About Me

Tidak Membohongi Diri Sendiri : Ketika Seorang Tokoh Agama Menjual Mobil


Tidak Bisa Tidur: Kisah Seorang Tokoh Agama Menjual Mobil

Setelah bersama kami selama satu setengah tahun, satu unit mobil ford laser tahun 2000, akhirnya kami lepas. Selama ini, si merah maron, biasanya saya sebut, selalu menemani kami ke mana-mana : belanja, antar anak ke sekolah, bekerja, rekreasi dan terutama ke masjid Omar Wollongong untuk salat berjamaah. Banyak sekali kegunaan mobil ini bagi kami, bahkan kegunaannya telah melebihi ekspektasi.

Mobil ini kami beli dari seorang teman warga Indonesia asal Bandung pada akhir Juli 2019.  Saat itu, mereka sudah akan pulang ke Indonesia sekaiatan dengan istrinya telah selesai kuliah di University of Wollongong dalam bidang ekonomi. Uniknya, meski sudah resmi dibeli secara administratif saat itu, pembayaran baru dilakukan beberapa bulan kemudian.

Sebab memang teman ini adalah orang yang baik hati, dia tahu saat itu bahwa saya belum punya uang. Dia beri harga yang sangat murah, diluar nalar akal sehat waktu itu. Karena harga pasaran masih laku sekitar $1500, justru dia beri ke kami seharga $650. Sekitar tiga bulan kemudian, secara halus sekali, dia minta biaya pembayaran. Karena saya anggap permintaan ini mendadak, saya minta maaf. Betul sudah ada uangku, tapi terlanjur dibelikan laptop baru untuk ibunya anak-anak, menggantikan laptopnya yang sudah berusia sembilan tahun. Nah, teman ini, dasar dia orang baik, tidak keberatan dan menunggu hingga bulan berikutnya barulah saya bayar lunas.

Dan kemarin, mobil itu sudah kami jual. Harus segera dijual. Jika tidak, lima hari lagi kami harus bayar pajak kendaraan yang mahalnya hampir selangit. Sebenarnya masih layak dan bagus dipakai. Tapi namanya mobil tua, tentu banyak yang harus dibenahi. Saya tidak bisa mengurus kenderaan, hanya tahu pakai saja. Jika harus dibawa ke bengkel, biayanya sangat mahal. Misalnya ganti oli saja, biayanya bisa mencapai satu juta lima ratus ribu Rupiah. Belum lagi biaya pajaknya, pun cukup mahal. Per enam bulan sekitar delapan juta Rupiah. Solusinya memang harus dijual, jika mau untung sedikit.

Beberapa hari sebelumnya, saya membeli mobil bekas. Kebetulan seorang teman warga Indonesia, kandidat doktor dalam bidang nuklir, memiliki dua mobil. Satu dia akan jual. Karena harganya cukup murah dan masih sangat bagus untuk ukuran saya, maka kami beli. Setelah proses pembelian mobil baru selesai, maka mobil merah maroon yang lama tersebut di atas, tadi malam sudah laku terjual.

Kami gembira dapat menjual itu kepada orang yang tepat, kepada orang yang mengerti mobil. Sebelumnya, untuk menjual mobil, saya pasang pengumuman di group media sosial yang khusus informasi jual beli barang bekas di Australia. Begitu saya umumkan, lebih dari lima puluh pesan masuk menyatakan keinginannya membeli mobil itu. Semua pesan saya balas satu per satu. Dan tentu beberapa hal mereka bertanya tentang kondisinya.

Di sini, adalah satu keharusan untuk jujur terhadap apa yang akan dijual. Kita harus menjelaskan tentang kelebihan dan terutama kekurangan barang akan dijual. Tidak boleh bohong, tidak boleh menyembunyikan sesuatu atasnya. Bukan hanya karena hukum, memang sudah demikian pada umumnya tabiaat warga di sini.

Demikian pula saya, harus menjelaskan apa kelebihan dan kekurangan si merah maron. Saya bilang dua bannya di depan masih baru, akinya juga baru, selama dipakai tidak ada masalah serius. Kekurangannya adalah suara knalpotnya keras dan sebaiknya diganti. Lalu, jika distater, biasanya bunyi beberapa detik, dan satu lagi. Dalam masa seminggu harus bayar pajak!

