In Memoriam AGH Dr. (Hc). Sanusi Baco, Lc. : Nasihat Pak Kiyai tentang Bunga dalam Keluarga
Oleh : Haidir Fitra Siagian
(Dosen UIN Alauddin Makassar/Pengurus Muhammadiyah
Ranting NSW Australia)
Innalilahi wainna ilaihi rajiun.
Tentu kita semua merasa sangat kehilangan atas berpulangnya ke
rahmatullah, ulama, guru sekaligus orang
tua kita, almarhum AGH Dr. (Hc). Sanusi Baco, Lc., minggu lalu (15 Mei 2021) di
Makassar, dalam usia 84 tahun. Beliau adalah ulama sepuh dan Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan dan pimpinan Nadhlatul Ulama Sulawesi
Selatan selama beberapa periode. Bersama dengan seorang ulama sepuh lainnya
yang telah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa pada tahun 2014 lalu, K.H.
Djamaluddin Amien, mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan,
keduanya dikenal sebagai tempat bertanya dan memohon bimbingan dari seluruh
lapisan masyarakat. Tidak hanya dalam
masalah keagamaan, namun juga dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pertama kali saya mengikuti pertemuan resmi dengan ulama kelahiran Talawe Maros tahun 1937 ini, adalah saat di Masjid Raya Makassar dalam rapat rutin pengurus MUI Sulawesi Selatan tahun 2013. Saat itu saya masuk sebagai anggota bidang komunikasi dan informasi. Hanya saja saya tidak begitu aktif karena pada waktu yang hampir bersamaan saya sedang melaksanakan tugas belajar mengikuti pendidikan doktoral di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Bangi, Kuala Lumpur atas beasiswa program pendoktoran luar negeri dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Kemudian terakhir kalinya saya bertemu langsung dan memberikan salam kepada beliau, sebelum saya berangkat ke Australia, adalah pada tanggal 11 Juni 2018. Saat itu sedang diadakan buka puasa bersama di rumah jabatan Pangdam XIV Hasanuddin yang dirangkaikan dengan bedah buku berjudul : “Dinamika Dakwah dalam Apresiasi Lintas Tokoh”. Di antara tokoh yang hadir memberikan testimoni saat itu adalah Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Agus Surya Bakti, Wakapolda Sulsel Brigjen Pol Risyapudin Nursin, Ketua Keuskupan Makassar pendeta Dr John Likuada, serta Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Danny Pomanto.
Beliau adalah tokoh utama Nadhlatul Ulama di Sulawesi Selatan saat ini. Namun bagi warga Muhammadiyah, almarhum tidak asing lagi. Dalam catatan saya, beliau sudah berulang-ulang menghadiri kegiatan yang dilaksanakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan dalam berbagai kesempatan. Selain itu, beliau juga sering diundang sebagai narasumber dalam kegiatan yang dilakukan oleh organisasi otonom Muhammadiyah, amal usaha Muhammadiyah maupun dalam acara keluarga para tokoh Muhammadiyah. Tidak hanya bagi umat Islam saja, namun almarhum juga cukup dekat dengan seluruh lapisan masyarakat. Kehadiran seorang pendeta dalam acara bedah buku tersebut di atas, dapat menjadi salah satu isyarat penting bahwa almarhum adalah seorang ulama yang dekat dengan semua kalangan, termasuk dengan tokoh-tokoh lintas agama maupun golongan.
Bagi kalangan masyarakat Sulawesi Selatan, hampir dapat dikatakan bahwa almarhum sangat dikenal. Baik di kalangan pejabat pemerintahan, penguasa, tokoh-tokoh politik, akademisi, kalangan jurnalis dan aktivis lembaga swadaya masyarakat, sampai kepada kalangan masyarakat umum di berbagai daerah. Almarhum pun dikenal sebagai tokoh agama Islam yang memiliki ciri khas tersendiri. Sebab sebagai seorang ulama maupun muballigh, beliau menyampaikan dawah Islam dengan sangat santun, menarik dan mudah dicerna. Pun dalam menyampaikan pesan dakwah dengan cara yang lemah lembut, toleran, dan mencerminkan Islam yang rahmatan lil alamien.
Selain itu, ada satu kebiasaan almarhum yang bisa menjadi satu karakteristiknya sebagai seorang ulama yang penuh perhatian dan kepekaan sosial, terutama kepada tamu atau seseorang yang ingin bertemu dengannya. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Professor Bahaking Rama, guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, ulama yang alumni Universitas Al Azhar Kairo ini, sangat senang menanyakan keadaan keluarga seseorang yang datang kepadanya. Lalu memberikan pesan-pesan moral khusus dalam upaya menjaga keharmonisan keluarga
Saat itu memang istri sedang berada
di Adelaide Austalia Selatan, melanjutkan pendidikan program magister di
University of Adelaide dalam bidang public health. Ketiga anak saya pun sedang
ikut ibunya bersekolah tingkat dasar di sana. Setelah menjelaskan posisi
keluarga, beliau memberikan nasihat yang sangat baik : "Perpisahan
sementara dengan isteri itu indah seperti memandang bunga. Coba lihatlah
bungamu setiap hari, tak ada yang indah. Kalau kau tinggalkan bungamu hingga
beberapa bulan, begitu kamu melihatnya, sungguh indah nan mempesona".
Nasihat seperti ini memiliki makna yang sangat dalam sekaligus menghibur dan terus
memelihara kesabaran.
Bagi kita yang sudah berkeluarga,
tidak mudah memang berpisah tempat tinggal dengan istri. Butuh perjuangan dan
pengorbanan yang tidak sedikit dalam berbagai dimensi. Nasihat Pak Kiyai
tersebut menunjukkan betapapun perpisahan sementara akan menimbulkan masalah,
akan tetapi dengan kesabaran yang tulus, pada saatnya akan menghasilkan
kedamaian dan ketenangan hidup dalam berkeluarga.***
Wassalam
Wollongong, 23 Mei 2021
0 Comments