(Foto kenangan bersama Ibu dan Ayahku, ketika wisuda sarjana Fisip Unhas, tahun 1999)
Pemilihan
rektor Universitas Hasanuddin periode 2014-2019 telah berakhir tadi siang.
Adalah dosen Jurusan Sosilogi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr.
Dwia Tina Pulubuhu, M.A. yang memanangkan pemilihan ini. Dia memperoleh suara
terbanyak dan direncanakan bulan April mendatang akan dilantik sebagai rektor,
menggantikan Prof. Idrus Paturusi. Sebelum pemilihan, sulit memprediksi calon
mana yang akan menang. Suara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak 35 %
dipastikan menjadi penentu kemenangan tersebut.
Di balik perhelatan tersebut, saya
mencatat kejadian yang dalam pandangan saya agak riskan. Sehari sebelum
pemilihan dilaksanakan, dua orang kandidat, masing-masing melakukan seremoni
doa, tentu untuk kemenangan masing-masing. Satu calon yang bernama Prof. Dr.
Wardihan Sinrang, mengundang Ketua Umum MUI Sulsel, K.H. Sanusi Baco, L.c.,
untuk berceramah dan memimpin doa bersama dengan teman-temannya. Sedangkan satu
calon lagi, Prof. Dr. Dwia Tina Pulubuhu mengundang seorang ulama sepuh, Mursyid Jam'iyah Khalwatiyah Syekh
Yusuf Al Makassary, Syekh Sayyid A Rahim Assegaf Puang Makka, datang ke
rumahnya untuk berdoa, juga bersama dengan teman-temannya. Adapun satu calon
lainnya, Prof. dr. Irawan Yusuf, tidak dikabarkan, apakah mengundang ulama
untuk berdoa atau tidak.
Sebagai
masyarakat yang menganut nilai-nilai keagamaan yang tinggi, tidak mengherankan
manakala dalam setiap ada hajatan, doa menjadi sesuatu yang dipandang sangat
penting, terutama doa dari orang-orang yang dianggap memiliki kedekatan lebih
dengan Sang Pencipta, dalam hal ini adalah seorang ulama. Mengundang ulama
untuk berdoa, adalah hal yang baik dan tidak ada masalah. Hanya saja, dari
keadaan ini, muncul beberapa pertanyaan dalam benak saya.
Pertama. Sejauh mana hubungan antara
doa kedua ulama tersebut dengan kemenangan seseorang dalam pemilihan rektor
ini?
Kedua. Mengapa ulama tersebut,
diundang berdoa dalam rangka pemilihan rektor saja? Pernahkah ulama diundang
untuk membicarakan masalah-masalah lain selain untuk mendoakan kemenangan saja?
Ketiga. Setelah menang dan berhasil
menjadi rektor. Apakah calon yang menang tersebut akan tetap meminta dukungan
seorang ulama dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai rektor? Dan sejauhmana
dia akan melibatkan ulama dalam hal tersebut?
Lantai Dasar, Bangunan FSSK, jelang
Magrib, Kampus UKM Bangi, 27-1-14
2 Comments
Sy se-7 bhw ulama jgn dijadikan tukang baca doa sj ttp harus dijadikan sbg sumber inpirasi dlm mengawal keseharian kita agar selalu sukses dn berberkah dlm menjalankan aktivits.
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya pak. Salam kenal.
Delete