Hal itu akan menjadi pertimbangan orang lain untuk membeli. Dari puluhan yang bertanya, semua kami jawab. Tentu ada yang menawar. Minta $200 saja, alasannya mobil ibunya rusak. Jadi dia perlu mobil segera. Ada seseorang menawar, pakai bahasa Indonesia. Ternyata dia orang Bali. Tidak jadi dijual kepadanya karena dia maunya hari ini, padahal kemarin banyak yang tawar. Kita memang targetkan, siapa saja, yang penting cepat dan sesuai harga.

Nah, tadi malam seorang warga lokal membuat janji dengan kami. Janjian pukul tujuh petang di depan Masjid Omar Wollongong. Karena sudah mau magrib, kami bilang mau salat dulu, dia bersedia menunggu di luar masjid. Setelah itu, kami negosiasi. Dia memeriksa seluruh mobil dan mencobanya keliling kota beberapa saat. Dia menawar dan disepakati. Saya harus turun harga karena dia dapati, ada oli yang bocor, padahal itu luput dari penjelasan saya di awal. Tentang oli menetes ini sudah lama, kadang menetes kadang tidak. Saya lupa memberitahukan akan hal itu. Tetapi karena si calon pembeli ini memang paham kenderaan, dia lihat ada oli yang bocor di bawah. Akhirnya, kami sepakat malam itu juga, semua proses administrasi tuntas dan dibayar cas.

Satu kesyukuran kami adalah menjual mobil itu kepada orang yang tahu mobil. Sehingga saat diperiksa, dia akan menyesuaikan dengan apa yang kita jelaskan dengan kondisi sebenarnya. Jika dijual kepada orang lain yang tidak mengerti kenderaan, apabila suatu saat ada masalah, maka mungkin saja dia akan menghubungi kita, apabila ada masalah lain yang tidak sempat kita nyatakan di awal. Poinnya adalah harus jujur dalam transaksi jual beli.

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman di Wollongong membeli mobil bekas. Si penjual mengatakan bahwa pemakaian mobil ini adalah sekian, katakanlah 200 ribu km. Setelah transaksi selesai si teman memakai mobil ini pulang ke rumahnya. Dia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan apa yang dijelaskan si penjual tadi. Tapi dia berbaik sangka saja, tak usah dikomplain lagi, pikirnya. 

Beberapa hari kemudian, tanpa sengaja, si teman tadi menemukan satu kertas bekas, jatuh dari laci depan mobil. Kertas bekas ini menunjukkan bahwa pemakaian mobil ini sudah jauh melewati pemakaian yang diakui oleh si penjual. Katakanlah, sudah lebih dari 300 ribu km. Dalam hatinya, si penjual ini bohong atau tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu. Tapi si teman ini, tidak mempermasalahkannya. Biarlah, pikirnya.

Satu hari kemudian, si teman menerima email dari di penjual mobil yang kemarin. Si penjual meminta, agar mobilnya dikembalikan dan dia akan mengembalikan uangnya. Si teman tadi bersedia saja. Saat berjumpa, si penjual mengatakan : “saya tidak jadi menjual mobil ini, saya tidak bisa tidur beberapa hari. Nanti kalau kamu sudah mati dan saya juga mati, kita bertemu di akhirat. Tolong beritahu Tuhanmu, bahwa urusan ini jangan lagi diurus di akhirat ini, karena kita sudah selesaikan di dunia”.

Rupanya si penjual ini adalah seorang yang beriman. Dia menyadari bahwa dia tidak jujur dalam proses jual-beli. Dia berusaha merubah jarak tempuh pemakaian mobil agar orang lebih tertarik atau harganya bisa lebih mahal. Mungkin saja sebagai seorang yang beriman, dia sadar hal itu tidak baik. Mungkin dia berpikir bahwa dia telah berdosa, berusaha membohongi orang lain. Tetapi hatinya tidak bisa dia bohongi sendiri. Itulah sebabnya dia tidak bisa tidur. Itulah sebabnya, dia meminta kembali mobilnya. Ternyata dia adalah seorang tokoh agama, yang sering juga disebut sebagai  seorang pendeta. Wallahu’alam.

Wassalam

Gwynneville, 7/3/2021

 Catatan : Artikel ini sudah pernah tayang di sini : http://klikmu.co/kisah-seorang-pendeta-menjual-mobil/

 

Post a Comment

2 Comments

close