About Me

Diaspora Padang Bangun Masjid di Sydney Australia


Tak Diduga Bertemu Komunitas Padang di Masjid Omar Wollongong 


Tidak perlu diragukan, orang Minang atau Padang adalah komunitas perantau. Dimana-mana ada. Bukan hanya di seluruh Indonesia, bahkan di berbagai penjuru dunia. 


Satu kelebihan perantau Padang adalah masih bangga dengan karakteristik khas mereka. Selain masih menggunakan bahasa Minang, mereka juga tidak segan-segan mengaku sebagai orang Minang. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh kalangan akademisi terkait dengan pola adaptasi masyarakat Minang di perantauan, memperkuat fenomena ini.


Mereka juga suka berkumpul sesamanya. Jika ada tiga-empat keluarga dalam suatu kawasan perantauan, mereka pasti membuat perkumpulan. Dimana saja mereka berada. Mereka suka membantu sesamanya. 


Ketika saya berada di Malaysia dalam menyelesaikan studi di Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, saya tinggal bersama dengan perantau dari Sumatra Barat. Mereka saling menarik anggota keluarganya dari kampung untuk datang merantau ke Malaysia. Sesampai di Malaysia, mereka bekerja di berbagai sektor perekonomian. Termasuk membuka rumah makan Padang. Ada juga yang melanjutkan studi, dan lain sebagainya.


Dalam pengamatan saya, ada persamaan orang Padang dengan organisasi Muhammadiyah. Ketika mereka berada di suatu kawasan, sering menyediakan tempat berkumpul atau wahana silaturahmi. Tak jarang pula mereka membangun masjid. Bahkan di Kota Sydney, kumpulan orang Padang sudah membeli bangunan untuk dijadikan masjid. Sekarang sudah dipakai beribadah untuk umat Islam. 


Tak diduga sebelumnya, sore ini saya bertemu dengan rombongan bapak-bapak. Ba'da Ashar di Masjid Omar Wollongong. Ketika saya masih beres-beres sedikit di bagian belakang, tiba-tiba ada yang menyahut. Indonesia ya? Katanya.


Tentu mereka mengenal saya sebagai orang Indonesia karena memakai peci hitam. Mereka datang sebanyak lima orang. Semuanya sudah orang tua, berusia lanjut. Mereka dalam perjalanan pulang dari Kiama ke Sydney. Jarak antara Kiama dengan Sydney adalah sekitar 150 km. Kota Wollongong berada di tengahnya. 

Ketika mereka sedang salat, saya berinisiatif membuatkan teh. Di Masjid Omar memang ada fasilitas membuat teh. Ada gula, teh, gelas dan ceret listrik. Saya tak perlu sungkan membuat teh di Masjid ini, karena sudah familiar dengan pengurus. 


Usai salat, saya ajak minum teh. Dengan senang hati kelima bersedia minum teh bikinanku. Tak disangka bertemu sesama saudara di sini, kata mereka. Cerita ini dan itu,  semakin akrab, karena sama-sama dari Sumatera dan tidak jauh. Berbatasan langsung, Sumatera Barat dengan Sumatera Utara, kampung halamanku, tepatnya di Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. 


Mereka sudah lama bermukim di Sydney. Bahkan sudah punya cucu di sini. Semuanya sudah pensiun dan sisa menikmati hari tua. Mereka ke Kiama adalah untuk rekreasi bersama. Menikmati pemandangan pantai yang indah dan menawan. Sesama pensiunan, sesama satu kampung. 


Wassalam 

Gwynneville, 24.11.21

Haidir Fitra Siagian

Penulis adalah Dosen UIN Alauddin Makassar, sementara ini sedang menetap di Wollongong.

Post a Comment

0 Comments

close