About Me

Malam Tahun Baru yang Sepi di Australia





Malam Tahun Baru yang Sepi di Australia
Oleh : Haidir Fitra Siagian

Kekeringan yang terus berkepanjangan yang terjadi di berbagai kawasan di Australia dalam empat bulan terakhir ini telah menyebabkan musibah kebakaran hutan dan semak-semak yang sangat luas. Hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan berakhir. Beberapa hari lalu sempat turun hujan tetapi hanya sebentar. Tidak cukup untuk memadamkan api.

Keadaan ini semakin parah karena  suhu panas yang kadang mencapai 35-40 derajat celcius, luasnya lahan yang terbakar, kencangnya angin dan terbatasnya sumber daya untuk memadamkan api. Akibat kebakaran ini sudah cukup banyak lahan yang hangus dan menyebabkan kerugian yang sangat besar, termasuk diantaranya adalah korban   manusia dan hewan.

Di Kota Wollongong saja sudah berkali-kali terhirup udara yang tidak segar, berbau dengan rasa pembakaran kayu dan dedaunan padang ilalang. Jarak pandang di jalanan pernah hingga dengan jarak yang sangat dekat. Setiap saat terdengar suara mobil pemadam kebakaran dari kejauhan, membawa air untuk memadamkan api di berbagai lokasi. Beberapa rumah penduduk juga sudah ikut terbakar.

Terdapat relawan Muslim yang dilaporkan ikut membantu menyediakan makanan untuk warga di pedalaman Australia yang menjadi korban terkena dampak dari kebakaran ini. Komunitas Muslim lainnya ikut menggalang dana untuk membantu meringankan biaya pemadaman kebakaran. Di beberapa masjid di Australia, umat Islam pun sudah melaksanakan salat Al Istisqaa untuk meminta kepada Tuhan menurunkan hujan. Upaya ini mendapat respek dari warga setempat. 

Akibat kebakaran yang berkepanjangan ini, beberapa warga Australia sedang menggalang dukungan untuk menghentikan perayaan kembang api dalam malam tahun baru. Bagaimana mungkin kita menghamburkan api di tengah malam sedangkan petugas pemadam kebakaran sedang berjuang dengan sepenuh jiwa memadamkan api di hutan dan semak-semak? Demikian antara lain kata penggagas petisi ini. Di samping itu, terdapat kualitas udara yang buruk untuk kesehatan warga. Mereka mendesak pemerintah untuk respek terhadap jiwa manusia yang korban tewas akibat ikut memadamkan api.

Setidaknya hingga saat ini, saya mendapati berita bahwa dua kota di Australia sudah menyatakan tidak akan menyalakan kembang api dalam malam tahun baru. Yakni ibu kota Australia sendiri, yakni Canberra dan kota kecil tempat kami sekarang, Wollongong. Beberapa kota kecil lainnya di negara bagian New South Wales pun meniadakannya. Sedangkan Kota Sydney, sebagai kota terbesar di Australia dan ikon benua kanguru ini,  hingga kini masih belum ada perubahan, tetap akan melaksanakan pesta kembang api, dengan alasan kepentingan bisnis pariwisata.


Keputusan beberapa kota di atas untuk meniadakan pesta kembang api  dibuat sebagai bentuk empati dan penghargaan kepada korban yang meninggal dunia yang bertugas saat memadamkan api. Sementara itu, hingga sekarang ini warga Australia sendiri banyak yang ikut menjadi relawan memadamkan api hingga masuk ke hutan-hutan.

Demikianlah seharusnya, dalam suasana keprihatinan, sememangnya tidak ada pesta yang berlebihan. Sebagai bentuk empati dan kepekaan sosial, sesama umat manusia. Turut merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang sedang menderita, berjuang dan mengorbankan jiwanya.

Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun saat ini tidak ada musibah kebakaran, akan tetapi dalam pandangan saya, perlunya meniadakan pertunjukan kembang api. Selain pesta dengan biaya yang mencapai triliyunan rupiah itu adalah perbuatan yang tidak berguna apapun untuk pengembangan sumber daya manusia dan tidak ada kaitanya peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maka Kuasa, pun hal itu adalah bentuk perbuatan yang mubazzir dan menunjukkan kesombongan.  *** (HFS).







Post a Comment

1 Comments

close