About Me

Afganistan: Demi Keluarga, Seorang Ayah Makan Nasi Tanpa Lauk


Afganistan dan Kisah Nasi Kuah tanpa Lauk

Oleh : Haidir Fitra Siagian

 

Di samping persoalan penyebaran Covid-19 beserta berbagai variannya yang semakin merebak di berbagai belahan dunia,  bulan Agustus 2021 ini memiliki satu momen yang menjadi sorotan  dunia internasional. Yakni penarikan pasukan Amerika dan Sekutunya dari Afganistan. Hal ini memudahkan perebutan hampir seluruh wilayah negara tersebut oleh pasukan Taliban, setelah berjuang hampir dua puluh tahun.

Pada awal tahun 2000-an, sesungguhnya pemerintahan yang sah secara konstitusi di Afganistan adalah kelompok Taliban. Kemudian dengan maksud mencari sosok Osama Bin Laden, pasukan Amerika dan Sekutunya, masuk ke negara agrikultur ini. Berperang melawan pemerintah Taliban, sehingga oleh NATO dicap sebagai pasukan pemberontak. Saat itu, pasukan Taliban kalah dan akhirnya melakukan serangan gerilya hingga sekarang. Dengan kekalahan pasukan Taliban, membuat pemerintahan beralih kepada Hamid Karzai yang ditunjuk NATO untuk memimpin pemerintahan sementara.

Tujuan pasukan NATO untuk menemukan Osama Bin Laden berhasil pada tahun 2011 setelah hampir sepuluh tahun mencarinya. Setelah ditemukannya Osoma, pihak Amerika dan Sekutunya berjanji akan mengurangi pasukannya di Afganistan. Sambil melatih tentara pemerintah lokal dan menjaga keamanan, pasukan sekutu tersebut akan ditarik secara bertahap.

Dengan penarikan pasukan NATO, membuat posisi pemerintah Afganistan yang saat ini dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani semakin terjepit. Justru menjadi peluang bagi pejuang Taliban untuk menyerang pasukan pemerintah. Akhirnya pertengahan bulan ini, pasukan Taliban menduduki istana negara, lalu menyatakan kemenangannya dan mengakhiri perang selama setelah berlangsung dua puluh tahun.

Sementara Presiden Ashraf Ghani dilaporkan meninggalkan negaranya ke negara lain. Pada saat yang hampir bersamaan, Wakil Presiden, Amrullah Saleh, menyatakan mengambil alih pemerintahan sesuai dengan konstitusi. Dilaporkan bahwa beliau masih berada di dalam negara bersama pasukan setianya dan berjanji akan terus melawan pasukan Taliban.

Tentang melarikan dirinya Presiden Ashraf Ghani ke luar negeri meninggalkan negara dan rakyatnya, pada satu sisi dapat dipandang sebagai tindakan pengecut. Meninggalkan rakyatnya dalam kondisi menderita, kondisi negara yang kacau balau. Namun di sisi lain, dalam pandangan penulis, bahwa dia lebih mengutamakan menyelamatkan jiwa rakyatnya. Sebab jika dia masih bertahan di Istana Negara Kabul, sementara pasukan Taliban sudah mengepungnya, maka pertumpahan darah yang semakin parah antarsesama warga negaranya tidak akan terhindarkan. Jalan terbaik memang harus meninggalkan istana negara ke negara lain, sambil berusaha melakukan perundingan damai dengan pihak Taliban.

Meskipun saat ini pihak Taliban sudah menguasai hampir seluruh wilayah Afganistan, namun persoalan belum selesai. Pemerintahan belum ada, sistem perundang-undangan juga belum ada. Tentu ini masih memerlukan waktu untuk menatanya dengan baik. Sementara Wakil Presiden Amrullah Saleh, masih belum menyerah. Dia menyatakan akan terus berperang melawan Taliban dan merebut kembali pemerintahan.

Tentu hal ini adalah salah satu persoalan besar. Sampai kapan Afganistan akan terus-menerus berperang menumpahkan darah antar sesamanya? Bagaimana mereka akan membangun sehingga keluar dari salah satu negara termiskin di dunia? Kapan mereka akan mengurus rakyatnya agar lebih sejahtera, jasmani dan rohani?

Sebagai komunitas Muslim global, tentu kita menginginkan yang terbaik untuk Afganistan. Wakil Presiden RI dua periode, Yusuf Kalla, sudah pernah menggagas perundingan damai antara kedua belah pihak. Walaupun belum berhasil, namun perundingan damai ini perlu diteruskan untuk mewujudkan negara Afganistan yang damai dan sentosa.

Selain apa yang telah dikemukakan di atas, penulis ingin menyampaikan dua hal lain terkait dengan Afganistan. Dari berbagai literatur, dapat dipastikan bahwa rakyat Afganistanlah yang  turut-serta membawa Islam ke Benua Selatan Australia, setelah sebelumnya nelayan Muslim dari Makassar berinteraksi dengan penduduk Aborigin di Australia Utara, sejak tahun 1500-an. Jauh sebelum kedatangan pasukan ekspedisi Inggris dibawah pimpinan James Cook akhir tahun 1700-an.

Kedatangan Muslim dari Afganistan ini pada pertengahan tahun 1880-an, sengaja disewa oleh pemerintah kolonial Inggris. Beratnya medan yang akan dilalui hingga ke pedalaman Australia dalam upaya mengembangkan wilayah dan membangun industri maupun pertambangan, memelurkan alat transportasi. Untuk itulah Muslim Afganistan didatangkan bersama dengan hewan untanya sebagai alat transportasi yang murah dan kuat.

