muhammadiyah, ikut menjadi pengurus Masjid Muhammadiyah, sudah dapat disebut sebagai kader Muhammadiyah. Saya minta beliau mendatangi sendiri pengurus Muhammadiyah setempat. Setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Muhammadiyah, saya pun mengurus kartunya.  Formulir dikirim ke Yogyakarta. Tak lama kemudian, keluarlah NBM atas nama almarhum : Zainal Tahir. Kartu itu ditandatangi oleh Pak Ahmad Syafii Ma’arif dan Haedar Nashir, saat itu sebagai Ketua dan Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ketika diadakan Milad Muhammadiyah di Lapangan Syekh Yusuf Sungguminasa, masih sekitar tahun 2002, almarhum ikut menjadi panitia. Masuk sebagai seksi publikasi, supaya bisa cepat disuratkabarkan. Dia sengaja memesan batik Muhammadiyah. Saat itu, beliau datang dengan mengenakan batik Muhammadiyah. Tampak wajah sumringah merekah dari wajahnya.

Sejak itu, hingga sekarang, kami hampir tak pernah bersua lagi. Mungkin pernah, mungkin tidak. Saya tak ingat persis. Yang sering adalah pertemuan melalui sambungan telepon dan interaksi dalam media sosial. Tak pernah lagi bertatap muka, hingga Sang Pencipta memanggilnya pulang. Pulang ke haribaan-Nya. Tempat yang damai, kedamaian yang sesungguhnya. Semoga husnul khatimah.

 

Wassalam

Masjid MAWU University of Wollongong, NSW, Australia

Qabla Duhur, 24 September 2020

Foto : diambil dari akun fb almarhum


Post a Comment

0 Comments

close