Di antara peninggalan sejarah dari Muslim Afganistan ini adalah berdirinya masjid pertama tahun 1861 di Adelaide, Australia Selatan. Tahun 2013, penulis sempat berkunjung ke masjid ini. Meskipun sudah beberapa kali dipugar, namun masih tampak dengan baik arsitektur masjid dengan nuansa Timur Tengah. Satu lagi masjid yang mereka dirikan tahun 1890 berada di Broken Hill, New South Wales. Masjid ini sekarang masih ada, namun tidak difungsikan lagi sebagai tempat ibadah umat Islam. Sebab tidak ada lagi orang Islam, meskipun sebagian di antara warga yang tinggal di sekitarnya adalah masih keturunan Afganistan. Justru pemerintah lokal yang merawat dan menjadikannya sebagai cagar budaya dilindungi negara.

Kemudian penulis memiliki satu pengalaman yang cukup pilu dengan seorang pengungsi dari Afganistan. Ini terjadi di Kampus Universiti Kebangsaan Malaysia, sekitar tahun 2014. Saat itu penulis sedang melanjutkan program doktoral dalam bidang komunikasi pada Pusat Pengajian Media dan Komunikasi.

Dalam beberapa kesempatan, penulis sempat melihat seorang bapak yang bertugas sebagai tenaga kebersihan di halaman kampus, tidak jauh dari Masjid Pusat Islam UKM. Dari perawakannya, terlihat dia adalah keturunan Afganistan, tinggi, besar dan bercambang pun dari pakaian yang dikenakan. Dia merupakan bagian dari pengungsi akibat perang saudara antara pasukan Taliban dan tentara pemerintah Afganistan yang didukung NATO sejak tahun 2001. Beruntung, bapak ini ikut berhasil mendarat di Malaysia dan berhasil mendapat pekerjaan.

Suatu ketika, kami berpapasan di kantin ketika makan siang. Saya membeli makanan ala kadarnya sesuai kebutuhan, nasi, sayur dan lauk. Saya membayar sekitar enam Ringgit Malaysia atau sekitar sembilan ribu Rupiah. Sedangkan si bapak ini, saya perhatikan betul, dia hanya mengambil nasi putih dan kuah saja. Tanpa sayur dan tanpa ikan. Harganya satu Ringgit atau tiga ribu Rupiah. Kemudian dia mengambil air putih, terus bergegas pergi ke bawah pepohonan.

Mengapa hanya mengambil nasi dan kuahnya saja? Katanya dia harus menghemat pengeluaran. Dia harus mencari uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai anak-anak dan istrinya yang masih berada di Afganistan. Wallahu’alam.

 

Wassalam

Wollongong, 22 Agustus 2021

Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar / Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales, Australia


Artikel ini sudah pernah dimuat pada Majalah Suara Muhammadiyah edisi Agustus 2021 

 

 

--------------

 

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

 

 

Turut berduka cita atas meninggalnya adinda Munawwar Khalil, mantan Ketua PP IRM periode 2002-2004, alumni Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Gombara Makassar, tadi sore di Yogyakarta. Jabatan terakhirnya adalah Wakil Majelis Pembina Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan tim asistensi Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

 

 

Saya menjadi saksi beliau adalah hamba Allah yang baik hati, berbudi, loyalitas dan berdedikasi. Insya Allah husnul khatimah. Semua pekerjaan dan amanah yang diberikan kepadanya, dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

 

 

Saya mengenalnya sejak beliau masih di pesantren Darul Arqam Gombara, dimana saya menjadi pengurus Pimpinan Wilayah Ikatan Remaja Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Dia ketua IRM Ranting, jadi kami sering berinteraksi. Kemudian dia melanjutkan pendidikan ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebelumnya masih sempat masuk sebagai pengurus PW IRM Sulsel periode 1996-1998, anggota Bidang Seni Budaya.

 

 

Dalam Muktamar IRM di Makassar tahun 1998, beliau terpilih dan masuk pengurus Pimpinan Pusat IRM dibawah kepemimpinan Taufiqurrahman dan Raja Juli Antoni. Kemudian tahun 2002, beliau terpilih sebagai Ketua umum Pimpinan Pusat IRM.

 

Beliau sempat di Australia beberapa tahun lalu berdakwah dan bersilaturahmi dengan komunitas Muslim Indonesia. Mulai dari Sydney sampai ke Pert di Australia Barat. Bahkan untuk periode ini, sebenarnya kami sudah berniat  untuk mengundangnya sebagai pemateri dalam kegiatan yang akan dilaksanakan oleh PRIM NSW Australia.

 

 

Beberapa hari lalu memang beliau dikabarkan dirawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogayakarta. Kemarin malam, saya masih ikut bersama teman-teman alumni IPM dan IRM, mengadakan doa bersama demi kesembuhan beliau. Namun Allah Swt., memiliki kehendak yang lebih mulia. Memanggil hambanya, kembali ke haribaan-Nya.

 

 

Semoga Senantiasa mendapat tempat yang paling mulia di sisi Allah Swt dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.

 

 

Wassalam

Haidir Fitra Siagian, Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales, Australia.

Ahad, 22.08.21



Catatan:

Gambar diambil dari sini

https://www.nasionalisme.co/wp-content/uploads/2017/03/Gadis-gadis-cilik-Afghanistan.jpg


 

 

Post a Comment

0 Comments

close